[elementor-template id="185990"]

Detik Demi Detik Menuju Pemilu 2024: Benarkah Menjadi Pesta Demokrasi Termahal di Dunia?

Penulis: Ahmad Effendi

Detik Demi Detik Menuju Pemilu 2024- Benarkah Menjadi Pesta Demokrasi Termahal di Dunia

Indonesia masuk tiga besar negara penyelenggara pemilu termahal di dunia setelah India dan Amerika pada 2019. Kini, DPR sudah menyepakati anggaran untuk KPU dan Bawaslu sekitar Rp100 triliun untuk Pemilu 2024. Apakah Indonesia berpotensi menggelar pesta demokrasi termahal di dunia melampaui Pemilu 2019?

Menghitung hari… detik demi detik

Masa ku nanti apa kan ada

Jelang cerita…. kisah yang panjang

Menghitung hari….

Petikan lirik lagu Krisdayanti di atas terdengar senada dalam hitungan mundur menuju Pemilu 2024. Bertepatan dengan Hari Valentine, pesta demokrasi ini tentu memakan biaya yang bombastis. Baik masing-masing caleg, parpol, maupun capres, bisa menghabiskan modal yang nilainya puluhan hingga ratusan miliar. Namun, buat apa saja duit sebanyak itu dan dari mana sumber dananya?

Anggota dewan pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menyebut Pemilu 2024 mendatang bakal menjadi “pesta demokrasi yang rumit”. Bagaimana tidak, KPU melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden, serta anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah (34 provinsi dan 514 kabupaten) secara serentak di tahun yang sama.

Secara rinci, agenda pada 14 Februari 2024 adalah pilpres dan pileg. Lalu pada 27 November 2024 agendanya pilkada atau pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakilnya.

Titi juga mengklaim bahwa Pemilu 2024 bakal menjadi pesta demokrasi termahal di dunia.

Lantas, berapa, sih, sebenarnya duit yang keluar dalam hajatan akbar ini?

Anggaran Pemilu 2024 naik tiga kali lipat

Fakta bahwa Indonesia menyelenggarakan salah satu pemilu termahal dan terbesar di dunia dapat kita ketahui melalui gepokan uang yang keluar. Pada gelaran Pemilu Indonesia 2019 lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan anggaran total Rp25 triliun, atau naik 60 persen dari tahun 2014 (Rp15 triliun). Pada Pemilu 2024, anggaran naik tiga kali lipat menjadi Rp76,6 triliun.

Sementara itu, anggaran Bawaslu untuk Pemilu 2024 mencapai Rp33,8 triliun. Sehingga total anggaran pemilu yang telah Komisi II DPR RI sepakati senilai Rp110,4 triliun. Nilai yang fantastis, bukan?

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyebut bahwa ada dua alasan mengapa anggaran Pemilu 2024 naik pesat. Pertama, karena penambahan honor kepada petugas pemilu di lapangan dan TPS. Sebelumnya, honor petugas sebesar Rp500 ribu. Saat ini, anggarannya per orang mencapai Rp1,5 juta. Kedua, penambahan anggaran juga karena pengadaan kantor sekretariat dan gudang untuk logistik.

“Jadi menurut saya apa yang dilakukan oleh teman-teman penyelenggara khususnya KPU masuk akal dan bisa diterima,” kata Doli, dikutip dari Merdeka, Senin (13/2/2023).

Mengingat bahwa Pemilu 2019 menuai korban jiwa yang tidak sedikit, yakni sebanyak 894 petugas pemilu meninggal dunia, Komisi II DPR meyakini bahwa anggaran pemilu yang minimalis sangat berisiko. Sehingga, DPR menyepakati kenaikan anggaran.

“Penambahan anggaran disetujui dengan tujuan peristiwa miris pada Pemilu 2019 tidak terulang lagi, jangan ada korban jiwa, apalagi petugas penyelenggara pemilu meninggal dunia akibat kelelahan,” jelas Junimart dikutip dari laman situs resmi DPR pada Selasa (14/2/2023).

