Dear Pak Jokowi, Soal Perppu KPK, Lebih Berat Mana: Suara Rakyat atau Suara DPR?

Dear Pak Jokowi, Soal Perppu KPK, Lebih Berat Mana: Suara Rakyat atau Suara DPR? MOJOK.CO

MOJOK.CODear Pak Jokowi, menurut Bapak, lebih berat mana, desakan anggota DPR atau suara rakyat untuk segera menerbitkan perppu KPK?

Herdaru Purnomo dari CNBC mengakhiri tulisannya yang berjudul “Apa Jokowi Berani Ikuti Suara Rakyat Keluarkan Perppu KPK?” dengan sebuah pertanyaan:

“Pertanyaannya, apakah Jokowi berani?”

Jawaban dari pertanyaan itu memang sangat berat. Saat ini, terkait penerbitan perppu KPK, Jokowi tengah berada dalam persimpangan jalan. Apakah mantan Gubernur DKI Jakarta itu takut kepada tekanan beberapa anggota DPR atau sudah siap mendengarkan suara rakyat?

Presiden Jokowi sudah diwantiwanti, diperingatkan, oleh Ketua PDIP Bidang Pemenangan Pemilu, Bambang “Pacul” Wuryanto. Jika berani menerbitkan perppu KPK, artinya Jokowi tidak menghormati DPR. Bambang Pacul juga menegaskan kalau anggota DPR punya otoritas sendiri. Pak Jokowi dipersilakan mengajukan pertimbangan perrpu KPK, tetapi DPR punya sikap sendiri.

“Kalau begitu bagaimana? Ya mohon maaf, Presiden enggak menghormati kami dong? Enggak menghormati kita bersama yang sudah membahas, Presiden dengan DPR,” kata Bambang Pacul seperti dikutip Kompas.

Dicoba saja belum, sudah kena tekel….

PDIP memang keras betul menolak keputusan Jokowi untuk mengeluarkan perppu KPK. Arteria Dahlan, Anggota Komisi Hukum dari Fraksi PDIP menegaskan, Jokowi tidak akan mungkin bisa mendorong perppu KPK karena tiga syaratnya tidak terpenuhi.

Adapun aturan menerbitkan perppu KPK tertera dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 22. Bunyinya:

Pasal 22

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

Terkait “ihwal kegentingan yang memaksa” memang tidak diatur secara jelas. Untuk soal ini, kita perlu mendengarkan penjelasan mantan ketua MK Mahfud MD. “Tidak dikaji, itu gampang, kan memang sudah agak genting sekarang, itu hak subjektif Presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu. Presiden menyatakan, ‘Keadaan masyarakat dan negara seperti ini, saya harus ambil tindakan.’ Itu bisa dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan itu.”

Jadi, Jokowi punya hak subjektif untuk menentukan bahwa saat ini keadaan sudah genting. Selama beberapa hari ini, baik mahasiswa, siswa SMK/SMA, rakyat turun ke jalan menyuarakan aspirasinya. Bentrokan terjadi, korban jiwa sudah jatuh, dan demonstrasi belum tampak akan mereda dalam waktu dekat. Keadaan memang menjurus ke arah genting jika Presiden terlalu lama mengulur waktu.

Oleh sebab itu, kalau direnungkan, yang sebetulnya mengganjal Jokowi menerbitkan perppu KPK hanya DPR saja. Tapi DPR malah menyarankan kita untuk “menikmati” dulu UU yang sudah jadi itu. “Apa ada kekosongan hukum? Apa demo mahasiswa itu suatu kegentingan memaksa? Itu jauh sekali dari pemenuhan unsur. UU yang sudah hadir, kita nikmati dulu undang-undangnya,” saran Arteria Dahlan seperti dikutip Tempo.

Mungkin Pak Arteria ini memandang UU KPK sebagai nasi goreng babat. Dicicip dulu, dipaksa kunyah meskipun babat yang digunakan sudah tidak layak masak, paksa ditelan saja karena sudah telanjur dimasak. Nggak ngehargain banget sih kalau sudah dimasakin nasi goreng babat kedaluwarsa, lalu tiba-tiba Jokowi bilang jangan dimakan dan ganti makan nasi sayur bening.

Tidak cuma PDIP, tetapi beberapa partai pendukung Jokowi juga menolak perppu KPK. Kompak betul ya, bapak dan ibu Anggota DPR ini. Coba selalu begitu. Kompak, kerja cepat, sehingga UU prioritas yang sudah mangkrak lima tahun bisa selesai.

Suara-suara keras yang bergaung dari dalam dari gedung wingit itu menekan Jokowi dari sisi kiri. Sementara itu, dari sisi kanan, suara-suara mahasiswa dan rakyat juga sama kuatnya. Suara mana yang lebih nyaring dan kuat menggoyang gendang telinga untuk kemudian mengetuk hati Jokowi?

Dear Pak Jokowi, sejujurnya, Pak, lebih berat mana sih, desakan anggota DPR atau suara rakyat yang sudah bergaung sejak lama? Saya kira, rakyat juga tidak akan membiarkan seorang pemimpin yang berani melawan suara-suara sumbang berjalan sendirian.

Jadi, Bapak mau mendengar yang mana?

BACA JUGA Prosedur Hukum untuk Membatalkan UU Kpk dan RUU yang Terburu-buru Lainnya atau artikel Yamadipati Seno lainnya.

Exit mobile version