Sisi Mengejutkan Dusun Mlangi Jogja: Tak Ada Jemaah Perempuan hingga “Syarat Khusus” jika Menikah dengan Orang Luar Daerah

Ilustrasi Tarawih di Masjid Gedhe Kauman, Jogja. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagi orang luar Jogja, Dusun Mlangi, Sleman, menyimpan hal-hal yang mengejutkan. Tak hanya soal Selawat Ngelik atau Kojan Mlangi-nya yang terkenal, Dusun Mlangi juga menyimpan hal unik lain seperti tidak adanya jemaah perempuan hingga adat tak boleh pindah luar daerah.

***

Senin, (11/3/2024) sore itu saya cukup beruntung bertemu dengan Ahmad Jamaluddin (34), salah seorang warga Dusun Mlangi. Sebab, selain ramah dan menyenangkan untuk menjadi teman berbincang, Jamal (sapaan akrabnya) juga memiliki beberapa catatan tentang sisi-sisi lain dari dusun berlabel Kampung Santri di Jogja tersebut.

Jamal sebenarnya bukan asli Dusun Mlangi. Ia berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah. Hanya saja ia sudah menetap di Dusun Mlangi sejak 2006 silam.

“2006 lulus SMP, terus penginnya mondok yang gratis, nggak bayar. Dari teman bapak, akhirnya tahu Pondok Ar Risalah di sini,” ungkap Jamal.

Pondok Pesantren Ar Risalah sendiri merupakan satu dari belasan pondok pesantren di Dusun Mlangi. Jamal masuk ketika Ponpes Ar Risalah masih dalam asuhan KH. Abdullah yang wafat pada 2013 silam.

Sebenarnya Ponpes Ar Risalah memberlakukan sistem pembayaran bulanan semacam SPP untuk santri. Namun, karena Jamal sejak awal masuk sudah mengabdi di ndalem, maka ia pun terbebas dari biaya.

“Malah kadang dapat tip dari Abah. Karena tugasku selama di pondok itu masakin santri, sekitar 40 sampai 50 orang. Makannya sehari dua kali,” beber Jamal.

Sebelumnya, Jamal mengaku sama sekali tak tahu perihal Kampung Santri Mlangi. Meskipun Dusun Mlangi sudah mendapat status Kampung Santri Pemerintah Kabupaten Sleman, Jogja sejak tahun 23 Oktober 2000.

Namun, sejak pertama kali menginjakkan kaki di Dusun Mlangi, Jogja, Jamal sudah merasa bahwa ia pasti akan betah tinggal lama di dusun tersebut. Karena Jamal mengaku nyaman dengan suasana keagamaan di Dusun Mlangi yang memang sangat kental.

Orang Mlangi tidak boleh pindah luar daerah

Benar saja, Jamal pun akhirnya menetap di Dusun Mlangi hingga saat ini. Lebih-lebih, Jamal pun mendapat istri warga asli Dusun Mlangi sendiri.

“Istri nyantri di Ngrukem, Bantul. Saya kenalnya dari Bu Nyai saya di Ar Risalah. Terus dinikahkan pada 2015,” ujar Jamal.

Sebelum melangsungkan pernikahan, saat pihak keluarga calon istri tahu kalau Jamal orang Prubalingga, yang jadi pertanyaan pertama pada Jamal adalah, apakah Jamal bersedia jika tetap tinggal di Dusun Mlangi? Alias tidak membawa si istri untuk pindah ke Purbalingga.

Jamal pun menekankan kalau ia tak masalah jika harus tinggal di Dusun Mlangi. Toh Ia juga sudah sangat nyaman di sana.

“Ternyata sejak dulu orang sini nggak boleh, Mas, kalau dibawa pasangan ke luar daerah. Mungkin karena untuk menjaga agar Dusun Mlangi tetap ada penerusnya (generasinya),” beber Jamal.

Hanya saja, sejak beberapa tahun terakhir ini aturan tak tertulis itu sudah mulai agak melentur. Sebab, seturut keterangan Jamal, sudah banyak orang tua yang melepaskan anaknya jika harus ikut pasangan pindah ke luar daerah di luar Jogja.

Kata Jamal, kelenturan itu bermula dari ceramah salah satu kiai Dusun Mlangi (Jamal lupa siapa yang ceramah) yang menyebut bahwa melepaskan anak tinggal ke luar daerah juga dalam rangka dakwah, menyebarkan nilai-nilai ke-Islaman yang indah seperti di Dusun Mlangi.

