Ruqyah: Mengalahkan Jin dengan Dakwah dan Semangkuk Bakso

Ruqyah, Mengalahkan Jin dengan Dakwah dan Semangkuk Bakso

Ruqyah, Mengalahkan Jin dengan Dakwah dan Semangkuk Bakso

MOJOK.COJin itu makhluk Tuhan. Mereka harus diperlakukan baik, meski kadang nggaplei saat mengajak seorang raqi (praktisi ruqyah) bernegosiasi.

Kedua paman saya, sebut saja Pakdhe Syam dan Paklik Nur, adalah seorang raqi (praktisi ruqyah) yang terbiasa menangani gangguan gaib dalam diri manusia, baik santet, jin dari laku tirakat atau khadam (jin pembantu) turunan dari leluhur setiap orang.

Sejak dulu, sebelum menjadi praktisi ruqyah, kedua paman saya memang hobi dengan dunia olah batin dan kanuragan. Karier olah batin dan kanuragan mereka dimulai sejak nyantri di salah satu pondok pesantren di daerah Rembang Timur sana. Berbagai laku tirakat macam puasa mutih, wirid, hizib dan keluar-masuk berbagai perguruan silat tenaga dalam, pernah mereka amalkan.

Pernah suatu ketika sebelum menjadi praktisi ruqyah, keduanya bergabung dengan Prana Sakti, perguruan bela diri tenaga dalam Islam yang cukup masyhur. Dalam perguruan ini, menurut penuturan Paklik Nur, anggota yang baru masuk diberi waktu seminggu untuk mengasah kepekaan (mencari khadam) dengan cara melangkah zigzag sembari menyebut “Allah… Allah…Allah”. Bagi Paklik Nur, tentu hal ini tidak sulit sebab dia sudah sering melakukan hal yang sama meski cara dan mediumnya berbeda.

Tetapi, di luar perkiraan, ketika semua anggota baru sudah menemukan kepekaan masing-masing, hingga hari terkhir, Paklik belum juga bisa merasakan ada khadam yang masuk dalam tubuhnya. Dia terus melangkah zigzag sembari mengalahkan keinginan untuk menyerah. Tiba-tiba, tubuh Paklik bergetar kuat. Ototnya menjadi kaku, terutama otot jarinya. Kemudian dia merangkak, mencakar tanah dengan kuat sambil mulutnya mengeram.

“Aku masih sadar, tapi tidak bisa mengendalikan tubuh. Aku juga masih bisa menyaksikan, banyak teman-teman anggota baru mengitariku dengan pandangan heran. Hingga mereka semua berhamburan, kecuali Pakdhemu, ketika kuku jariku menjadi hitam panjang dan punya taring putih yang juga panjang,” kenang Paklik saya.

Paklik Nur dibiarkan sendiri dengan kakaknya. Masih mencakar tanah dan mengaum keras, bak macan yang siap beradu. Benar, tubuh Paklik dikuasi oleh khadam macan putih. Khadam macan putih memang memiliki sifat menguasai emosi dan tenaga dalam, sebab ilmu ini adalah inti jiwa harimau.

Melihat adiknya yang dikuasai khadam, Pakdhe Syam tidak tinggal diam. Dia menantang Paklik Nur untuk berduel. “Jangan lawan orang lain, lawanmu cuma aku,” teriak Pakdhe Syam.

Menurut orang-orang yang melihat kejadian itu, keduanya berduel selama kurang lebih satu jam. Mereka bahkan bisa melompat jauh di atas kepala orang dewasa yang tengah berdiri. Jika Guru Besar mereka tak cepat datang, mungkin keduanya bisa bertempur hingga ada yang meninggal.

Selepas kejadian itu, Paklik Nur menjadi berwatak keras dan sulit mengontrol emosi, lebih-lebih jika ada orang yang mengusik diri dan keluarganya. Hal ini saya rasakan dan saksikan sendiri. Dia pernah bertengkar di depan mata saya ketika tim voli desa saya bertandang ke desa tetangga. “Kalau ngajak duel jangan di lapangan voli, ayo ke kuburan! Siapkan liang lahat, yang menang ngubur yang kalah!”

Jangankan berhadapan dengan musuh, saya yang ponakannya sendiri saja sering terkena imbasnya. Dia adalah guru nahwu di madrasah, bentakan dan hukuman ketika alpa menghafal beberapa bait nadhom imrithi berkali-kali saya rasakan.

