MOJOK.CO – Kalian pikir jadi orang yang suka pilih-pilih makanan itu pilihan, hah??? Kalau saya bisa reset kehidupan, saya ingin minta kepada Tuhan biar saya dilahirkan di Jepang supaya suka makan ikan. Dan supaya dijauhkan dari orang-orang yang suka ngomentarin cara orang makan kayak kalian. Eh.
Sudah hampir dua bulan lebih saya merasa galau sekali. Setiap hari, perasaan galau ini semakin menjadi-jadi, lalu mencapai puncaknya hari ini. Bukan, saya bukan galau karena kena quarter lyfe crises, atau galau diphp masnya. Yang bikin saya galau adalah… saya bingung hari ini mau makan apa…
Saya bosan sekali makan ayam. Ayam geprek, ayam krispi, ayam penyet, sop ayam, dan olahan-olahan ayam lainnya. Mungkin kalian akan bertanya-tanya, “yhaa terus??”
Yha itu masalahnya, satu-satunya makanan yang saya suka di dunia ini cuman ayam.
Saya nggak suka daging sapi, kambing, ikan, cumi, dan olahan laut lainnya. Ayam pun, yang saya makan hanya dagingnya aja. Kulit dan tulangnya (apalagi isi perutnya) tidak pernah saya sentuh sama sekali. Kadang, daging ayam pun, masih nggak saya makan, terutama ketika di dagingnya, masih ada warna merah-merahnya (biasanya di daging ayam kampung).
Kegalauan-bosan-makan-ayam-tapi-bingung-makan-apa ini juga saya sadari bikin orang-orang yang ngajak saya makan kesal sekali karena tiap ditanya, “mau makan apa?” saya cuman bisa jawab, “terserah, asal jangan daging, ikan, cumi, dll dll dll” yang ujung-ujungnya akan membawa kami makan ayam lagi. WQWQ.
Gara-gara kebiasaan saya pilih-pilih makanan ini, saya haqqul yaqqqqin orang-orang kantro (khususnya Mas Ali) sudah muak setahun penuh makan siang dengan menu ayam goreng/geprek karena harus selalu mengalah tiap memilih menu makan siang. Tentu saja mereka bisa saja memilih menu lain selain ayam seperti daging atau ikan, tapi nyatanya, mereka nggak pernah tega kalau harus lihat saya melas makan indomie sendirian ketika mereka pilih menu selain ayam. WQWQ.
Saya akhirnya nanya ke ibu saya, sejak kapan saya suka pilih-pilih makanan. Jawaban beliau cukup mencengangkan. Ternyata, sejak bayi, saya sudah pilih-pilih makanan. Katanya, saya cuman bisa makan dua hal, telur dan indomie.
Seketika saya jadi ngakak karena membayangkan ibu saya udah kayak Aa’ Burjo yang kerjaannya cuman masak telor dan indomie doang. Ibu bilang, saya baru bisa makan nasi ketika umur 2 tahun. Lalu, semakin besar, kebiasaan pilih-pilih makanan yang saya lakukan ini jadi semakin ekstrem.
Ibu saya bukannya tanpa usaha untuk bikin saya suka makan banyak hal. Segala cara sudah beliau coba, tapi seperti yang pepatah bilang, kriminal selalu lebih jago dari penegak hukum. Saya selalu punya cara untuk menghindari makan-makanan asing yang tidak saya sukai itu. Mulai dari menyembunyikannya di sela-sela sofa, sampai memasukan makanannya ke kantong celana untuk kemudian saya buang ketika ada kesempatan. Eh, itu nyambung nggak sama pepatahnya?
Saya nggak tahu apa yang bikin saya jadi orang yang suka pilih-pilih makanan kayak sekarang. Tapi saya ingat beberapa alasan kenapa saya nggak ingin makan jenis olahan tertentu.
Daging sapi dan daging kambing misalnya, saya nggak pernah nafsu makan keduanya setelah tanpa sengaja nonton mereka disembelih pas Qurban ketika saya kelas 1 SD. Saat itu, saya yang polos bertanya-tanya kenapa sapi dan kambing yang tidak punya salah dibunuh begitu saja :’( bahkan kejadian (((pembunuhan))) itu masih saya ingat sampai sekarang. Bagaimana si sapi disleding biar ngejungkel (?) lalu lehernya digorok sampai mengeluarkan suara aneh… Grook grook grook, suara yang sangat menyeramkan 🙁
Kalau alasan saya nggak mau makan ikan, ya karena ikan itu merepotkan! Ikan mas misalnya, banyak sekali durinya. Capek sekali misahin daging dan durinya. Saking capeknya, saya selalu pengin nangis ketika waktu kecil disuruh makan ikan. Ya ada sih ikan yang nggak kecil-kecil durinya dan nggak terlalu merepotkan kayak ikan laut. Tapi…jenis ikan ini saya nggak suka baunya, sama kayak makanan laut lainnya, akhirnya ya tetep nggak bisa saya makan.
