Pemilu 2024: Perang Dingin Jokowi vs Megawati Atas Nama Ganjar dan Puan Maharani

Misalnya, menang di Pemilu 2024 dan menjadi presiden, Ganjar Pranowo tetap akan dianggap sebagai traitor oleh PDIP.

Pemilu 2024 Perang Dingin Jokowi vs Megawati Atas Nama Ganjar dan Puan Maharani MOJOK.CO

Pemilu 2024 Perang Dingin Jokowi vs Megawati Atas Nama Ganjar dan Puan Maharani MOJOK.CO

MOJOK.COPemilu 2024 akan menjadi palagan 2 king maker; Megawati dan Jokowi dalam pertarungan sengit Puan Maharani dan Ganjar Pranowo. 

Ketua Umum PDIP, Megawati dan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, terkesan saling menunggu dalam menentukan sikap terkait siapa calon presiden pilihan mereka untuk Pemilu 2024. 

Jokowi, sejak beberapa bulan lalu, menekankan kepada barisan relawannya untuk tidak buru-buru alias ojo kesusu. Di sisi lain, Megawati, baru-baru ini, juga meminta kadernya untuk bersabar terkait siapa yang akan direstuinya sebagai calon presiden dari PDIP untuk Pemilu 2024. 

Dua sosok yang kerap dikaitkan dengan ambisi king maker ini, nampaknya, masih mencari momen yang tepat untuk bersikap. Terutama terkait 2 hal yang saling terkait satu sama lain. Sikap pertama, yang terkait dengan penentuan siapa calon presiden dari PDIP, akan menjelaskan sikap kedua, yakni sikap Megawati atas Jokowi dan sebaliknya. 

Katakanlah, misalnya, jika Megawati mengumumkan Puan Maharani sebagai calon presiden pilihan PDIP, maka akan segera membuka kotak pandora milik Jokowi. Apakah mantan Walikota Solo itu akan mendukung Puan, atau justru menentukan sikap juga dengan memberikan dukungan secara terbuka kepada salah satu bakal kandidat yang sedang ramai dibicarakan, katakanlah misalnya Ganjar Pranowo. Begitu pula sebaliknya. 

Jokowi vs Megawati: Siapa yang bergerak terlebih dahulu?

Jadi siapa saja yang berani bersikap terlebih dahulu, berpeluang membuka ruang pertarungan yang lebih frontal dan berisiko memecah loyalitas di dalam PDIP jelang Pemilu 2024. Jika Jokowi terlebih dahulu menentukan sikap atas pilihan politiknya, secara otomatis akan membuka kotak pandora pilihan politik Megawati. 

Jika Jokowi secara terbuka memberikan dukungan pada Ganjar Pranowo, misalnya, para loyalis Jokowi di dalam PDIP akan tersegregasi secara politik oleh loyalis Megawati dan Puan. Begitu pula sebaliknya. Inilah dilemanya saat ini, baik bagi Megawati maupun Jokowi, baik Puan Maharani maupun Ganjar Pranowo. 

Namun, pelan-pelan, exit strategy sudah mulai diambil Megawati. Puan sudah mulai melakukan silaturahmi politik ke beberapa pihak. Tujuannya sudah pasti untuk mendapatkan dukungan dari partai lain di satu sisi dan mengunci pergerakan politik Ganjar Pranowo di sisi lain. 

Saya menduga, Megawati akan menggunakan beberapa langkah untuk keluar dari kebuntuan ini tentu guna mendapatkan pihak ketiga atau aliansi politik. Pertama, untuk memperkuat basis instutusional atas pencalonan Puan Maharani demi Pemilu 2024.

Kedua, untuk memetakan pasangan politik yang kuat untuk Puan, yang bisa menyaingi Ganjar Pranowo dan yang tidak disukai Jokowi tentunya. Dan ketiga, tentu untuk meng-endorse Puan terlebih dahulu sebelum PDIP secara resmi meng-endorse-nya.

Kekuatan pihak ketiga

Jadi, dalam konteks inilah kita sebenarnya bisa memahami mengapa Puan Maharani memilih Surya Paloh sebagai tujuan silaturahmi pertama di Agustus 2022 lalu. Di satu sisi, Surya Paloh memiliki posisi politik tersendiri di dalam peta politik nasional kita karena berkapasitas melakukan terobosan politik yang bisa mengubah permainan. 

Namun, di sisi lain, secara politik, Surya Paloh juga cukup dekat dengan Jokowi. Pengaruh Surya Paloh tidak bisa diremehkan begitu saja. Konon, kabarnya, tangan ajaib Surya Paloh mampu menahan Menteri Pertanian agar tidak masuk ke dalam daftar nama yang di-reshuffle oleh Jokowi. 

Dengan kata lain, pilihan Megawati untuk mendorong Puan Maharani bersilaturahmi dengan Surya Paloh, yang notabene adalah endorser Anies Baswedan, merupakan langkah politik strategis yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa Megawati memang berbeda pilihan politik terkait calon presiden untuk Pemilu 2024.

Jika rumor tentang pemasangan Puan-Anies benar adanya dan benar-benar diumumkan oleh Nasdem di November 2022 nanti, langkah pertama Megawati nampaknya sudah berhasil, yakni menggunakan pihak ketiga untuk meng-endorse Puan Maharani. Langkah ini akan menjadi batu sandungan bagi Jokowi. Endorsement tersebut datang dari salah satu figur politik penting yang berada di belakang Pak Presiden sendiri selama ini. 

