Kucing di Pondok KKN

Kucing di Pondok KKN MOJOK.CO

Kucing di Pondok KKN MOJOK.CO

MOJOK.CODua kali saya jadi korban teror di pondok KKN. Ketukan di jendela pondokan itu setia menemani malam-malam penuh rasa cemas di tengah desa.

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca thread milik akun Twitter @simpleman mengenai suara ketukan 3 kali. Katanya sih, ketukan 3 kali menandakan detik-detik “mereka” menampakkan diri. Yung, dadi merinding aku. Ya gimana ya, saya langsung teringat lagi sama kucing di pondokan KKN. Memang benar kata orang, tanpa bumbu-bumbu horor, rasanya memang belum bisa disebut KKN.

Sebelum KKN, biasanya kami melakukan survei pondokan, sekaligus berkenalan dengan warga. Nah, saya sempat mendengar cerita dari kelompok lain tentang betapa menyeramkan posko mereka. Kalau dilihat dari depan, sih, memang tampilan posko mereka agak spooky.

Sementara itu, pondokan KKN kelompok saya sama sekali nggak menyeramkan. Kayak asrama biasa, terlihat damai, dan ada kucing yang tinggal di sana. Namun, yang terlihat baik di depan nggak menjamin isi hatinya. Aduh, kelepasan kelingan sing mbiyen-mbiyen.

Suatu malam, sekitar pukul 02.00, saya terbangun. Pondokan KKN sepi banget. Semua teman-teman saya sudah tertidur. Teman-teman saya ini memang agak kurang ajar. Kalau mereka yang terbangun, pasti seisi pondokan bisa terbangun semua. Grasak-grusuk, nginjek kaki, membanting pintu. Bangun tidur udah kayak pesilat aja.

Giliran saya yang bangun, eh nggak ada yang ikut terbangun. Jadilah malam itu saya bengong sendirian. Lagi ngecek hape, kok ya malah terdengar suara ketukan. Awalnya sekali aja.

Tok….

Saya cuek. Eh, diketuk lagi.

Tok…. 

Ketukannya makin kencang.

Tok… Tok… Tok….

Suara ketukan itu saya yakin berasal dari jendela kayu di ruang tamu pondokan KKN. Anehnya, teman-teman saya nggak ada yang bangun. Bahkan, teman saya yang tidur di luar, persis di bawah jendela kayu yang diketuk-ketuk itu juga nggak bangun.

Padahal ya, suara ketukannya keras banget. Saya pikir ada lindu.

Saya sudah menyiapkan kuda-kuda untuk berlari secepat kilat dan menendang semua teman-teman biar terbangun. Kalau ada gempa kan sebaiknya segera keluar dari bangunan.

Namu, sejenak saya malah merenung. Berpikir serasional mungkin dan memutuskan langkah apa yang paling tepat dan nggak bikin repot saya sendiri. Benar, tidur kembali. Problem solved.

Besok malamnya, giliran teman saya yang “jadi korban” ketukan di pondok KKN.

“Mbak Bul! Mbak Bul! Banguuun! Itu ada suara yang ngetuk-ngetuk.” Iya, karena blasteran, saya dipanggil Mbak Bule.

Nah, anehnya, kalini saya nggak mendengar suara ketukan itu. Teman saya ngeyel. Katanya, suara ketukan itu terdengar keras banget. Kayak orang lagi masang paku ke kayu. Pikiran aneh muncul di kepala saya. Semalam kan saya yang jadi korban, malam ini giliran teman saya. Jadi, yang bisa dengar ketukan itu cuma mereka yang jadi sasaran a.k.a korban.

Saya nggak mau repot dan nggak mau berurusan sama demit di pondokan KKN. Saya memberi saran paling rasional ke teman saya itu.

Turu, Cuk! Ngantuk aku.

Saya berkata begitu sambil celingukan. Agak takut juga. Muka teman saya jadi pucat. Saya tarik selimut dan kembali tidur. Teman saya nggak punya pilihan lain selain mengikuti tingkah saya.

Dapurane Sempak!

Teror itu ketukan itu terjadi selama 3 malam berturut-turut. Besoknya, 2 orang teman saya yang tidur di luar berlari ketakutan masuk kamar dan menendang semua orang yang sudah tidur.

“ASU KUWI SUARA OPO!”

Teman saya panik sambil menendang teman di sebelah saya.

“Asem, Cuk! Ngaliho meh turu aku. Geser-geser, wedi tenan aku.”

Kelompok KKN kami dibuat geger oleh teror ketukan dan korbannya sudah empat orang. Teman-teman saya yang belum menjadi korban suara ketukan maut itu memilih untuk tidur menggunakan earphone. Sebuah pilihan yang salah.

Malam harinya, mereka yang menggunakan earphone yang jadi korban. Katanya, suara ketukan itu sampai masuk ke earphone dan bikin lagu yang lagi didengerin mendadak mati. Mereka semua langsung bangun dan memberi tanda dengan pandangan mata.

Tok… tok… tok….

Makin heboh malam itu.

“Kowe le bukake pintu!”

“Ojo dibuka, Cuk! Nek ngerti-ngerti ra ana sopo-sopo piye? Kancingi wae!”

Nah ini saya yang nyeletuk. Maklum, nggak mau ribet, sama nggak mau jadi tumbal.