Dan sialnya lagi, saya nggak bisa jadi vegan karena saya juga nggak suka sayuran karena rasanya seperti… Sayuran (?) Maksud saya, rasanya seperti… tumbuh-tumbuhan (?) Mbuh yo opo cara jelasinnya, pokoknya nggak enak. Titik!
Awalnya saya merasa nggak masalah-masalah amat sama kebiasaan pilih-pilih makanan ini. Maksud saya, saya jadi bisa lebih cepat kaya karena jadi hemat nggak harus beli daging yang notabene lebih mahal dari ayam. Tapiii, belakangan ini, kebiasaan pilih-pilih makanan jadi masalah karena semakin besar, semakin banyak orang yang mempermasalahkan itu.
Saya sampai capek disebut kurang gizi.
Saya juga tersinggung dengan iklan Bu Susi tentang makan ikan biar pintar. Saya nggak makan ikan tetap bisa pintar kok, Bu!!1!
Saya juga bosan dicap anak manja. Lalu dipaksa-paksa makan sesuatu yang nggak saya suka.
Dan saya juga bosan dibanding-bandingin sama teman-teman saya yang bisa makan segalanya.
Emangnya menurut kalian jadi orang yang suka pilih-pilih makanan itu pilihan hah??? Kalau bisa reset kehidupan, saya pasti akan minta Tuhan supaya saya dilahirkan di Jepang biar suka makan ikan—dan yang paling penting biar nggak ketemu kalian yang suka berisik ngomentarin cara saya makan!!1! Eh, maapin malah ngegas.
Aslinya, saya juga pengin berhenti jadi orang yang pilih-pilih makanan. Saya pengin juga bisa makan-makanan lain selain ayam.
Saya juga ingin merasakan sate klathak, tengkleng gajah, rawon, dan pepes ikan yang selama ini disebut-sebut makanan dari surga oleh orang-orang kantro.
Saya juga ingin berhenti buang-buang makanan ketika bertemu makanan yang tidak saya sukai di setiap nasi kotak yang saya jumpai. Setiap melihat sayur seperti capjae, lalapan, dan orak-arik tempe teri yang saya buang, saya merasa jadi orang yang paling berdosa karena tiba-tiba teringat orang-orang di Yaman yang sampai harus makan rumput karena nggak punya makanan :’(
Saya juga ingin berhenti cemas dan takut cuman makan nasi kerupuk tiap prasmanan yang menunya semur daging dan rendang 🙁
Dan terakhir, saya juga ingin berhenti mengecewakan orang-orang yang sudah repot-repot memasakan/membelikan saya makanan yang ternyata nggak saya sukai sama sekali 🙁 saya juga capek membohongi mereka dengan bilang saya suka makanannya padahal makanan itu ada di saku baju saya menunggu untuk saya buang ketika ada kesempatan 🙁 HAHAHAHA.
Tapi ya mau gimana lagi. Dikeluhkan juga nggak bikin saya tiba-tiba suka semua makanan. Lebih baik, lihat sisi baiknya aja. Kan katanya selalu ada satu hal yang bisa disyukuri dari setiap penderitaan yang kita rasakan (weis bijak).
Setidaknya, saya masih bisa makan rendang, empal, ikan cakalang, sop buntut, coto makasar, iga penyet, tengkleng, dan soto Betawi dalam bentuk Indomie.
Yhaa betul. Indomie. Satu-satunya makanan paling sempurna di dunia.
Ya nggak sempurna gimana, selain rasanya yang enak, variannya banyak, harganya yang murah, masaknya gampang, porsinya bikin kenyang dan yang paling penting, bisa dimakan setiap hari sampai….
….masuk rumah sakit karena lambungnya bermasalah gara-gara kebanyakan indomie! Hahaha.
Masya Allah, benar juga ya, saya baru sadar kalau Indomie ternyata nggak sesempurna itu. Memang sejatinya, hanya Allah saja lah yang Maha Sempurna. Eh ini kok endingnya malah jadi ceramah.