Sampai Nanti, Hanna!: Ketika Perempuan “Dipaksa” Memilih Hubungan Toksik

Sampai Nanti, Hanna!: Ketika Perempuan “Dipaksa” Memilih Hubungan Toksik (dok. IMDB)

Sampai Nanti, Hanna! (2024) melakukan pemutaran spesial di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024. Film ini menjadi gambaran bagaimana banyak perempuan di luar sana yang terpaksa dan dipaksa hidup dalam hubungan toksik.

***

Puluhan pasang mata yang memenuhi Studio 2 Empire XXI Jogja bergemuruh setelah film Sampai Nanti, Hanna! selesai diputar. Suara tepuk tangan bersahutan. Ada yang berteriak penuh antusias, tapi tak sedikit juga yang menyeka air mata.

Dari beberapa penonton yang menangis tersedu-sedu, salah satu yang berhasil Mojok wawancarai adalah Nuri. Perempuan asal Jakarta ini mengaku, banyak bagian dalam film yang relate dengan kehidupannya.

“Ada adegan di mana Hanna (tokoh utama) terpaksa menerima pernikahan karena ingin keluar sesegera mungkin dari rumah. Ada bagian di mana dia mengalami baby blues, tapi tak ada yang memahami. Semua ini, relate sama kehidupan aku,” terang Nuri, Selasa (3/12/2024).


Nuri mengaku, film yang dia tonton malam hari itu memang di luar ekspektasinya. Menurutnya, dia datang hanya bermodal sinopsis. Berbeda dengan film JAFF lainnya yang dia tonton bermodal review kritis dan rekomendasi para sinefil.

“Tapi di luar ekspektasi. Memang sebagus itu. Aku melihat nggak cuma aku atau satu dua orang yang nangis. Banyak penonton di sampingku yang juga tersedu,” ungkapnya.

Ketika perempuan independen “dipaksa” kalah oleh pilihannya

Sampai Nanti, Hanna! mengikuti kisah Hanna (Febby Rastanty), aktivis pers kampus yang terpaksa bertahan dari kekangan ibunya. Hanna punya hubungan rumit dengan Gani (Juan Bio One); mereka sama-sama menyimpan rasa, tapi tak pernah terungkap.

Di tengah dinamika kehidupannya, Hanna yang terkenal ulet dan kritis terpaksa menikah dengan Arya (Ibrahim Risyad). Hanna memilih jalan hidup ini agar segera terbebas dari kungkungan ibunya. Sebab, setelah menikah, Arya menjanjikannya untuk tinggal di Belanda dan melanjutkan kuliah S2.

Sampai Nanti, Hanna!: Ketika Perempuan “Dipaksa” Memilih Hubungan Toksik.MOJOK.CO
Hanna terpaksa kalah dengan pernikahan (Mojok.co/dok. Sampai Nanti, Hanna – IMDB)

Alhasil, Hanna harus meninggalkan Gani di Bandung dengan semua perasaan yang belum pernah terungkapkan. Perpisahan pedih dan penuh tangis pun harus mereka jalani.

Sayangnya, selepas menikah Hanna tak mendapatkan kebebasan sebagaimana yang dia bayangkan. Hidup sebagai seorang istri, dia terpaksa bertahan dengan sifat asli Arya yang ternyata sangat toksik. Kekerasan verbal kerap dia terima.

Apalagi, selepas punya anak, beban Hanna bertambah. Selain harus melayani Arya dengan sikap acuhnya pada keluarga, Hanna juga harus mengurus sang bayi. Sampai di titik dia mengalami baby blues, tapi tak punya tempat untuk bercerita maupun meminta bantuan.

Kisah dala Sampai Nanti, Hanna! dialami banyak orang

Sepanjang pemutaran film, tokoh memang menjadi pusat perhatian. Sang sutradara, Agung Sentausa, mengaku tokoh Hanna memang representasi banyak orang.

“Kisah ini berangkat dari kenyataan, yang banyak dialami orang-orang di luar sana,” kata Agung, dalam sesi QnA yang dihelat setelah pemutaran film.

“Salah memilih pasangan, seperti yang Hanna alami, adalah hal yang berat. Tetapi keberanian untuk keluar dari hubungan yang salah adalah pesan utama yang ingin kami sampaikan,” imbuhnya.


Selain Agung Sentausa, para pemeran film Sampai Nanti, Hanna! juga membagikan cerita mereka di sesi QnA. Febby Rastanty, misalnya, yang bercerita bagaimana tak mudah memerankan tokoh Hanna. Apalagi, dia harus menjadi karakter yang hidup dalam rasa sakit.

Namun, dia lega karena penonton puas dengan pembawaannya sebagai Hanna. Dengan demikian, pesan dalam film pun tersampaikan dengan baik. 

“Membawa rasa sakit Hanna ke layar lebar bukan hal mudah, tapi itu penting. Banyak orang seperti Hanna yang butuh diingatkan bahwa mereka berhak keluar dari hubungan yang menyakiti mereka,” ungkapnya.

Sementara Bio One, juga memberikan pandangannya tentang perannya sebagai Gani–laki-laki yang mengalami “kasih tak sampai” dengan Hanna.

“Film ini ngajarin kita soal pilihan. Kita bisa memilih jadi orang yang menyakiti, atau memilih jadi orang yang membantu orang lain untuk memulai lagi. Gani adalah contoh bahwa mencintai itu nggak harus buru-buru, tapi harus tulus, bahkan kalau itu berarti menunggu kesempatan kedua,” jelasnya.

Selain Agung, Febby, dan Bio One, sesi tanya jawab juga dihadiri Ary Zulfikar (Produser Eksekutif), Dewi Umaya (Produser), dan Swastika Nohara (Penulis Skenario). Sampai Nanti, Hanna! juga diumumkan akan tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia pada 5 Desember.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Netflix dan JAFF Membibit Talenta Perfilman Indonesia Melalui REEL LIFE Film Camp

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version