Memahami Frenologi: Apa Betul Ukuran Kepala Menentukan Kepribadian Kita?

Memahami Frenologi: Apa Betul Ukuran Kepala Menentukan Kepribadian Kita? MOJOK.CO

MOJOK.COFrenologi masih dianggap sebagai pseudosains karena belum dapat dibuktikan kebenarannya secara metodologi ilmiah.

Pernahkah kita bertanya-tanya, kira-kira apakah bentuk kepala setiap manusia ini mengindikasikan sesuatu? Apakah betul mitos-mitos yang mengatakan bahwa orang yang memiliki kepala besar cenderung lebih pintar? Hanya karena adanya anggapan memiliki kapasitas otak yang lebih besar dibandingkan orang kebanyakan? Lantas, apakah betul ukuran kepala juga mengindikasikan kepribadian tertentu?

Ternyata, terkait hal ini, pernah dipelajari oleh pemikiran frenologi. Frenologi adalah pseudosains yang mempelajari studi soal karakter seseorang dengan mengukur tengkoraknya. Istilah ini berdasarkan bahasa Yunani kuno, yakni Phren yang artinya “pikiran” dan logo yang artinya “pengetahuan”. Dan pertama kali dikembangkan pada 1796 oleh dokter Franz Joseph Gall.

Menurut Historyofphrenology.org.uk, studi ini dilatarbelakangi pertama, adanya pemahaman bahwa otak merupakan organ di mana pikiran kita berada. Kedua, pikiran tersusun atas sejumlah besar kemampuan bawaan yang dibedakan. Ketiga, lantaran kemampuan bawaan ini dibedakan, maka dari itu, masing-masing kemampuan juga terletak di organ otak yang berbeda.

Asumsi tersebut tidak dapat dikatakan salah sepenuhnya. Karena, area otak memang benar memiliki fungsi spesifik yang berkaitan membentuk karakter psikologis maupun kepribadian kita. Misalnya saja, untuk mendeteksi emosi, ada beberapa bagian otak yang berfungsi soal ini dan tergabung dalam sistem limbik.

Dilansir dari Alodokter.com, sistem limbik sendiri memang bertanggung jawab atas emosi maupun perasaan kita. Bagian otak yang termasuk di dalam sistem ini antara lain hipotalamus (bagian dari talamus yang mengeluarkan hormon untuk mengatur fungsi emosi di dalam tubuh), amigdala (bagian otak yang aktif dalam menghasilkan perilaku agresif, seperti marah atau rasa takut), dan hipokampus (yang berfungsi untuk mengingat informasi baru, tapi menurut beberapa ahli juga berperan dalam ingatan jangka lama).

Akan tetapi, meskipun kenyataannya otak dan kepribadian kita ada kesinambungan, gagasan frenologi selanjutnya kemudian dipertanyakan. Gagasan keempat adalah, besarnya masing-masing organ menunjukkan kekuatannya dan kapasitas mental orang tersebut. Kelima, bentuk otak diberikan oleh perkembangan berbagai organ. Keenam, karena bentuk tengkorak mengakomodasi otak, maka dengan mengukur tengkorak seseorang dapat menemukan banyak informasi tentang karakteristik mental mereka.

Dengan alur gagasan yang demikian itu, maka prosedur utama dalam frenologi adalah dengan mengukur kepala atau tengkorak manusia dengan ketidakrataannya, seseorang dapat mengetahui perkembangan bagian otak tertentu yang memiliki fungsi berkenaan dengan bakat dan karakter khusus.

Meskipun klaim ini dianggap “agak meyakinkan”, sayangnya para ahli frenologi sendiri menarik kesimpulan soal ukuran tengkorak dan hubungannya dengan kepribadian tanpa memiliki dasar ilmiahnya. Hal itulah yang kemudian menjadikan gagasan ini dianggap sebagai pseudosains.

Ya, frenologi tidak dianggap sebagai disiplin studi yang serius dalam komunitas ilmiah. Pasalnya, selama pengembangan dan penciptaan teori-teori dasarnya, metode ilmiah tidak digunakan sama sekali untuk menjadi pembanding data-data yang diperoleh. Sementara itu, untuk dianggap ilmiah, harusnya data-data yang dikumpulkan selama studi tersebut harus diolah dengan metode eksperimen. Bukannya sekadar ilmu otak-atik-gathuk semata.

Sementara itu, ketika frenologi dites secara eksperimental, hasilnya ditemukan bahwa sebagian besar klaimnya tidak dapat didukung oleh sains. Sedihnya, hal tersebut hanya mentok di situ, tidak ada bahasan selanjutnya untuk membuktikan gagasan ini. Akibatnya, saat ini frenologi jadi kehilangan urgensinya dan justru digantikan oleh disiplin ilmu lain.

Meskipun dianggap sebagai pseudosains karena bermasalah secara metodologis, pemikiran frenologi ini ternyata memengaruhi psikiatri pada abad 19 dan neurosains modern. Bahkan asumsi-asumsi yang dijabarkan oleh Franz Joseph Gall menjadi sebuah langkah menuju pemahaman bidang keilmuan neuropsikologi. Pasalnya, frenologi adalah gagasan pertama yang berusaha mengaitkan perilaku psikologis dengan ukuran otak seseorang. (A/L)

BACA JUGA Bagaimana Film Anak ‘Iqro: My Universe’ Melawan Pseudosains dan Sekulerisme dalam Sains dan tulisan PENJASKES lainnya

Exit mobile version