Tidak ada jemaah perempuan di Mlangi

Obrolan kami terus mengalir sampai kemudian Jamal menceritakan bahwa setiap Ramadan, Masjid Pathok Negara di Dusun Mlangi akan penuh dengan acara keagamaan.

Mulai dari setelah salat Asar, akan ada ngaji khusus anak-anak. Lalau menjelang buka lanjut ngaji untuk orang-orang tua dan dewasa. Kemudian ditutup dengan acara buka bersama.

Sementara kegiatan malam start dari salat Tarawih berjemaah. Setelahnya ada ngaji tadarus Al-Qur’an. Kemudian agak malam sedikit ada lagi ngaji untuk orang-orang tua dan dewasa.

Ngaji tersebut akan berlangsung hingga pukul 00.00 WIB. Nah, di atas jam 12 malam, akan berlangsung Tasbihan, yakni salat Tasbih berjemaah.

Sisi Lain Dusun Mlangi, Jogja MOJOK.CO
Suasana jemaah salat di Masjid Pathok Negara, Dusun Mlangi, Jogja. (Aly Reza/Mojok.co)

“Tapi di masjid ini yang berkegiatan cuma jemaah laki-laki. Jemaah perempuan nggak ikut,” jelas Jamal yang lantas menimbulkan tanda tanya baru di kepala saya.

Sayangnya, Jamal tak tahu pasti alasan kenapa masjid utama di Dusun Mlangi hanya untuk menampung kegiatan jemaah laki-laki saja, khususnya selama Ramadan hingga Idul Fitri nanti. Sistem tersebut konon sudah ada sejak dulu.

“Kalau perempuan, Tarawihnya di musala-musala. Kan ada banyak musala khusus perempuan di sini,” tutur Jamal.

“Termasuk salat Ied nanti juga perempuan bikin salat Ied sendiri. Tapi imamnya tetap laki-laki,” sambungnya.

Masjid yang paling ramah anak

Hal menarik lain adalah, ternyata anak-anak di Masjid Pathok Negara Mlangi, Jogja memberi ruang khusus untuk anak-anak.

Jadi selama Ramadan, anak-anak mendapat ruang untuk melaksanakan salat jemaah sendiri. Tepatnya di pendopo kecil depan masjid.

“Nah, itu ada orang dewasa yang mendapat tugas khusus untuk mengimami anak-anak,” terang Jamal yang juga termasuk dalam jajaran pengurus kegiatan di Masjid Pathok Negara, Dusun Mlangi selama Ramadan.

Pendopo depan masjid, ruang khusus untuk jemaah anak-anak. (Aly Reza/Mojok.co)

Menurut Jamal, memang lebih baik menggunakan sistem seperti itu. Yakni jika takut anak-anak akan mengganggu kekhusyukan jemaah orang dewasa, maka mereka diberi ruang tersendiri.

“Jadi anak-anak tetap nyaman dan seneng ke masjid. Kalau pendekatannya marah-marah, anak-anak ya bakal kabur, nggak mau ke masjid,” ucap Jamal.

Santri tak santri tetap bersarung

Status Kampung Santri, bagi Jamal, memang sangat pas untuk Dusun Mlangi, Jogja. Pasalnya, tidak hanya santri, warga setempat yang tidak nyantri pun sehari-hari berperilaku layaknya santri.

Mulai dari yang sepele saja, yakni sarung. Mudah sekali menemukan pemuda-pemuda bahkan anak-anak kecil yang saat bermain justru menggunakan sarung alih-alih celana pendek.

Saya sempat terkecoh, mengira bahwa anak-anak yang saya temui sore itu di Dusun Mlangi adalah santri-santri kecil. Karena memang hanya adat pesantren yang untuk main saja tetap harus pakai sarung.

Sementara di luar lingkungan pesantren pada umumnya, biasanya sarung akan dipakai ketika tengah mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan saja.

“Meskipun bukan santri, tapi banyak anak-anak muda sini yang aktif banget kalau soal ngurip-urip masjid. Jadi memang nggak nyantri, tapi sehari-hari berakhlak santri,” tandas Jamal.

Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Warga Dusun Mlangi Jogja Turun-temurun Lestarikan Selawat Langgam Jawa Meski Dicap Selawat Sesat

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version