Suzuki Satria, Legenda Penghancur Hubungan Orang Lain

Otomojok Satria FU - Mojok

Otomojok Satria FU - Mojok

NDX mungkin sudah menyuarakan seluruh memori kelam anak SMA dalam lagu “Kimcil Kelepon”, eh, Kepolen dengan lirik “ora Ninja ra oleh dicinta” dan “ora FU ora love you”.

Memori kelam itu polanya selalu sama, wanita yang kita pacari atau bribik pasti berbelok tajam ketika laki-laki yang memiliki kendaraan Suzuki Satria FU atau Kawasaki Ninja mendekat. Yamaha Vixion dan Honda CBR 150 memasuki bursa nikung belakangan. Saya pun punya memori sama tentang ditikung penunggang Satria dan Ninja. Tapi, nggak usah diceritain, kalau dibaca pacar ntar diinterogasi. Ehe.

Masa-masa SMP, yaitu tahun 2004—2005, adalah masa Suzuki Satria F kali pertama keluar. Dunia dragdragan saat itu berguncang dan saya yang masih SMP ikut terkagum-kagum. Membayangkan diri ini mengosakasik jalanan dengan motor 150 cc yang terlihat gagah membungkuk ala anak dragdragan saja sudah membuat bahagia, apalagi membelinya.

Tapi, ya mana berani minta beli karena saat itu mencicil Yamaha Jupiter MX saja sudah membuat keluarga menangis, apalagi Satria saat itu dibanderol 19 jutaan. Di Wonogiri baru sedikit yang punya, yang pertama beli adalah anak juragan telur. Kok tahu? Lha itu temannya Masku kok, ya jelas kenal.

Terlepas dari stereotip sebagai perebut pacar orang, motor ini memang spesial. Bodinya ramping dan ringan, namun punya tenaga galak dan responsif, desain yang intimidatif (apalagi untuk kelangsungan hubungan Anda), dan lincah. Teknologi DOHC (double overhead camshaft, intinya membuat tenaga lebih besar dan RPM lebih tinggi) yang disandangnya pada 2005 juga masih barang baru. Dan … radiatornya! Walau bentuknya mirip sarang lebah ternak, membayangkan mesin yang terhitung kecil dengan tenaga sebesar itu, sudah pasti radiatornya benar-benar mantap.

Meskipun tak berapa lama langsung disaingi Jupiter MX, penjualan Satria F150 tetap ada diatas, undaundi dengan Jupiter MX. Soalnya, Satria F sudah memakai cakram depan dan belakang. Dalam sekejap motor ini menjadi primadona dragdragan liar di Wonogiri.

Berbekal pengalaman sakit hati pacar ditikung pengendara Satria F, tahun 2014 saya punyai juga motor itu. Lebih tepatnya disuruh nerusin angsuran dari kakak saya. Begitu duduk di joknya, yang saya lakukan adalah menggebernya di RPM tinggi, menjajal teknologi DOHC yang kuat di putaran tinggi. Dan memang tidak mengecewakan. Ini motor tercepat di kelas 150 cc. Percayalah, jika Anda mencoba membalap Satria FU sementara Anda sendiri menunggang Vixion atau All New CBR 150R, Anda akan kecewa setengah mati. Tenaga motor ini juga jauh lebih gede bahkan dibanding motor baru macam CBR150R atau bahkan All New Vixion. Di masa KKN saya di Semanu, Gunungkidul yang sering saya habiskan dengan turun ke Yogya karena tidak rela ketinggalan The International Dota 2 Championship membuktikan kedigdayaan si Satria. Jalan Pathuk yang naik dan berkelok dilibas dengan mudah. Bahkan Semanu—Wonogiri (70 km) saya tempuh dalam waktu 35 menit saja.

Bagaimanapun, tiada gading yang tak retak. Berkebalikan dari citranya sebagai perebut wanita, motor ini nggak ada enak-enaknya ditunggangi. Jok tipis juga menurun akan membuat Anda dicurigai teman wanita yang hendak membonceng. “Hayo, main rem ya? Mau cari ena-ena?”

Memang sih bisa dipake mbathi, tapi ya nggak gitu juga kali. Dan setangnya yang begitu kecil, sejujurnya, adalah salah satu setang motor paling tidak enak dipakai. Kalau motor macam CBR 150R dan Vixion sih masih bisa diganti, tapi pada Satria, mengganti setang justru membuat makin tidak nyaman.

Peredam kejut depan memperparah segalanya. Motor ini memang bukan motor yang tahan pada lubang kecil atau jalan tidak mulus. Sedikit benturan bakal mengirim Anda jatuh atau paling tidak pegal linu ketika sampai di tujuan. Ukuran ban yang kecil juga membuat tumpakan motor makin tidak nyaman. Memang, secara estetika motor dengan ban kecil itu manis banget. Tapi, ketika yang Anda cari adalah kenyamanan, wajah menjadi nomor sekian. Yang tidak percaya silakan tanya Mbak Kalis.

Kekurangan paling menonjol pada Satria F adalah konsumsi bahan bakarnya yang benar-benar boros. Risiko motor balap. Satu liter hanya cukup untuk 30 km, jauh dari motor 150 cc rata-rata yang berada di kisaran 45—50 km per liter. Gempuran motor cc besar dengan teknologi injeksi membuat Satria F makin berkurang peminatnya. Memang, sekarang Satria F sudah mengaplikasikan injeksi. Tetapi, wahai Suzuki, semua sudah terlambat karena Vixion sudah melakukannya sejak 2007.

Satu lagi, ketika desain motor lain semakin bagus seiring waktu, Satria justru tidak. Mulai 2010, lampu depan Satria F yang merupakan keunggulannya dalam hal desain malah dihancurkan Suzuki sendiri. Bentuknya diubah menjadi lebih lebar. Komposisinya jadi aneh, bodi ramping + lampu lebar. CBR150R menjual desain tajam, R15 VVA mengubah bodi agar makin gahar, lho Satria malah bikin bodinya terlihat aneh. Padahal desain adalah pertimbangan penting sebelum membeli. Silakan lihat motor keluaran baru yang penjualannya tidak memuaskan, rata-rata desainnya tidak sebagus produk yang penjualannya meledak. Anomalinya cuma Nmax yang meski bodinya absurd, tapi penjualannya bagus.

Poin terakhir itu yang saya pikir membuat Satria tak lagi perlu dianggap sebagai motor pengancam hubungan. Cukup jadi kenangan bahwa pada masanya, rasa sakit anak muda hanya bisa disebabkan dua motor: Ninja dan Satria F.

Oh ya, pada 2016 motor Satria F itu saya jual. Dan Anda tahu penggantinya? Yak, CBR 150R …

… yang disikat maling itu. Baby!

Exit mobile version