George Floyd Meregang Nyawa di Tangan Polisi dan Naiknya Sentimen Ras Sejak Trump Menjabat

rasisme, trump, polisi, pembunuhan mojok.co

rasisme, trump, polisi, pembunuhan mojok.co

MOJOK.CO George Floyd meregang nyawa setelah Derek Chauvin menindih lehernya dengan lutut. Daftar kekerasan atas sentimen ras sepertinya tidak akan hilang dalam waktu dekat.

Saya tidak pernah mengerti bagaimana bisa warna kulit yang berbeda bisa membuat hidupmu menderita, bahkan kehilangan nyawa. Maksud saya, kita tidak bisa memilih lahir dari rahim siapa, lalu bagaimana bisa kita memilih untuk memperlakukan orang berbeda hanya berdasar ia lahir dengan warna kulit tertentu?

George Floyd, seorang Afrika-Amerika, meregang nyawa setelah ditindih lehernya oleh polisi selama beberapa menit. Derek Chauvin, si bangsat yang menindih leher Floyd dengan lutut tidak mengangkat kakinya sama sekali meski Floyd meraung meminta tolong. Floyd mati di tangan polisi, pada siang hari, di negara yang mengaku menjunjung tinggi demokrasi.

Kronologinya begini. Derek Chauvin, Thomas Lane, Tou Thao, dan J. Alexander Kueng menangkap Floyd setelah sebuah toko melaporkan bahwa Floyd bertransaksi di toko tersebut menggunakan uang palsu. Polisi-polisi tersebut lalu menangkap Floyd, menariknya dari mobil, memborgolnya, lalu menindih leher Floyd dengan lutut.

Salah satu orang yang ada di tempat kejadian perkara menyuarakan kekhawatirannya. Namun salah satu polisi berkata bahwa dia masih bisa bicara, berarti dia masih bernapas. Ketika Floyd tak lagi bergerak, polisi memanggil ambulans untuk mengecek keadaan Floyd.

Ketika petugas medis mengecek keadaan Floyd, Derek masih tetap menekan leher Floyd dengan lututnya. Tak lama kemudian, Floyd dibawa ke rumah sakit.

Floyd dianggap melawan petugas ketika dia keluar dari mobil, itulah yang dijadikan alasan kenapa Derek dan tiga teman brengseknya bertindak seperti itu. Tapi begini, meskipun dia melawan, bukankah berlebihan jika dia dicekik hingga mati? Ini dunia dengan adab, jangan samakan seluruh daerah di dunia seperti masa-masa jahiliyah.

Ironisnya , pemilik toko yang menelepon polisi tersebut tidak tahu apakah Floyd sengaja menggunakan uang palsu atau tidak ketika bertransaksi. Terlepas dari persoalan itu, tidak perlu jadi jenius untuk menganggap bahwa polisi bertindak terlalu jauh.

Dan tidak perlu jadi jenius juga untuk menebak bahwa perlakuan keempat polisi bangsat kepada George Floyd tersebut didasari atas sentimen rasis. Apakah saya menghakimi tanpa dasar? Oh, tidak kawan, nyatanya memang rasisme ada dan berlipat ganda di Amerika Serikat, the land of democracy.

Bukan baru ini saja polisi di US sana bertindak sebrengsek ini pada warga kulit hitam. Aaron Dean menembak wanita kulit hitam saat melakukan penangkapan di rumah pada tahun 2019. Silakan ketik pencarian kasus serupa di mesin peramban, maka Anda akan menemukan banyak kasus serupa.

Kasus kejahatan berdasar sentimen ras angkanya naik semenjak Donald Trump menjabat. Donald Trump yang sendirinya sudah rasis selalu mengipasi api rasisme dengan ujaran-ujaran kebenciannya. Gampangnya begini, para rasis yang selama ini menahan diri seakan diberi kebebasan untuk bertindak seenak udel karena pemimpinnya pun bertindak rasis secara terang-terangan.

Kekerasan yang dilakukan polisi bukan tidak mungkin disebabkan oleh Trump yang meminta mereka untuk “not to be too nicekepada para “thugs”. Tentu saja “thugs” yang dimaksud Trump adalah para orang kulit hitam dan Hispanik, kaum yang secara terang-terangan dibenci oleh Trump.

Bagaimana nasib keempat polisi tersebut? Awalnya mereka dihukum penangguhan tugas tanpa digaji. Tapi kemudian Mayor Jacob Frey memecat mereka. Apakah mereka akan dituntut dengan kasus pembunuhan? Don’t even bother.

George Floyd melengkapi daftar panjang kekerasan berdasar sentimen ras yang menghiasi sejarah Amerika Serikat. Daftar yang sepertinya belum akan berhenti terisi ini seakan meludahi nalar kita sebagai manusia.

Rasisme itu nyata, kita tak boleh lagi mengelak. Selama kau masih berpikir orang yang berbeda kulit, bahasa, suku, dan adat patut untuk diperlakukan berbeda, rasa-rasanya kau perlu memasukkan kepalamu ke dalam air es agar kebencianmu padam.

Atau benamkan kepalamu ke tai babi, sapi, atau kuda, terserah.

Rest in peace, George Floyd.

BACA JUGA Negara Boleh Goblok, Kita Jangan dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.

Exit mobile version