Kegalauan Freelancer yang Sungkan Kerja di Working Space Pas Ramadan

MOJOK.COBulan Ramadhan gini, cukup bikin para freelancer budak-budak digital bingung mau kerja di mana pas siang hari. Pengin ke working space, kok ya sungkan?

Di zaman yang menyediakan begitu banyak pekerjaan berbasis digital ini, telah membuat bekerja tidak perlu lagi harus pergi ke kantor. Semua-semuanya bisa dikerjakan secara remote. Jarak tak lagi menjadi halangan dan tatap muka tak lagi menjadi sebuah keharusan. Rasa-rasanya semua terasa fleksibel. Nggak ada jam kantor yang harus ngatur-ngatur kita mulai kerja dari jam berapa. Asalkan pekerjaan selesai sesuai deadline yang ditentukan, semua beres, semua senang. Meski, tak dapat dimungkiri, pesona nggak ada jam kantor ini sebetulnya bertransformasi menjadi: kerja 24 jam! Ya, menjadikan para freelancer budak-budak digital harus selalu siap sedia untuk menerima callingan dan revisian, sewaktu-waktu.

Lantaran nggak harus berkantor, biasanya para freelancer ini memilih working space sebagai tempat bekerja. Dengan desain working space yang memang enak buat bekerja maupun berdiskusi, kecepatan wifi yang kenceng, ruangan ber-AC, serta cukup beli satu gelas plastik kopi—meski harganya bisa 10 kali lipat Burjo, maka bekerja dengan estetik pun bisa dimulai dengan khusyuk.

Sayangnya, selama bulan Ramadhan si rutinitas ini menjadi sulit dilakukan. Khususnya bagi para freelancer budak-budak digital yang berpuasa. Bagaimana, tidak? Jika biasanya modal mereka mendapatkan akses wifi working space adalah dengan memesan minuman—meski paling murah sekalipun juga nggak apa-apa. Lha, kalau lagi bulan Ramadhan seperti ini, bagaimana? Padahal, mereka sudah menggantungkan hidup mereka pada working space sang tempat menampung 24 jam~

Apa? Ngerjain di rumah atau kos-kosan? Ohhh, tidak semudah itu, Maemunah! Para freelancer budak-budak digital ini perlu tempat yang betul-betul nyaman, supaya kerja kreatif mereka bisa menelurkan produk-produk yang bikin bahagia klien. Sementara kalau kerja di rumah atau kos-kosan? Percayalah, itu hanya bakal bikin suntuk. Apalagi setiap lihat kasur, “Ya Tuhan, itu kok kasurnya kayak ngawe-ngawe, minta dielus-elus?”

Mengandalkan waktu setelah berbuka puasa, juga tidak semudah itu. Setelah berbuka, pasti kita kenyang adanya. Butuh waktu untuk menurunkan si makanan yang baru saja dilahap itu. Eh, pas udah turun, ternyata waktu Isya sudah datang. Ramadhan cuma datang sekali dalam setahun, kan eman-eman kalau nggak ikutan Terawih. Yaudah, cao Tarawih dululah. Balik Tarawih, waktu sudah menunjukkan jam 8 atau setengah 9-an. Maka, satu-satunya cara adalah mengandalkan waktu setelah tarawih sampai sahur untuk bertamsya ke working space.

Hal ini mungkin tidak menjadi masalah bagi manusia-manusia nokturnal, yang memang terbiasa bekerja di malam hari. Akan tetapi, bayangkan kalau ini dialami oleh orang-orang yang punya jam tidur normal seperti masyarakat pada umumnya. Uhhh, betapa menderitanya para freelancer ini menyelesaikan passion-nya~

Memang ada beberapa tempat working space yang menyediakan kenyamanan tempat tanpa ada kewajiban kita harus memesan makanan. Biasanya, cukup dengan membayar biaya internet saja yang bisa kita pergunakan beberapa jam ke depan. Namun, tempat semacam ini memang lebih jarang ada. Nggak semenjamur si working space yang jelas ada di mana-mana.

Alternatif lainnya, yakni dengan menyerbu perpustakaan-perpustakaan kampus atau kota. Kalau di perpus, mah, malah nggak perlu bayar untuk dapetin wifi. Meski ya, kecepatannya nggak bisa diandelin, empet-empetan, dan gampang bikin emosi. Akan tetapi, soal wifi sebetulnya bukan menjadi masalah utama. Si masalah yang lebih genting, kamu harus berharap-harap cemas dan berdoa supaya para freelancer budak-budak digital yang lain, tidak sama-sama beralih ke perpus. Ya, kalau semua ke sana, takutnya nggak dapet tempat, kan?

Akan tetapi, kalau memang betul-betul sudah mentok nggak tahu lagi ke mana harus berlabuh. Ya sudah, tetaplah melangkah ke working space yang biasanya kamu tuju. Pesan makanan yang kamu suka seperti biasanya. Nggak perlu menjelaskan pada mereka bahwa kamu sebetulnya berpuasa, dan sebagainya. Percayalah, mereka sebetulnya nggak peduli-peduli amat soal ibadahmu. Biarlah ibadahmu menjadi urusanmu dan Tuhan.

Lalu, duduk di kursi yang kamu suka, seperti biasanya. Kerjakan pekerjaanmu dengan senang hati dan penuh gairah, seperti biasanya. Jangan memasukkan ke dalam mulut makanan atau minuman yang kamu pesan. Diamkan saja dia di situ, nggak perlu diutak-atik. Nanti, setelah semua pekerjaanmu selesai, bawa makanan itu ke kasir dan katakan bahwa kamu ingin membungkusnya. Sungguh, tidak ada yang perlu merasa merugi dari aktivitas ini.

Exit mobile version