Fenomena Askmenfess: Apakah Kita Se-desperate Itu Cari Lawan Bicara?

MOJOK.COMengamati pertanyaan-pertanyaan di akun Twitter Askmenfess, kok akun ini baik banget, ya? Pertanyaan apa pun, tetap aja bakal di-share. Sampai jadi kayak nyampah di timeline~

Pertama kali tahu akun Twitter askmf (@askmenfess), saya menduga cara kerjanya pasti mirip-mirip sama aplikasi Askfm. Apalagi dari namanya, hanya dua huruf di belakang saja yang berkebalikan. Nyatanya, cara kerja keduanya memang agak berkebalikan. Jika Askfm si pemilik akun yang bakal ditanya-tanya, sementara di askmf si sender—lewat askmf—yang bertanya. Selain itu, jika di Askfm yang bertanya bisa bersembunyi dengan identitas anonimnya. Sedangkan di askmf, sender yang bertanyalah yang bisa ber-anonim ria.

Membaca pertanyaan-pertanyaan para netizen lewat akun Twitter Askmenfess, awalnya lumayan seru juga. Akan tetapi, itu betul-betul cuma awalnya doang. Lantaran, yang kemudian muncul di pikiran adalah: nih orang-orang yang tanya kenapa, yak? Mereka nggak tahu yang namanya “teknologi” bernama Google, po? Mereka ini males? Atau emang betul-betul nggak tahu, sih?

Ya, lagian ya, yang ditanya-tanya itu betul-betul “begitulah”. Yang mana, kita bisa menemukannya dengan mudah melalui mesin pencarian Google hanya dengan sekali memasukkan kata kunci. Jadi, ngapain harus ribet-ribet ngirim DM dulu? Terus nunggu waktunya si pertanyaan ini di-share. Iya, kalau langsung di-share, lah kalau pertanyaan yang masuk membludak? Nggak cukup sampai di situ, ketika di-share, masih harus nunggu lagi orang-orang untuk nanggepin. Gimana? Bukankah, akan lebih mudah kalau sampeyan-sampeyan ini langsung cari di Google saja? Yang jelas-jelas memangkas proses panjang kayak birokrasi pemerintah itu?

Ada pula sender yang minta di-share-in gambar wallpaper lucu dari para pembaca Askmenfess. Hadeeeh, harusnya nih, sender macam gini, nggak usah ditanggepin dengan dikirimin gambarnya. Langsung aja suruh dia download aplikasi yang namanya Pinterest di Playstore biar pinter. Mereka-mereka ini nggak tahu, po? Gambar unyu seperti itu, sungguh sangat mudah ditemukan di Pinterest, lagi-lagi dengan sekali memasukkan kata kunci seperti: cute wallpaper. Udah, langsung aja download semuanya sampai memori hapemu penuh. Mamam, tuh!

Belum lagi, ada juga yang bisa-bisanya dengan tanpa khawatir dan curiga meminta tolong suatu yang “genting” pada para stranger, follower Askmenfess. Semisal, ngajakin orang-orang yang berada di kota yang sama dengan sender untuk nonton bareng film Aladdin, karena dia nggak punya temen buat nonton. Atau ada pula yang lebih parah, dia ngaku diusir sama bapaknya kemudian tanya apakah ada dari pembaca yang bisa (((menampungnya?)))

Bayangkan, loh. Minta tolong orang asing buat nampung kamu? Apa, sih yang kamu pikirkan? Atau kamu nggak bisa mikir apa-apa saking budrek-nya? Iya? Hadeeeh, tolonglahhh~

Apakah para sender-sender Askmenfess yang bertanya hal-hal sungguh “begitulah”, mereka ini memang se-desperate itu ya untuk mencari lawan bicara? Atau sebetulnya merasa sangat tidak percaya diri dengan dirinya sendiri? Lantas memilih untuk bertanya ke orang asing—dengan identitas anonim lagi, dibandingkan bertanya pada para follower-nya sendiri di akun media sosialnya masing-masing.

Atau jangan-jangan memang follower akun media sosialnya memang sangat sedikit—lebih pada yang follow akun-akun olshop abal-abal. Atau sebetulnya, ya, lumayan banyak sih, tapi berkat “kesepakatan” #followforfollow. Jadi, engagement-nya kurang nendang. Oleh karenanya, kalau lagi nanya-nanya suatu hal, biasanya nggak ada yang nanggepin~

Maka, dengan kehadiran akun-akun macam Askmenfess ini, seolah menjadi oase mereka-mereka untuk (((merasa))) akhirnya ditanggepin oleh banyak orang, bahkan berpotensi bisa viral. Dengan—tentu saja—memanfaatkan keterkenalan akun ini dengan follower-nya yang puluhan ribu itu.

Eh, tapi nggak gitu juga, ding. Nggak gitu jugalah. Masak sih, sekadar memanfaatkan keterkenalan akun Askmenfess aja? Ini tuh sebetulnya soal kenyamanan mengobrol, tauk! Ya, pada dasarnya kan, kita memang lebih nyaman aja kalau ngobrol sama stranger gitu. Merasa lebih bebas tanpa terlalu takut-takut amat untuk di-judge. Iya, kan? Apalagi, kalau sama orang-orang baru ini, kita bodo amat kalau di-ghibah-in di belakang. Lha wong, kenal aja kagak~

Ya, kita terkadang memang butuh untuk didengarkan dan dikasih perhatian atas hal-hal yang “menimpa” kita. Lantas, Askmenfess hadir memberikan kebutuhan tersebut. Saking baiknya, akhirnya sampai pertanyaan-pertanyaan yang “begitulah” dari sender juga tetep aja di-share. Sepertinya, betul-betul nggak ada filter apa pun dari setiap pertanyaan yang masuk. Hal ini tentu saja, hanya untuk memenuhi dahaga kurang perhatian dari para sender di kehidupan nyata—atau bahkan di dunia mayanya.

Jadi, terima kasih Askmenfess. Jasamu akan selalu kami kenang~

Exit mobile version