Ongkos pemilu: India dan Amerika bersaing

Selain dana yang negara keluarkan via KPU dan Bawaslu, hamburan duit ini juga berasal dari para politisi yang maju sebagai kandidat capres-cawapres maupun caleg.

Kita tahu, baru-baru ini muncul kabar yang menunjukkan transaksi utang-piutang antara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno untuk kampanye politik di Pilgub DKI Jakarta 2017 silam. Dana yang Sandi pinjamkan ke Anies mencapai Rp50 miliar. Ini menunjukkan kepada kita bahwa biaya politik memang semahal itu.

Sebagai informasi, saat ini rekor “biaya politik termahal” masih dipegang Pemilu India 2019. Bagaimana tidak, ada total duit 7 miliar dolar AS atau setara Rp99 triliun yang dihabiskan para kandidat selama perhelatan.

Melansir Bloomberg, “duit pelicin” menjadi pengeluaran terbesar peserta pemilu India 2019. Setengah total anggaran ini dipakai 8.000 kandidat untuk memberikan uang tunai, emas, barang elektronik, bahkan ternak kepada calon pemilihnya. Selain itu, pengeluaran besar lain rata-rata dipakai untuk belanja iklan online di Facebook.

Sementara, jika ditilik dari ongkos yang dikeluarkan negara sebagai penyelenggara pemilu, Amerika menduduki peringkat satu disusul India sebagai negara dengan pemilu termahal berdasarkan APBN. Pada Pemilu 2020 pemerintah Amerika Serikat menggelontorkan anggaran sebesar 6,6 miliar dolar atau setara Rp96 triliun.

Berapa modal untuk nyaleg?

Indonesia tak perlu berkecil hati soal ongkos pemilu karena ada rekor biaya pemilu termahal di India dan Amerika. Tapi sepertinya Indonesia sanggup menyalip rekor mereka di Pemilu 2024. Karena DPR telah mengetok total anggaran yang mencapai 100 triliun.

Membahas modal caleg DPRD tingkat provinsi, rata-rata membutuhkan dana Rp750 juta hingga Rp4 miliar dalam pemilu. Sementara di tingkat kabupaten/kota, rata-rata menghabiskan Rp250 juta per caleg.

Kebanyakan dana ini untuk kegiatan kampanye—paling sering seperti menggelar konser musik atau sekadar pengajian dan sarasehan. Dana tersebut juga untuk pembiayaan atribut pendukung seperti banner dan baliho, yang selama kampanye nyaris unlimited bertebaran menjadi sampah visual.

Dengan perkiraan ada 50 ribu caleg DPRD dan 7.968 caleg DPR RI yang bertarung—dengan asumsi rata-rata mengeluarkan dana berkisar Rp250-500 juta per caleg—maka ada sekitar Rp30 triliun duit yang berputar. Ini belum menambahkan faktor mahar politik atau transaksi bawah tangan antara caleg pada parpolnya untuk memperebutkan kursi dan nomor urut.

Menurut pakar politik UGM, Mada Sukmajati, kondisi tersebut menjadi cerminan sistem politik candidate-centered campaigns. Artinya, sistem pemilu secara tidak langsung telah mendorong pembiayaan politik terpusat kepada pribadi kandidat, bukan pada parpol yang menaunginya.

Dengan demikian, pola tersebut telah menempatkan kandidat caleg dalam posisi mengurus sendiri ongkos tiket pencalonan beserta biaya kampanye yang menyertainya.

“Peran parpol tidak terlalu terlihat. Implikasinya nanti ke model perwakilan: sistem ini wakilnya rakyat, parpol, atau dirinya sendiri?” kata Mada, dikutip dari CNN Indonesia.

Mengingat politisi harus “nyari duit sendiri” sebagai biaya politik, dampaknya adalah politik transaksional (kongkalikong) yang bersifat koruptif. Alhasil, sama seperti India, politik uang pun terjadi di mana-mana mengingat politisi mau tidak mau harus terpilih untuk mengembalikan modal yang telah ia pinjam tersebut.

