Camkan Ini, Wahai Freelancer Garis Miring yang Anti Dengan Kerja Kantoran

pekerjaan-freelance-milenial

Siang tadi, saya bersama Pak Prayudi, dosen Komunikasi UPN veteran mengisi semacam talkshow kemahasiswaan yang dihelat oleh himpunan Mahasiswa program studi humas Universitas Diponegoro.

Sebelum dan setelah mengisi, saya berbincang banyak dengan Pak Prayudi, kami ngobrol tentang geliat dunia kerja utamanya bagi generasi muda khususnya para fresh graduate.

Dalam obrolan tersebut, kami sampai pada satu pembahasan tentang generasi muda jaman sekarang, ehm, atau yang bahasa kerennya: generasi milenial, yang cenderung tidak menyukai kantor.

Kantor identik dengan disiplin, identik dengan keteraturan kerja, identik dengan jam masuk kerja. Dan generasi milenial jaman sekarang cukup alergi dengan hal tersebut.

Stigma lain juga terbentuk atas orang-orang yang bekerja kantoran. Dari mulai sok-sokan, terlalu haus jabatan, tidak bisa berkarya, dan lain sebagainya. Potongan lirik lagu Fourtwnty malah mendeskripsikan dengan lebih kejam: “Seperti orang-orang berdasi yang gila ambisi…”

Kebencian, ehm, atau setidaknya, antipati pada iklim kantor ini begitu masif masuk dalam benak banyak anak muda. Terlebih bagi mereka para freelancer yang merasa punya keyakinan bisa bekerja dan mendapatkan uang tanpa bekerja kantoran.

Hal tersebut semakin menjadi-jadi tatkala dalam berbagai seminar motivasi, banyak motivator berbasis entrepreunership yang memberikan semacam dorongan untuk keluar dari kantor dan menciptakan usaha sendiri.

“Ikuti passionmu”, “keluarlah dari zona nyaman”, “bekerjalah sesuai hobimu,” dan narasi-narasi lainnya.

Nah, lantas, seburuk dan kekacau itukah kantor?

Tentu saja tidak, ada banyak alasan yang membuat kantor sebagai tempat yang layak bekerja, tempat yang nyaman untuk membangun karier, tempat yang kondusif untuk menjalani kehidupan.

Kantor adalah tempat paling tepat untuk memulai pengalaman

Ini yang jarang sekali dipahami oleh banyak freelancer muda. Kantor adalah tempat dimana banyak dinamika kerja terjadi.

Oke, menjadi seorang freelancer mungkin merupakan pilihan pekerjaan yang menyenangkan karena kau mungkin cukup mengerjakan satu bidang keahlian, dan itu bisa dipelajari lewat internet. Namun ada banyak ilmu yang mungkin hanya bisa didapatkan melalui kultur kerja kantor, dari mulai manajemen usaha, pengajuan proposal, pembahasan dana, lelang, tender, dan lain sebagainya.

Kantor adalah tempat yang tepat untuk merasakan pengalaman ditikung teman sendiri, bersaing dengan rekan satu meja, bertemu dengan orang-orang penjilat, serta pengalaman-pengalaman dunia kerja lainnya.

Pengalaman-pengalaman tersebut mutlat diperlukan, utamanya oleh orang yang kelak punya impian untuk membangun perusahaan.

Bekerja di kantor menyenangkan orang tua

Tak bisa dimungkiri, banyak orang tua yang cenderung punya kebanggaan tatkala anaknya bisa bekerja kantoran. Mungkin ini naif, sebab sebenarnya banyak pekerjaan yang menjanjikan uang lebih banyak ketimbang sekadar kerja kantoran, dan kadang orang tua sering tak tahu itu. Yang mereka tahu, kalau anaknya kerja kantoran, dengan pakaian necis, tidak panas-panasan, maka itulah puncak kebahagiaan bagi mereka.

Lantas, apakah salah ketika orang tua punya pandangan yang demikian? Sama sekali tidak. Dan bekerja di kantor dengan alasan demi membikin bangga orang tua (walau sekali lagi, dengan kebanggaan yang naif) tentu saja juga tak ada salahnya, bahkan sangat perlu.

Saya kenal beberapa orang yang punya usaha yang maju dan punya passive income sendiri, tapi ia tetap bekerja di kantor dengan gaji yang sebenarnya tak seberapa. Alasannya simpel, sebab kalau ia tak kerja di kantor, tetangganya akan mengira ia pengangguran, dan itu bikin sedih orang tuanya. Sehingga, ia tetap kerja di kantor, semata biar ia tetap dianggap punya pekerjaan dan bikin orang tuanya bangga.

Tak ada usaha yang besar tanpa kantor

Sekaya apa pun seorang freelancer dengan segenap proyek-proyek garapannya, akan selalu ada orang “kantor” yang lebih sukses. Sebab apa? Sebab semua yang kesuksesan kerja pasti akan bermuara menjadi kantor.

Misal Anda menjadi seorang pekerja freelance, membuat animasi, misalnya. Anda punya banyak klien. Semakin hari, jumlah klien semakin banyak. Anda kemudian kewalahan, lalu mulai merekrut karyawan.

Klien terus bertumbuh, sampai kemudian mendapatkan klien dari perusahaan besar. Mereka mensyaratkan legalitas. Pada akhirnya, Anda harus berubah menjadi sebuah usaha kecil, yang butuh kantor, yang punya beberapa karyawan, yang punya manajemen, yang butuh keteraturan bekerja, bukan lagi pekerjaan freelance yang hanya dikerjakan perseorangan dengan bebas dan sesuka hati.

Sekeren-kerennya freelancer, uangmu tetap dari orang kantor

Ini yang paling penting. Kau boleh merasa bangga menjadi seorang freelancer dan benci setengah mati dengan pekerjaan kantoran. Namun, perlu diingat, bahwa uangmu adalah uang dari kantor.

Kau boleh saja kaya dari adsense, tapi kau harus ingat, uang itu dari google, dan Google tentu saja “kantoran”. Kau boleh saja kaya dari graphicriver, codecanyon, photodune, atau produk Envato lainnya, tapi kau harus ingat, envato tentu saja “kantoran”. Kau boleh saja kaya dari 99design, namun kau harus ingat, 99design juga adalah “kantoran”.

Tak ada freelancer yang kaya tanpa andil orang-orang kantoran.

Exit mobile version