Dosen Abuse of Power Bukan Cuma Masalah buat Mahasiswa

Dosen yang manfaatin relasi kuasa tak seimbang juga kerap jadi masalah buat dosen lainnya.

MOJOK.COPermasalahan mahasiswa saat ketemu sama dosen yang abuse of power itu bukan masalah mereka sendiri. Ini problem komunal.

Kalau kamu bertanya, “Kapan ya model dosen yang abuse of power bakal punah?” maka sebagai seorang mantan mahasiswa yang kini punya banyak teman-teman dosen (karena saya juga ngajar sebagai dosen tamu btw), saya sih bisa katakan itu mustahil.

Sebagaimana segala macam profesi di seluruh dunia ini, karakter “oknum” memang selalu ada dan berlipat ganda. Orang-orang menyebalkan yang memanfaatkan relasi kuasa untuk melampiaskan posisinya untuk nyalah-nyalahin orang lain.

Bahkan, jika di urusan bidang penegakan hukum sampai urusan agama saja ada model manusia-manusia begitu ada, apalagi urusan “sepele” seperti dunia pendidikan. Termasuk juga dunia kampus yang akrab dengan embel-embel sekolah pembebasan.

Di jagat Twitter, hal ini kembali (((menyeruak))) ke permukaan. Beberapa tangkapan layar dari mahasiswa-mahasiswa yang sebel dengan kelakuan dosennya jadi bahan ghibah yang gurih dan menyenangkan.

Ya saya kira wajar sih kalau banyak mahasiswa yang sebel sampai ubun-ubun. Bayangin ngana diberi tugas hukuman disuruh bikin tugas PPT sampai belasan slide karena kesalahan yang nggak mashook. Atau sampai tindakan fisik seperti menyiram air karena tugas yang kamu kerjain kurang memuaskan.

Ada juga yang kena semprot karena memberi emotikon jempol. Hal yang dianggap dosen sebagai sesuatu yang tidak sopan. Buset. Monmaap ini, Pak. Itu bukan mahasiswa ente yang kurang sopan, tapi entenya yang mainnya kurang jauh.

Dulu ketika masih mahasiswa saya pun pernah mengalami problem yang sama, ketemu sama dosen yang abuse of power. Ini gejala umum sih. Bahkan kalau mau ada survei, saya yakin kok bahwa setiap kampus di Indonesia itu bakal ditemukan 1-10 persen dosen yang abuse of power.

Masalahnya, kalau kamu pikir itu jadi problem mahasiswa saja, wah kamu salah besar. Dosen abuse of power itu juga jadi masalah buat dosen-dosen lain. Bahkan tidak hanya dosen lain, tapi juga TU dan perangkat-perangkat kampusnya juga.

Selain mahasiswa, mereka yang terkena efek biasanya adalah dosen-dosen muda yang belum lama berkarier di kampusnya dan petugas TU yang ngatur jadwal atau presensi mahasiswa.

Ini sudah menjadi legenda hidup di banyak kampus. Dan kebetulan, saya membantu mengajar lebih dari satu kampus selama 3 tahunan ini, jadi cerita-cerita semacam ini sudah seperti foklor. Sudah jadi cerita rakyat. Sama-sama tahu, dan cuma bisa jadi bahan rasan-rasan kalau di kantin.

Tiap kampus secara spesifik punya masalah yang berbeda, tapi intisari problemnya ya sama: ada dosen senior nyebelin yang nggak bisa diapa-apain (baca: ditegur) karena koneksi dan senioritasnya.

Jadi ketika mahasiswa ada yang sambat ke dosen pembimbing akademiknya, dan si dosen cuma bilang, “Orangnya memang begitu,” maka bisa dipastikan dosen PA kamu itu juga pernah ngalamin hal yang sama kayak kamu.

