Sebagian dari kita sejak kecil tumbuh dekat dengan orang tua. Tak jarang kita telah menganggap orang tua layaknya sahabat sendiri. Orang tua dapat kita jadikan tempat mencurahkan segala sesuatu tanpa terhalang apapun. Mengenai apa saja masalah kita hari ini, bagaimana hubungan kita dengan teman-teman di sekolah, hingga mengenai sosok yang kita sukai. Semuanya akan terjadi jika hubungan kita dengan orang tua kita memang harmonis, tetapi bagaimana jika keadaan ini berbalik? Orang tua yang menganggap anak sendiri sebagai temannya dan menceritakan hal apapun yang sedang mereka alami. Kira-kira pas atau enggak, ya?
Pada masa tumbuh kembang anak, komunikasi dengan orang tua tentu menjadi salah satu hal yang paling utama. Tak sedikit juga nasehat dan perkataan dari orang tua yang masih saya jadikan prinsip hingga kini. Contohnya yaitu tips memilih pasangan yang enggak pelit, jangan lupa meminta surat tilang jika ditilang polisi, hingga keharusan melanjutkan pendidikan dan enggak perlu pusing lantaran belum bisa memasak sebagai perempuan. Itu karena Ibu bilang nanti saya juga bisa masak sendiri.
Akan tetapi, di antara komunikasi orang tua dan anak yang telah dibangun sejak kecil, tak sedikit juga yang dapat mengantarkan anak pada depresi.
Seorang psikolog dalam video TikTok-nya menjelaskan berbagai macam hal yang seharusnya tak diceritakan orang tua kepada anak. Salah satu penyebabnya adalah banyak anak di bawah umur yang belum siap menerima bentuk komunikasi tertentu. Sebagai permisalan, ada orang tua yang mendidik dengan cara sharing pelbagai permasalahan pada anak, sedang mental anak belum siap dijejali hal-hal tersebut.
Lantas apa sajakah hal-hal yang seharusnya tidak kita komunikasikan kepada anak sejak dini? Simak tulisan ini hingga akhir.
#1 Permasalahan keuangan yang sedang dialami
Saya yakin enggak sedikit orang tua yang terlalu blak-blakan menceritakan segala permasalahannya ke anak, termasuk soal keuangan. Ketika kita merajuk minta dibelikan mainan, tak jarang orang tua bilang, “Ibu lagi enggak punya uang,” disertai alasan-alasan lainnya.
Bayangkan seandainya orang tua sampai membocorkan segala permasalahan finansial yang sedang dialami keluarga. “Ibu aja habis utang tetangga buat bayar sekolah kamu, buat makan besok susah, masih aja minta mainan.” Apa enggak ambyar?
Adakalanya orang tua menganjurkan dan membimbing si anak untuk menabung sejak dini, serta untuk mulai menulis rincian anggaran sejak anaknya memahami ilmu hitung dengan baik. Mencatat pengeluaran dan pemasukan per hari dengan jujur di sebuah buku tulis atau file Excel juga mengajarkan keterbukaan terhadap satu sama lain. Baik orang tua maupun anak menjadi lebih berpikir sebelum mengambil sebuah keputusan.
#2 Permasalahan dengan pasangan
Kasus ini tentu sering terjadi. Banyak orang tua yang sengaja menceritakan permasalahannya dengan pasangan agar anak ikut membenci salah satunya. Apa enggak pusing?
Anak yang masih di bawah umur tentu belum dapat bersikap bijak, apalagi memberi nasihat. Apa yang dapat orang tua harapkan selain ia tumbuh dewasa dengan membenci salah satunya?
Saya juga memiliki seorang teman yang tumbuh dengan orang tua yang menceritakan segala keresahan pada pasangannya. “Bapakmu itu, lo, enggak pernah menafkahi Ibu” atau “Ibumu itu jadi istri enggak pernah bisa diatur.” Tumbuh sejak kecil dengan hal-hal tersebut tentu membuatnya tak nyaman.
