Evolusi Gaya Chat dari Masa ke Masa: Dulu SMS, Sekarang Voice Note

gaya chat sms bbm mojok.co

gaya chat sms bbm mojok.co

MOJOK.CO Platformnya berubah, gaya chat juga berubah. Yang dulu keren, sekarang dianggap alay. Gitu terus.

Gaya masyarakat dalam bertukar pesan terus berubah seiring perkembangan zaman. Dari mulai surat via pos sampai surat elektronik. Kemudian kemunculan hape mengubah gaya perpesanan masyarakat semakin instan. Pesan bisa dibalas saat itu juga.

Sejak itulah pengguna fitur perpesanan jadi banyak gaya. Sebab setiap gaya ada masanya, dan setiap masa ada gayanya.

Gaya chat di era SMS

Saat aplikasi pesan instan belum sepopuler sekarang, SMS adalah jasa yang dipakai orang-orang untuk bertukar pesan. Tarifnya lumayan mahal kala itu. Sudah begitu, jumlah karakter ketikannya terbatas.

Tak heran pada masanya pengguna SMS siasati keterbatasan itu dengan menyingkat kata. Ditambah ada kartu seluler yang mengenakan tarif SMS per huruf. Makin singkat, makin hemat.

Mau bilang “Aku” disingkat jadi “Q”, “lo” jadi “L”, dan ucapan salam jadi cuma “Ass”. Belum apa-apa udah ngajak ribut karena bilang ‘pantat’ dalam bahasa Inggris.

Umumnya, hape yang digunakan saat itu masih pakai keypad dua belas tombol (di luar tombol navigasi). Kalau mau memunculkan huruf C pada layar, mesti menekan tombol 2 sebanyak tiga kali.

Anak muda yang gesit tentunya ingin segala sesuatunya cepat. Sementara proses pergantian huruf dari A ke B mayan makan waktu. Maka, selesai mengetik satu huruf, ia ubah mode capslock, lalu mengetik huruf berikutnya. Akibatnya, hasil ketikan jadi gede-kecil seperti bukan kaum terpelajar yang paham penggunaan huruf kecil dan huruf kapital.

Gaya chat di era aplikasi chat

Gaya ketikan mulai membaik seiring hadirnya keypad qwerty yang dimotori BlackBerry. Kini, satu huruf punya satu tombolnya sendiri. Tarif SMS masih belum murah, tapi bisa beralih ke aplikasi pesan instan bawaan hape. Tak ada alasan untuk menyingkat kata dan memakai huruf besar-kecil secara asal. Soalnya itu alay.

Jika SMS mesti mengetikkan BLS GPL (balas nggak pakai lama) di akhir pesan, BBM (Blackberry Messenger) memudahkan pengguna untuk mendesak balasan dengan fitur PING!. Lalu PING disingkat jadi cuma P. Tapi P di sini diulang beberapa kali sampai penerima merespons.

Selain BBM, banyak alternatif fitur chat lain seperti WeChat, KakaoTalk, dan LINE. Sebelumnya ada mig33, Mirc, dan Yahoo! Messenger. Ketika berkenalan dengan strangers di room chat lawas itu biasanya diawali dengan ASL PLS (age, sex, location, please). Ya, menanyakan umur, jenis kelamin, dan domisili. Yang nantinya jadi tidak relevan lagi ketika datang masa jayanya media sosial.

Gaya chat di era media sosial

Media sosial memuat informasi pribadi penggunanya. Jadi, yang mau kenalan sama orang tinggal menambahkannya jadi daftar teman. Lalu mulai berbincang-bincang dengan gaya bahasa kiwari.

Pada masanya, kita menggunakan kata kamseupay, ciyus miapah, atau cemungut eaaaa qaqa. Tapi jangan digunakan untuk sekarang karena itu sudah ketinggalan zaman.

Kita dituntut update gaya bahasa yang tren di media sosial. Seperti kata kerad sebagai plesetan kata keras. Santai jadi santuy. Slow jadi woles. Ada juga istilah nolep yang artinya no life untuk menggambarkan seseorang yang hidup tanpa meninggalkan rumah.

Media sosial banyak melahirkan kata dan istilah baru. Sebagian kata menghilang dari peredaran, sebagian lagi bertahan dan tetap relevan. Seperti kata kepo dan lebay. Ya karena sampai sekarang memang mayoritas netizen masih kepo dan lebay.

Gaya chat di era revolusi industri 4.0

Di era ini, teknologi perpesanan tidak hanya digunakan untuk ajang silaturahim, melainkan untuk berniaga. Chatting pun bisa dilakukan di aplikasi marketplace dan ojek online. Grup chat jadi tempat koordinasi urusan pekerjaan.

Di internet, pengguna aplikasi saling menyapa dengan sapaan “Gan” atau “Sis”. Tanda mereka terlibat dalam hubungan bisnis e-commerce. Bisa juga namanya memang Gandi dan Siska.

Aplikasi digunakan jika ada faedah dari fitur-fiturnya. Sudah begitu ada yang namanya pesan otomatis dan voice note. Jadi, tidak perlu repot mengetik. Contohnya, di grup komunitas driver taksi online, mereka menggunakan grup WhatsApp untuk berbalas voice note. Jadi histori chat di grup WA isinya voice note semua. Soalnya tangan mereka sibuk nyetir.

BACA JUGA Hey Customer Ojol, Driver Grab dan Gojek Itu Bukan Babu! atau ulasan lainnya di rubrik POJOKAN.

Exit mobile version