Bob Geldof adalah musisi legendaris asal Irlandia yang populer pada era 80-an. Tak hanya lewat musiknya, banyak orang yang mengenal Geldof sebagai aktivis yang gigih memperjuangkan kemanusiaan. Puncaknya, pada tahun 1985, Geldof menggagas konser amal bersejarah bertajuk Live Aid.
Konser Live Aid diadakan serentak di dua tempat, yaitu Stadion Wembley di London dan Stadion John F. Kennedy di Philadelphia. Di atas panggung, tampil sederet musisi ternama dan kelas dunia di zaman itu seperti Queen, U2, David Bowie, Elton John, dan Madonna. Tujuan konser itu yaitu menggalang dana untuk membantu jutaan rakyat Ethiopia yang dilanda kelaparan akibat kekeringan dan perang.
Live Aid menjadi fenomena global. Konser ini disiarkan secara langsung ke 150 negara dan ditonton oleh lebih dari 1 miliar orang. Dana yang terkumpul mencapai USD 127 juta, sebuah angka fantastis di masanya. Live Aid menjadi bukti nyata bahwa musik dapat menyatukan dunia dan menggerakkan aksi nyata untuk kemanusiaan.
Namun, di balik kesuksesan Live Aid, terdapat kisah pahit yang terjadi di Indonesia setelah konser berlangsung. Di tanah air, beredar kaset bajakan berisi rekaman konser Live Aid. Kaset ini diproduksi secara ilegal dan dijual dengan harga murah.
Parahnya lagi, kaset bajakan ini mencantumkan logo resmi Live Aid dan klaim bahwa keuntungan penjualannya akan disumbangkan ke Etiopia. Hal ini tentu saja memicu kemarahan Bob Geldof dan panitia Live Aid.
Seperti apa kisah ini menjadi isu nasional dan bikin geger masyarakat global di masa itu? Benarkah pembajakan memang sudah mengakar dalam kultur masyarakat Indonesia? Mengapa pemerintah masih saja kesulitan memberangus pembajakan di berbagai soal, termasuk pembajakan buku? Simak episode Jasmerah terbaru bersama Muhidin M. Dahlan kali ini.