Alhasil, teman saya hingga kini kesulitan mendapat pasangan. Dia memiliki trust issues terhadap suatu hubungan. Yang lebih menyebalkan lagi, setelah dia tumbuh dewasa dan membenci salah satu dari orang tuanya. Ibunya berkata, “Jangan gitu, Nak. Gitu-gitu juga masih bapakmu.” Lhadalah, piye to kih?
#3 Memperlakukan anak seperti therapist
Anak memang masih memiliki jiwa yang murni. Bersih, bening, dan belum ternoda. Sepatutnya orang tua tak lantas membagi masalah yang membuat anak sedih, lebih-lebih mengharapkan anak dapat memberi solusi dan kata-kata bijak. Anak-anak hanyalah anak-anak.
Ekspektasi terhadap anak yang dapat mendengarkan permasalahan orang tua dengan seksama terasa kurang realistis dan enggak masuk akal. Yang ada, anak hanya bisa ikutan sedih dan merasa bertanggung jawab membantu orang tua yang sedang ditimpa kesedihan. Tatkala si anak memberi masukan ala kadarnya demi membantu orang tua, orang tuanya bilang, “Tahu apa kamu? Kamu itu masih kecil.” Duh, jadi serba salah, ‘kan?
Sebenarnya memang tak mudah bagi orang tua untuk menceritakan permasalahan mereka kepada anak, apalagi jika masih dalam keadaan emosional. Kita tahu betapa sulitnya mengendalikan ego pribadi untuk menceritakan kronologis masalah secara objektif. Salah satu cara yang cukup manjur untuk membangun keharmonisan sebuah keluarga yakni membiasakan diri untuk makan bersama, sebisa mungkin duduk di meja makan tiap waktu sarapan, makan siang, dan makan malam. Jikalau belum sanggup untuk melakukan ini secara rutin, setidaknya luangkan waktu sekali saja tiap hari dengan menggunakan video call atau telepon bagi anggota keluarga yang tidak bisa hadir saat itu. Hal ini juga merangsang keterbukaan antar anggota keluarga, bahkan sekadar membahas hal-hal sepele, seperti apa yang kita rasakan hari ini, ada kejadian apa saja dalam sehari, besok menu makan kita apa, dan sebagainya. Saya yakin cara seperti ini membangun kepercayaan anak terhadap orang tua, demikian pula sebaliknya.
Terlepas dari poin-poin yang telah saya bahas, saya yakin orang tua mana pun pasti tidak ada yang memiliki niat buruk terhadap anaknya. Seorang alumnus magister profesi psikologi klinis yang bernama Gracia Ivonika menjelaskan tata cara yang harus diperhatikan orang tua saat hendak curhat ke anak. Di antaranya adalah memilih topik yang sesuai, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, serta memperhatikan usia dan kemampuan anak. Tak kalah penting, orang tua sebaiknya menceritakan cara penyelesaian masalah tersebut agar anak dapat mempelajari problem solving dengan baik.
Bukankah indah kalau komunikasi orang tua dan anak terjalin dengan baik? Orang tua tak hanya dapat sharing ke anak, namun juga mendidik anak untuk memecahkan masalah di masa depan. Curhat dengan memperhatikan topik dan tata cara yang baik tentu dapat menyelamatkan mental si anak di kemudian hari. Semoga tak ada lagi anak yang tumbuh dengan ketakutan-ketakutan yang mengganggu mentalnya hingga dewasa. Parenting yang sehat tentu membuat sebuah keluarga menjadi harmonis, bukan?
Getirnya Mahasiswa Kedokteran Hewan yang Menghilangkan Peliharaan Klien
Generasi Permen Karet Menyebalkan di Organisasi Kampus
Bukan LSM atau Start-up, Kerja di Pemerintahan yang Paling Enak
Balada Dinda-Dinda yang Punya Resting Bitch Face
Canlı Gambling Establishment Oyunları Oynayın Ve Çevrimiçi Spor Bahisleri Yapın
1xbet Giriş: En Güncel Ve Güvenilir 1xbet Linkleri Burada!
Kasino Mostbet Hrajte Nejlepší On The Web Automaty A Automaty
Best Online Internet Casinos Canada 2024 Best Sites For Canadian Players