Kasus Bunuh Diri Siswa SMP, Depresi, dan Media Sosial yang Membuatnya Kompleks

kesehatan mental mojok.co

bunuh diri siswa smp 147 cikarang jakarta timur ripnadia ripnadila suicidal depresi hotline psikolog psikiater KPAI bullying kekerasan keluarga selfharm

MOJOK.CO Seorang siswa SMP 147 Cikarang nekat melompat dari lantai 4 dan menyebabkannya tewas dua hari kemudian. Motif dari bunuh diri siswa SMP ini belum diketahui persis, tapi kasus ini menguatkan kembali isu depresi dan media sosial di kalangan remaja.

Tagar #RIPNadila sempat jadi topik ramai di media sosial dan tidak kurang menimbulkan banyak perdebatan. Seorang siswa SMP berinisial SN menjadi korban bunuh diri setelah melompat dari gedung lantai 4 sekolahnya dan meninggal dunia dua hari setelahnya.

Motif dari kasus bunuh diri siswa SMP ini sampai sekarang masih diselidiki. Namun, berbagai dugaan seperti perundungan di sekolah, kekerasan dari keluarga, hingga depresi karena kehilangan orang tua adalah yang sejauh ini beredar di media.

Potongan percakapan SN terakhir kali dengan teman-temannya hingga beberapa unggahan media sosial SN jadi topik yang juga dibahas oleh netizen. Perdebatan soal ketidakpantasan menyebarkan latar belakang kasus ini juga mencuat. Korban diduga menjadi korban bullying oleh teman-temannya. Sementara di sisi lain, teman-temannya merasa SN telah mengalami depresi karena perlakuan keluarga terhadapnya di rumah.

Sementara pihak kepolisian melakukan penyelidikan, pihak KPAI mengkhawatirkan kondisi piskologis 30 siswa yang menjadi saksi kasus bunuh diri siswa SMP di sekolah. Dilansir CNN Indonesia, Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, KPAI mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak untuk menugaskan para psikolog anak agar memberi pendampingan.

Siswa yang menjadi saksi rentan mengalami gangguan perkembangan psikologis karena menyaksikan langsung korban yang jatuh bersimbah darah. Sementara untuk motifnya, KPAI baru menemukan dugaan bahwa kasus ini didorong oleh kondisi keluarga. Diketahui sebelumnya korban SN belum lama kehilangan ibunya dan sempat mengungkapkan kerinduannya pada sang ibu melalui media sosial.

Permasalahan ini sebenarnya tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Depresi terjadi akibat stres berkepanjangan yang telah dipendam korban sejak lama. Penyebabnya belum tentu karena satu hal atau satu peristiwa terkait.

Masalah depresi di Indonesia kerap disepelekan jika dilihat dari kurangnya kesadaran kesehatan mental di masyarakat. Alih-alih konsultasi ke psikolog, orang yang mengalami depresi cenderung diarahkan ke orang pintar dan dipaksa melakukan pendalaman agama. Bahkan beberapa masyarakat masih memiliki stigma bahwa ketika seseorang berobat ke psikolog, maka akan dicap memiliki gangguan jiwa dan menjadi aib dalam keluarga.

Menolong orang yang mengalami depresi tidak bisa serta merta didikte dengan berbagai hal yang mungkin tidak dia percayai. Seseorang yang mengalami depresi sebenarnya membutuhkan pendampingan serius dan tenaga profesional untuk memahami apa yang mereka rasakan.

Sementara permasalahan tentang depresi belum selesai, kehadiran media sosial menjadikannya lebih rumit. Pediatric EHR Solution menyatakan bahwa hadirnya media sosial membuat masalah depresi semakin sulit ditolong karena sifatnya yang sporadis. Sebuah ironi ketika media sosial hadir untuk menjembatani komunikasi manusia justru menjadi sebuah alasan seseorang bisa merasa begitu kesepian.

Remaja sebagai pengguna media sosial terbanyak menghabiskan hampir separuh hidupnya di dunia maya. Ini bukan hal baru dan perlu disadari bahwa media sosial saat ini memang bagian dari sebuah kehidupan. Perlakuan yang paling bijak ketika orang tua menyadari anaknya tengah dirundung masalah adalah dengan menanyakan apa yang terjadi.

Pertanyaan seperti, “Apa yang kamu rasakan? Apa yang terjadi?” perlu disampaikan untuk melatih anak berbicara kepada orang yang lebih dewasa. Merasa kesepian umum dialami oleh manusia, namun remaja yang belum punya cukup pengalaman untuk menghadapinya.

Inilah yang menyebabkan remaja cenderung merespons perasaan kesepian dengan self harm hingga bunuh diri. Bahkan kejadian bunuh diri siswa SMP ini menjadi pertanda bahwa depresi sudah semestinya diseriusi.

Perhatian dari lingkungan pertemanan, orang tua, hingga guru sangat dibutuhkan untuk anak-anak yang diduga mengalami stres dan gangguan perkembangan psikologis. Sehingga kasus bunuh diri siswa SMP tidak lagi bisa dicegah. Membiarkan penderita depresi justru membuat orang yang depresi semakin merasa diabaikan dan dikucilkan. Menjadikan bunuh diri sebagai bahan bercandaan juga tidak menolong apa pun.

Harapannya dengan berbagai kasus, termasuk bunuh diri siswa SMP ini kian menjadi perhatian untuk semua kalangan termasuk orang tua dan guru.

Depresi bukanlah hal yang sepele. Jika Anda merasakan tendensi bunuh diri atau mengenal orang yang sedang mengalaminya, hubungi psikolog, psikiater, dan klinik kesehatan jiwa. Hotline depresi dan keinginan bunuh diri bisa dilihat melalui laman ini.

BACA JUGA Jika Ada Teman Curhat dan Bilang Lagi Depresi, Kita Harus Ngapain? atau artikel lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version