Namun, nggak lama, terdengar suara teman saya misuh-misuh dari luar,

“Bajigur, Cuk! Iki aku! Jarene keluarga! Aku malah dikancingi ngene. Aku ki bar adhus!

“Kowe ngopo ora lewat lawang mburi?”

Tanya saya untuk memastikan bahwa dirinya “benar-benar” teman saya.

“Mbok kancingi kabeh lawange, Su!”

Kami semua saling pandang lalu tertawa terbahak-bahak. Memang, teman saya satu agak unik, suka mandi tengah malam sambil membawa senter. Saya sempat mengira dia adalah pengikut sekte babi ngepet.

Saya membuka pintu belakang dan teman saya masuk masih sambil misuh-misuh. Ketika suasana agak reda, teman saya yang pakai earphone nyeletuk.

“Kalau cuma ketukan di pintu biasa, kok sampai bisa masuk earphone?”

Belum juga ada yang menjawab pertanyaan itu. Bunyi ketukan dari jendela ruang tamu pondok KKN terdengar. Kali ini ketukannya agak cepat.

Tok… tok… tok….

Setelah bunyi ketukan itu, dari pintu belakang, seekor kucing berlari masuk. Kaami semua kaget karena kucing itu berlari sangat cepat dan menabrak kaki salah satu teman kami. Nggak mau pikir panjang, kami semua meringkuk dalam selimut dan mencoba tidur.

Pagi harinya, kami melaporkan kejadian itu kepada Pak Dukuh. Kebetulan, beliau yang punya pondokan KKN ini. Pak Dukuh malah heran ada kejadian seperti itu. Katanya, mungkin kucingnya itu yang iseng. Mukul-mukul jendela.

Sebuah jawaban yang sangat cerdas dari Bapak Dukuh. Saya yakin, 10 tahun lagi, dukuh ini bakal jadi negara sendiri dan menjadi rival Sunda Empire.

Yah, sisi positifnya, selama beberapa hari, gangguan itu nggak terjadi lagi. Kami sampai curiga jangan-jangan Pak Dukuh yang iseng ketuk jendela. Macam Atta Bledeg. Bikin prank. Tapi kami buang jauh kecurigaan itu karena kalau kalian lihat tampang Pak Dukuh kami, rasa-rasanya mau bikin prank itu nggak bakal kepikiran.

Beberapa hari berlalu dengan tenang. Kami bisa menjalankan program KKN dengan lancar. Suatu malam, kami berencana untuk ngopi di tempat favorit kami, yaitu warung pecel lele yang sebelahan sama angkringan. Fancy banget, kan.

Semua ikut berangkat kecuali satu teman saya. Katanya dia mau telfonan sama pacarnya. Dia nitip nasi lele sama sambal aja. Dasar bucin. Bikin kepingin. Saya kapan bisa begitu ya Allah.

Tentu saja kami dengan senang hati meninggalkannya di pondokan KKN. Sekalian jaga barang-barang. Kami menikmati our time yang berharga ini sambil menyesap es kopi sastean dan makan nasi telur sambal bawang. Murah meriah.

Lagi asik gibahin Pak Dukuh, hape kami semua bunyi. Ada notif pesan di grup Line KKN kami. Gini bentuk pesannya:

“P P P P P P P P”

“Cuk, tulung aku krungu suara didodoki.”

“Tak cek e.”

“Cuk, pintune tak buka ra ana sopo-sopo”

“Cuk aku wediiiii. Ndang baliiiiiiiii”

“P P P P P P P P”

Kami langsung mencelat kembali ke pondokan KKN. Sesampainya di sana, muka si bucin ini sudah pucat pasi dan dredeg kringat dingin. Seekor kucing lagi-lagi masuk ke rumah sambil berlari. Ini kucing hobi banget lari-larian udah merasa kayak Usain Bolt kayaknya. Yah, saya kira teror itu sudah berakhir. Malamnya, kami kembali tidur ramai-ramai.

Empat hari berlangsung dengan damai. Malam-malam yang sepi terasa biasa saja. Teror tidak lagi terjadi. Kami nggak lagi tidur ramai-ramai jadi satu.

Hari kelima setelah “genjatan senjata”, eh teror itu balik lagi. Balik saya lagi yang jadi korban.

Malam itu, saya mendengar suara gaduh dari ruang tamu pondokan KKN. Kayak ada mbak-mbak lagi mainan sama kucing. Saya nggak mau peduli. Namun, kok lama-lama ada yang aneh. Suara yang saya dengar dari ruang tamu itu persis banget kayak suara saya.

LHO, ITU KAN SUARAKU SENDIRI.

Suaranya bisa benar-benar persis seperti suara saya ketika bermain kucing,

“Puss… puss… sini pusss….”

FAKKK!

Saya merinding. Tiba-tiba hape saya berbunyi. Sebuah pesan dari teman di kamar sebelah. Dia juga mendengar suara yang sama.

“Bul, kowe ngopo to ora turu malah dolanan kucing.”

“Bajilak, kuwi udu aku, Cuk! Aku ket mau ning kamar.”

NJUK KUWI SOPO, SU!

BACA JUGA Ringkasan Cerita ‘KKN di Desa Penari’ buat Para Pemalas dan Penakut dan cerita horor lainnya di rubrik MALAM JUMAT.

Exit mobile version