Mengutip laporan penelitian Burhanuddin dkk. berjudul “Politik Uang dan New Normal Dalam Pemilu Paska Orde Baru” (2019), menemukan bahwa dalam Pemilu 2019 mayoritas caleg melakukan money politic. Bahkan, dari pemetaannya, sebanyak 19,4 persen hingga 30,1 persen pemilih terlibat di dalamnya. Alhasil, Indonesia pun menjadi juara ke-3 peringkat pelaku politik uang di dunia setelah Uganda dan Benin.

Modal politik capres lebih ngeri

Jika caleg DPR RI rata-rata rogoh kocek hingga Rp4 miliar dan caleg DPRD Rp500 jutaan buat mahar politik, kandidat capres cawapres berkali-kali lebih besar. Berdasarkan data Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK), selama 2019 pasangan Prabowo-Sandi menghabiskan duit Rp213,2 miliar. Sementara Jokowi-Amin hampir tiga kali lipatnya, Rp606,7 miliar.

Bendahara Umum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Thomas Djiwandono, menyebut bahwa pengeluaran terbesar dana kampanye adalah untuk bahan kampanye paslon, rapat umum, hingga pertemuan tatap muka.

“Bahan kampanye di angka Rp60,8 miliar. Setelah itu pertemuan tatap muka Rp21 miliar, pembuatan desain alat peraga Rp8,8 miliar, dan sebagainya,” jelas Thomas kepada CNBC Indonesia, kala itu.

Sementara untuk penerimaan terbesar dana kampanye BPN Prabowo-Sandi, lanjut Thomas, berasal dari dana pribadi paslon. Di samping sumbangan dari kelompok, masyarakat, dan partai politik pengusung.

Di sisi lain, Bendahara Umum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin, Sakti Wahyu Trenggono, juga mengemukakan bahwa pengeluaran terbesar TKN adalah untuk biaya operasional, yaitu sebesar Rp597,9 miliar. Sementara untuk sumber dana, ia mengaku berasal dari pengusaha-pengusaha pendonor. Baik Jokowi maupun Ma’ruf Amin, sama sekali tidak merogok duit sepeser pun.

Meski biaya dari masing-masing timses paslon ini sudah cukup bombastis, parpol pun juga tak kalah boros demi memenangkan pemilu. PDIP menjadi partai yang memiliki pengeluaran dana kampanye terbesar, yakni Rp345,01 miliar.

Menyiapkan mental pasca Idul Fitri

Setahun menjelang Pemilu 2024, situasi politik masih cenderung stabil. Hanya ada sedikit huru-hara, perjanjian lawas yang muncul kembali, dan tentu manuver serta lobi-lobi politik. Jika mengamati jadwal tahapan pemilu, kemungkinan besar tensi mulai naik setelah Idul Fitri. Nama-nama caleg baru bermunculan di akhir April. Kandidat resmi capres cawapres baru ketahuan di Oktober mendatang.

Selanjutnya, masa kampanye akan mulai pada 28 November 2023 dan hanya berlangsung 75 hari. Menurut konsultan komunikasi politik Ipang Wahid, biaya kampanye capres untuk Pemilu 2024 bisa tembus 500 juta per hari.

Dengan perputaran uang yang begitu besar, iklim politik Indonesia berpotensi memanas. Jangan sampai rakyat menjadi tumbal dari percaturan di tingkat elite.

Sesuai dengan lirik lagu Menghitung Hari-nya Krisdayanti yang sedikit dimodifikasi, mari mengawal Pemilu 2024 dengan literasi politik yang kuat.

Menghitung hari… pundi demi pundi

Demokrasi ku nanti apa kan ada

Jelang cerita… pesta  yang panjang

Menghitung modal….

Profil Caleg Perempuan DIY

No Content Available
[elementor-template id="186018"]