Bias Gender dan Profesi pada Iklan Baris Jual Mobil Bekas

neno warisman Bias Gender dan Profesi pada Iklan Baris Jual Mobil Bekas mojok.co

neno warisman Bias Gender dan Profesi pada Iklan Baris Jual Mobil Bekas mojok.co

MOJOK.COMenurut penjual barang seken, mobil bekas dipakai perempuan adalah jaminan kualitas. Ya jelas nggak gitu dong.

Mungkin saat ini tren membaca, apalagi memasang, iklan baris di koran sudah menurun jauh apabila dibandingkan dengan beberapa tahun lalu. Dulu kalau orang ingin menjual sesuatu atau membuka menawarkan pekerjaan, di antara pikiran pertama yang muncuk pastilah memasang iklan baris di koran lokal. Begitu juga sebaliknya, bagi masyarakat yang ingin membeli barang atau mencari pekerjaan, rujukan pertama adalah iklan baris di koran.

Kalau kita kembali ke era iklan baris beberapa tahun yang lalu, bisa jadi Anda akrab dengan bias gender dan profesi di konten pariwara singkat ini. Khusus kali ini saya hanya akan membahas contoh-contoh bias gender dan profesi dalam iklan baris penjualan mobil bekas, berdasarkan pengalaman yang saya alami.

Bias gender dan profesi di iklan baris #1 Mobil bekas mahasiswi

Ini sudah seperti mantra ampuh bagi para penjual. Banyak para penjual mobil yang menambahkan kata tersebut dengan harapan bisa meyakinkan pembeli bahwa mobil bekas yang dijual masih bagus. Mungkin sebagian dari kita meyakini bahwa mahasiswi mempunyai citra yang rajin dan pintar dibandingkan mahasiswa. Kalau ini saya mengamini sih, banyak rekan perempuan kuliah saya lulus duluan. Beda dengan saya yang bisa lulus saja alhamdulillah.

Tetapi rajin dan pintar dalam hal akademik tak mesti sejalan dengan rajin dan pintar merawat mobil. Kalau orang kira mobil eks mahasiswi pasti lebih terawat, yang saya dapati berkebalikan. Ini pengalaman saya saat diminta membawa mobil tetangga. Tetangga saya ini perempuan dan mempunyai mobil yang dipakai sehari-hari untuk kuliah.

Saat itu saya yang duduk di SMA kelas 2–sudah 17 tahun dan punya SIM–diminta mengambil snack dan nasi kotak untuk pengajian. Mbak mahasiswi tetangga saya ini meminta tolong menyetirkan mobilnya. Kesan pertama saat menyetir mobilnya ialah kurang nyaman. Ada saja keluhan yang saya rasakan, seperti rem yang berdecit dan kampas kopling yang lumayan dalam. Sepertinya bannya juga kurang angin.

Benar saja, keesokan paginya mbak mahasiswi tetangga saya ini cerita kalau salah satu bannya ada yang bocor. Mungkin karena kemarin pas saya pakai bannya kurang angin sehingga mudah tertancap paku atau apalah. Jadi pemberian citra bahwa mobil bekas mahasiswi lebih terawat menurut saya agak bias.

Walaupun mungkin ada sebagian mobil bekas mahasiswi yang kondisinya memang terawat, sebenarnya lebih valid jika yang dianggap terawat adalah mobil bekas mahasiswa atau mahasiswi (alias apa pun gendernya) yang seorang pencinta otomotif.

Bias gender dan profesi di iklan baris #2 Mobil bekas ibu rumah tangga

Ini juga berdasarkan pengalaman saya sendiri. Mobil yang saya pakai sekarang adalah lungsuran dari kakak ipar perempuan yang biasa ia pakai untuk kegiatan sehari-hari.

Kondisi mobil setelah serah terima kunci ialah gagang pintu dalam tidak bisa dibuka. Selain itu ada banyak bekas dempul dan cat ulang di beberapa bagian bodi mobil karena kakak ipar saya ini beberapa kali menabrak dinding, pagar, dan mobil lain saat parkir.

Dari segi performa, saat mobil berjalan, gas agak ajrut-ajrutan alias tidak stabil. Ditambah rem yang kurang pakem dan juga air yang untuk membasuh wiper tidak bisa menyemprot ketika dimainkan. Akhirnya mobil ini harus dibawa ke bengkel agar saya tidak serasa mengemudikan Bom Bom Car. Pengalaman ini dengan seketika membuat saya tak percaya mobil bekas ibu rumah tangga pasti bagus. Coret.

Bias gender dan profesi di iklan baris #3 Mobil bekas dokter

Ini juga saya alami langsung, saat saya membeli mobil sebelum melungsur mobil bekas milik kakak ipar tadi. Lewat iklan baris, saya menemukan mobil ini: dijual, mobil eks dokter. Walaupun si penjual yang saya datangi malah pedagang kelontong, kata dia sih sebelumnya mobil tersebut dimiliki seorang dokter.

Sekilas saya amati mobil ini dari bodinya: masih mulus, juga mesinnya kering, padahal mobil tersebut sudah lumayan tua. Setelah deal harga dengan penjual, saya bawa pulanglah kendaraan itu.

Sampai di rumah, saya cek lagi bagian dashboard speedometer. Saya coba hitung jumlah total kilometer mobil tersebut dibagi dengan usia mobil. Menurut beberapa media otomotif, mobil dikatakan sehat kalau dalam 1 tahun berjalan maksimal 20.000 km. Hmmm… kok mobil yang saya beli ini rata-rata per tahun berjalan lebih dari 30.000 km? Saya jadi berprasangka buruk mobil ini mungkin memang bekas milik dokter, tapi oleh si dokter dijadikan mobil rental.

Anda boleh melihat faktor-faktor di atas sebagai panduan dalam memilih mobil bekas, tapi jangan jadikan yang utama karena yang boleh diutamakan dalam hidup ini hanya Allah. Saran saya, ketika membeli mobil bekas, tetaplah periksa fisik mobil, dari bodi, kondisi mesin, hingga jumlah kilometer yang sudah ditempuh. Kalau perlu bawa mekanik bengkel untuk dijadikan rujukan dalam menentukan pilihan.

BACA JUGA Berburu Mobil Bekas di Bawah 25 Jutaan untuk Kaum Low Budget dan ulasan otomotif di luar kotak lainnya di OTOMOJOK.

Exit mobile version