Membuang khadam, menjadi praktisi ruqyah

Titik balik laku batin dan kanuragan kedua paman saya terjadi saat mereka memutuskan bergabung ke Jamiyah Ruqyah Aswaja (JRA), sayap dakwah Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU). JRA berfokus mendakwahkan Al-quran sebagai syifa’ (obat).

Di JRA, tidak seperti Pakdhe Syam yang langsung lolos menjadi seorang raqi, Paklik Nur harus berhadapan dengan khadam-nya yang berontak. JRA mengharuskan setiap praktisi ruqyah bersih dari segala khadam dan memurnikan niat.

Menurutnya, mengutip apa yang dikatakan gurunya, jika seorang raqi masih diikuti khadam akan berdampak buruk bagi jiwa dan raganya. Sebab portal seorang raqi akan mudah terbuka dan diserang oleh makhluk yang sedang dihadapi dalam tubuh pasiennya.

Di suatu pertemuan JRA, saat prosesi pembersihan, khadam Paklik saya tiba-tiba keluar dan melawan. Beruntung, Guru JRA melihat hal itu dan menyetop kontrasksi. “Untung ketahuan, kalau tidak, jadi bahan guyonan,” kata Paklik Nur.

Dari situ, Paklik Nur diharuskan untuk ruqyah mandiri selama 11 dengan ayat-ayat Al-quran dan beberapa wirid lain. Dia juga diharuskan mandi dengan kaki menempel di atas tanah. Selama 11 inilah masa sulit yang dia harus hadapi, bagaimana berlatih untuk mengendalikan diri ketika tiba-tiba khadam keluar karena berontak dan menata hati untuk ikhlas melepas semua hasil dari laku tirakat panjangnya.

Setiap hari, Paklik harus mengirim foto kepada gurunya untuk dideteksi, apakah jiwa dan raganya sudah tak dikuasai oleh khadam yang sudah lama mengikutinya. Kini Paklik sudah terbebas dari belenggu khadam dan mengaku lebih adem, tenang, serta tidak mudah emosi lagi.

Mendakwahi jin

Beberapa hari lalu, saat saya ngopi bersama kawan-kawan di kampung halaman, salah satu kawan karib saya bercerita jika akhir-akhir ini istrinya sakit dan di dalam rumah terasa sangat sumpek dan panas. Dia sempat beberapa kali membawa istrinya ke klinik, tetapi tak lekas sembuh.

Akhirnya, dia membawa istrinya ke rumah Pakdhe Syam.

“Baru sampai sudah ditanya, ‘Sampeyan ngamalin apa, Mas?’, lantas saya jawab saya dawam wirid sakran karangan Al Imam Al Habib Abu Bakar As Sakran.”

“Ini istri sampean tidak kuat terpapar khadam sampean. Sampean boleh mengamalkan itu, tapi jangan terlalu ‘kenceng’,” terang Pakdhe Syam.

Dalam prosesi ruqyah, JRA tidak mengajari praktisinya untuk melakukan mediumsasi, alih-alih kepada pasiennya sendiri. Tidak sedikit juga, praktisi yang menggunakan mediumisasi untuk menemukan buhul (sarana sihir). Ini sebenarnya tidak boleh, karena mediumisasi akan menambah dampak buruk bagi pasien karena portal gaib dalam dirinya bisa terbuka semakin lebar.

Tetapi dalam kasus istri kawan saya ini, tiba-tiba ada jin yang masuk ketika prosesi ruqyah dengan ayat-ayat Al-quran. Tentu saja dengan marah-marah.

“Kamu jangan ikut-ikut…,” ujar jin dalam tubuh istri kawan saya dengan bahasa Jawa.

“Kenapa saya tidak boleh ikut-ikut? Di sini bukan tempatmu. Kamu Islam atau tidak?”

Istri kawan saya hanya mengeram sambil melotot tajam ke arah Pakdhe Syam.

Pakdhe Syam bisa saja berlaku kasar kepada jin ini. Namun, jin adalah makhluk Allah yang juga harus diperlakukan sebaik mungkin. Menjinkan jin. Jangan sampai jin yang disakiti manusia, suatu saat membalas dendam kepada anak cucu di kemudian hari.

Sifat jin juga seperti manusia, ada yang sombong, rendah hati, jujur, dan pembohong. Satu hal yang saya dapat dari cerita Paklik Nur, berhadapan dengan jin jangan sampai minder. Sebab jin sering membuat kita down dengan gertakan dan ancaman.