Beberapa kelakuan yang menyebalkan beberapa di antaranya adalah soal jadwal ngajar kuliah. Untuk dosen-dosen senior semacam ini, mereka akan menggunakan kuasanya agar jadwal ngajarnya tidak ada yang ada di hari Jumat.

Kenapa begitu? Ya supaya nggak perlu berangkat ke kampus sejak hari Jumat. Jadi kan terasa weekend-nya jadi tiga hari: Jumat, Sabtu, Minggu.

Lah? Tunjangannya kan berkurang karena nggak ngampus di hari aktif kerja dong?

Untuk posisi dosen senior yang abuse of power seperti itu, hilang tunjangan sehari mah tidak masalah. Itu nggak sebanding lah. Persis kayak potongan gaji untuk Wakil Ketua KPK yang kemarinan itu. Nggak ngefek banyak.

Masalahnya, demi bisa mendapat keuntungan semacam itu, ada cara-cara yang cukup lucu dilakukan. Misalnya, jadwal sudah dibikin dan si dosen senior ini ada jadwal di hari Jumat, lalu tiba-tiba dosen senior ini akan minta ke dosen yang junior untuk tukeran jadwal.

Si dosen junior tentu tak bisa berbuat apa-apa, sekalipun—misalnya—jadwal ngajarnya di hari Jumat sudah penuh sekali.

Selain jadi problem bagi dosen lain, hal semacam ini juga jadi problem buat petugas TU atau petugas IT yang ngurusin siakad kampus. Mereka harus siap sedia rela disibukkan untuk hal-hal teknis pindah jadwal seperti ini.

Belum lagi kalau ketemu dosen yang gaptek dan malesan sama urusan administrasi. Petugas TU bisa dapat tugas tambahan untuk ngurusi presensi mahasiswa dan laporan perkuliahan si dosen. Ini hal biasa di lingkungan kampus. Alasannya masih sama: udah senior, nggak enak kalau mau ngebantah.

Belum dengan tugas-tugas kampus untuk menjadi pejabat kampus seperti kepala prodi atau sekretaris prodi. Di beberapa kampus, jabatan-jabatan semacam ini biasanya diserahkan ke dosen yang muda-muda. Alasannya sih biar dapat pengalaman. Padahal mah ya karena dosen senior malas saja untuk ngurusi pernak-pernik administrasi kampus.

Ini belum dengan permasalahan soal cara ngajar yang dikeluhkan mahasiswa (kayak sering kosong, atau tidak simpatik ketika berkomunikasi dengan mahasiswa). Dosen yang punya kedekatan lebih dengan mahasiswa biasanya malah yang kena imbasnya.

Ini bisa jadi problem dua arah bagi dosen yang lebih dekat sama mahasiswa. Mahasiswa mengeluhkan sikap dosen yang abuse of power, dan di sisi lain si dosen juga nggak bisa (lebih tepatnya nggak berani) negur karena yang mau ditegur jauh lebih senior.

Dan ketika keadaan sudah runyam sampai mahasiswa tidak mendapat titik temu setelah bertahun-tahun kayak gitu, mereka bakal mengumbar permasalahan ini di area media sosial bakal jadi keniscayaan.

Hal yang bagi saya secara personal tidak masalah dan sudah jadi hak mahasiswa. Asalkan (ini saran saja), kalau kamu masih jadi mahasiswanya lebih baik hati-hati. Jangan kelewat berani dengan menyebut namanya atau instansinya. Bisa jadi bumerang berbahaya. Hambok yaqin.

Beda soal kalau kamu sudah lulus. Itu sih terserah kamu. Meski ya tetep hati-hati juga.

Ingat, negeri ini masih ada undang-undang nggak asyik bernama UU ITE. Nggak seru juga kan, kalau urusan yang harusnya kelar di sidang skripsi jadi beralih ke sidang beneran?

BACA JUGA Jangan Berteman dengan Dosen Pembimbing Skripsi di Facebook, Serius Jangan! dan tulisan Ahmad Khadafi lainnya.

Exit mobile version