Dengan begitu, untuk sementara waktu, Megawati bisa terhindar dari konflik terbuka dengan Jokowi. Tapi, di sisi lain, kepentingan politiknya tetap bisa maju satu langkah dibanding Jokowi. Alias, seperti yang telah saya sampaikan pada tulisan sebelumnya, bahwa Puan berhasil merangsek 1 langkah dibanding Ganjar Pranowo. 

Alasan di balik strategi Mega demi Puan di Pemilu 2024

Lantas, apakah pilihan strategi Megawati dan Puan diambil tanpa sebab? Tentu ada sebabnya. Saya menduga, sikap tersebut adalah reaksi atas terobosan populis Jokowi. Akhir Agustus 2022 lalu, Jokowi mencoba memecah kebuntuan dengan cara menghimpun langsung aspirasi bakal calon presiden untuk Pemilu 2024 penerusnya via Musra alias Musyawarah Rakyat di Bandung dan konon akan berlanjut di Sulawesi dalam waktu dekat. 

Langkah Jokowi yang mencoba menggandeng langsung para pemilih dalam menentukan kandidat yang akan menggantikannya, saya kira, adalah gambaran dari sikapnya yang sudah mulai kurang sinkron dengan partai, terutama PDIP, terkait bakal calon presiden yang akan mereka usung di Pemilu 2024. 

Terobosan Jokowi memang cukup kreatif. Namun, nampaknya belum mampu mengubah peta besar pencapresan para kandidat untuk Pemilu 2024, karena tidak kompatibel dengan amanat perundang-undangan. Masalahnya, meski relawan dalam jumlah besar berhasil dihimpun, jika tidak terkoneksi segera dengan partai atau koalisi partai-partai, akan sulit untuk bergerak ke level selanjutnya. 

Menurut hemat saya, alangkah lebih baik bagi Jokowi, begitu pula Ganjar Pranowo, untuk segera menemukan pihak ketiga layaknya yang dilakukan Megawati. Jika Jokowi memang tidak mendukung Puan, tapi mendukung pihak lain, katakanlah Ganjar Pranowo, kebuntuan konstitusional ini harus diatasi segera. 

Jokowi bisa saja bermain halus untuk mendorong KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) segera mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai salah satu pilihan pertamanya untuk dimajukan sebagai capres di Pemilu 2024. Jika itu bisa terjadi, level permainan akan segera naik peringkat, tanpa seteru terbuka antara Jokowi dan Megawati.

Terobosan yang dibutuhkan Jokowi dan Ganjar

Memang, saat ini, KIB sedikit goyang setelah Suharso Monoarfa dilengserkan. Namun, dengan masuknya nama Ganjar ke dalam daftar capres utama KIB, akan sangat besar peluang mereka mendapatkan partai lain untuk jadi anggota koalisi baru karena KIB dinilai memiliki kandidat yang memiliki potensi menang cukup tinggi sekelas Ganjar Pranowo. 

Terobosan kepartaian semacam itu sangat diperlukan Jokowi dan Ganjar. Karena jika tidak, maka yang akan terus beradu urat syaraf adalah para pendukung Puan dan Ganjar Pranowo, seperti dalam kasus mencuatnya isu Dewan Kolonel vs Dewan Kopral. Padahal, di balik ingar bingar “dewan-dewanan” tersebut, ada “perang dingin” dan adu strategi antara dua king maker, yakni Megawati dan Jokowi.

Apakah kelak Ganjar berani ambil alih PDIP?

Sementara bagi Mega dan para loyalisnya, perjuangan untuk menjadikan Puan sebagai capres resmi PDIP akan menjadi opsi tak beralternatif. Meskipun, katakanlah misalnya gagal masuk ke istana, tapi dengan menjadikan Puan sebagai capres resmi PDIP akan membangun dukungan supersolid pada Puan di internal partai. Hal ini yang kemudian memungkinkan Puan untuk mengambil estafet kepemimpinan partai dari Megawati di kemudian hari. Artinya, trah Sukarno akan tetap berlanjut. 

Risikonya, PDIP diperkirakan akan menerima stigma dari para pendukung Ganjar dan pemilih pada umumnya sebagai partai yang tidak menyuarakan suara rakyat. Alasannya tiada yang lain karena mencalonkan kandidat yang kurang mendapat legitimasi publik via survei yang ada. 

Namun, di sisi lain, peluang Ganjar Pranowo untuk meraih pucuk pimpinan partai menjadi tertutup karena maju sebagai capres dari partai lain. Dengan kata lain, meskipun, misalnya, menang di Pemilu 2024 dan menjadi presiden, Ganjar tetap akan dianggap sebagai traitor oleh PDIP. Jelas, akan sangat diharamkan untuk menggantikan Megawati di kemudian hari.

BACA JUGA Ganjar Pranowo Harus Memilih, Tetap Bersama PDIP Tanpa Mencapres atau Mencapres Tanpa PDIP dan analisis panasnya Pemilu 2024 di rubrik ESAI.

Penulis: Jannus TH Siahaan

Editor: Yamadipati Seno

Exit mobile version