“Kubunuh semua keturunanmu,” ancam jin.

“Sok keren. Yang membuat hidup dan mati cuma Gusti Allah. Coba tengok ke kiri, neraka sedang menunggumu,” gertak Pakdhe Syam di tengah proses ruqyah.

Sontak, kepala istri kawan saya menengok ke kiri. Tak berselang lama, tubuhnya terhuyung jatuh. Dia berteriak, menangis, dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ketakutan hebat.

“Kok nangis?” Tanya Pakdhe. “Coba sekarang lihat kananmu,”

Sambil tetap menutup wajahnya, istri kawan saya dibantu berdiri dan menoleh ke kanan. Perlahan dia membuaka telapak tangannya. Senyum semringah sekarang terkembang di bibirnya.

“Jika kamu ingin tempat yang seperti itu, sekarang kamu harus bersaksi bahwa Allah-lah yang memiliki kuasa atas dunia seisinya dan Muhammad adalah Nabi utusan Allah.”

Jin dalam tubuh istri kawan saya hanya terdiam. Tidak seperti tadi yang punya pride besar, kini dia menunduk. Jin ini tidak mau masuk Islam tetapi mau keluar dengan dua syarat, dibuatkan rumah yang megah dan diberi semangkuk bakso. Pakdhe saya pun tidak memaksa. Agama manusia tidak bisa dipaksakan. Pun begitu dengan jin. Hanya saja, permintaan semangkuk baksonya itu yang membuat orang yang mendengarnya bisa terkekeh.

Setelah dibuatkan rumah mewah dengan ayat Al-quran tertentu dan menyantap semangkuk bakso, akhirnya istri kawan saya muntah-muntah. Inilah proses jin itu keluar dari tubuh manusia. Tidak hanya dengan muntah, bisa juga jin keluar dari tubuh manusia melalui pori-pori kulit yang berkeringat, menguap, bahkan kentut.

Menjadi praktisi ruqyah tidak mudah. Sebagaimana dokter, mereka dituntut untuk memahami keluhan serta gejala, tepat mendiagnosa, mendeteksi lokasi penyakit, sehingga bisa menyimpulkan apakah ini medis atau non-medis dan kemudian obat atau tindakan apa yang seharusnya diberikan.

Saya pernah menanyakan, bagaimana seorang raqi mendiagnosa pasiennya kepada Paklik.

“Sebenarnya dari penuturan pasien, kita sudah tau ini gejala medis atau non. Pernah ada pasien dianggap stroke bertahun-tahun, ketika datang ke JRA ternyata ini tidak semata gangguan medis, melainkan ada unsur non-medisnya. Pasien ini dulunya menggeluti dunia perdukunan, bentengnya tidak kuat, sehingga dia diserang balik oleh bangsa jin. Efeknya seperti orang stroke,” jelas Paklik.

Orang yang terkena gangguan non-medis atau penyakit ain biasanya ditandai dengan ciri-ciri, kepala belakangnya sering pusing, punggung terasa berat, selalu was-was, dan lupa rakaat salat. Untuk yang terakhir, sudah dipastikan dia terkena penyakit ain.

Sejatinya, tidak ada penyakit non-medis yang tak bisa disembuhkan. Hanya saja, ada kasus yang cukup sulit untuk ditangani praktisi ruqyah, yaitu jika seseorang diikuti oleh banyak jin. Butuh waktu lama untuk menyembuhkannya.

Selain itu, seorang raqi harus bisa menjamin benteng kuat saat melakukan pengobatan. Jangan sampai di tengah-tengah ruqyah, ada serangan lain atau sihir yang menyerang.

“Semuanya ada di Al-quran, ayat apa yang digunakan untuk membuat benteng, memutus jin dari leluhur, bahkan sampai ayat untuk membakar jin. Jin itu biasanya lebih berani menggertak manusia jika diajak negosiasi, dalam hal ini tentu saja kita perlu tiru mulut politisi untuk bernegosiasi dengan jin,” pungkas Paklik sambil tersenyum.

BACA JUGA Doa Bapa Kami, Doa Malam Keluarga Jin: Ketika Tembok Belakang Rumah Memotong Makam Menjadi 2 dan cerita bertarung dengan jin lainnya di rubrik MALAM JUMAT.

Exit mobile version