Menghitung Penghasilan Penjual Film Bajakan: Sehari Bisa 5 Kali UMR Jogja

Menghitung Penghasilan Penjual Film Bajakan: Sehari Bisa 5 Kali UMR Jogja MOJOK.CO

Ilustrasi Menghitung Penghasilan Penjual Film Bajakan: Sehari Bisa 5 Kali UMR Jogja MOJOK.CO

Ada banyak situs film bajakan di Indonesia. Meskipun Kementerian Komunikasi dan Informasi RI (Kominfo) sudah melakukan usaha pemblokiran, mereka tetap bisa main kucing-kucingan dengan cara mengubah domain. 

Alhasil, situs-situs seperti LK21, IndoXXI, hingga NGEFILM21, BalladFilm, dan Pahe, bisa terus eksis bahkan populer di masyarakat. Umumnya mereka menyediakan film-film secara gratis, baik film lama, baru, atau yang sedang jadi perbincangan.

Kira-kira, bener nggak sih kalau situs-situs ini per harinya bisa menghasilkan cuan setara 5 kali UMR Jogja?

Berawal dari Telegram

Akhir November lalu, saya iseng mengirim pesan di Twitter (X) kepada seseorang yang mengaku menjual film di Telegram. Begitu cepat ia membalas pesan saya. Tanpa panjang lebar ia pun menjelaskan cara mainnya.

Kata sang penjual, sistemnya jelas: untuk film dan series-series yang “umum”, saya cukup dimasukan ke grup Telegram yang ia kelola. Di grup berisi puluhan ribu member ini, saya bisa mengunduh banyak film dan serial secara gratis.

Sementara untuk film “premium” atau “by request”, ia menghargai Rp10-50 ribu untuk tiap film. 

“Suzzana: Malam Jumat Kliwon,” kata saya kepada sang penjual, menguji sejauh mana kelengkapan koleksinya. Saya memilih Suzzana (2023) karena tahu film ini baru tayang pada 3 Agustus 2023. Film ini juga tak tayang di layanan streaming (VOD) manapun hingga Desember 2023. Artinya, hebat banget penjual ini kalau bisa ngasih film yang saya minta dengan kualitas mumpuni.

Disclaimer: Sekali lagi ini hanya riset kecil-kecilan yang dilandasi rasa kepo. Tak ada maksud untuk mengajak, menglarisi, ataupun mempropaganda para pembaca sekalian agar tertarik membeli dan mengunduh film secara ilegal. 

Ternyata cuma makelar film bajakan

“Rp10 ribu,” balas sang penjual, seraya memberikan opsi pembayaran secara digital. 

“Murah juga,” kata saya, mbatin. Rp10 ribu itu termasuk harga yang miring, sebab kalau dibandingkan tiket reguler di bioskop, selisihnya bisa Rp30 ribuan. Akhirnya, setelah menyelesaikan pembayaran dan menunggu beberapa saat, ia mengirimkan dokumen berukuran hampir 1,5 GB. 

Saya pun langsung mengunduh file tersebut di gawai saya. Setelah unduhan selesai, saya kemudian membukanya.

“Brengsek. Ini mah rekaman di bioskop,” kata saya yang kesal tapi juga sambil menahan tawa. 

Film itu kualitas gambarnya amat buruk, audionya lebih jelek lagi, ditambah kamera yang kerap bergerak di sepanjang film. Saya sempat mau membalas pesan, “emang ada ya orang bodoh yang mau nonton film kayak begini?”. Namun, niat itu saya urungkan dan saya malah lebih tertarik untuk bertanya di mana dia mendapatkan film itu.

Dengan senang hati, ia pun menjawab dirinya dapat film dari situs-situs film bajakan di internet. Kata dia, ada banyak orang yang tidak bisa atau tidak sabar mengunduh film di situs tertentu saking banyaknya pop-up

Saya pun merasa dibodohi oleh “makelar” ini. Saya kira suhu yang dapat film dari ordal-ordal bioskop dan sejenisnya. Ternyata cuma orang yang dapat film di situs bajakan, kemudian diuangkan.

Di akhir percakapan kami, ia merekomendasikan satu situs yang kata dia “menyediakan film-film dengan kualitas gambar mumpuni”. 

“Pahe.in,” kata dia. Menurut si makelar ini, Pahe jadi salah satu situs film terpopuler. Di Telegram, Facebook, situs ini bahkan punya puluhan ribu member yang setiap hari koar-koar request film terbaru.

“Oke, akan saya coba!”.

Terlalu banyak iklan yang membahayakan

Cukup tricky untuk menemukan Pahe. Beberapa hasil pencarian yang saya klik, sudah tak bisa diakses alias diblokir. Namun, tak lama kemudian saya menemukan situs yang dimaksud. Ternyata ia sudah berganti domain. Untuk menghindari pemblokiran, pikir saya.

Situs ini menyediakan banyak film terbaru. Umumnya film-film internasional. Berbeda dengan situs bajakan lain yang pernah saya jumpai, di Pahe tak ada banner iklan. Namun, ketika saya mencoba klik salah satu film, saya di-redirect ke halaman yang lain. 

“Waduh, ribet dan beresiko juga ya,” pikir saya.

Akhirnya, setelah beberapa kali klik, saya mendarat di halaman film yang saya pilih.

Di sana, tersedia berbagai opsi kualitas download dan server. Lagi-lagi, ketika saya klik salah satu server download, secara terus menerus saya diarahkan ke halaman lain. Karena merasa ribet, saya pun memutuskan untuk menyerah,  tak melanjutkan proses unduh.

“Pantas saja ada yang mau beli di Telegram, ternyata download langsung lebih menyusahkan,” kata saya dalam hati. Selain ribet, saya juga khawatir. Salah-salah yang saya klik adalah malware.

Meski gagal mengunduh film melalui situs ini, saya malah penasaran berapa kira-kira penghasilan dari pengelolanya. Sebab, secara tampilan situs ini cukup rapi, koleksi film pun cukup lengkap. Bagi pemburu film bajakan, ia pasti jadi pilihan, terlepas dari ribetnya proses download.

Dalam sehari dapat cuan 5 kali UMR Jogja

Pada 2017 lalu, situs LK21–website bajakan paling populer saat itu–diperkirakan bisa memperoleh keuntungan Rp80 juta dalam sehari. Nominal itu merupakan perkiraan dari total klik iklan dari para pengunjung situs. 

Menurut analisis trafik Alexa, saat data diambil LK21 dapat menarik 8 juta orang per hari. Jika setiap pengunjung menghasilkan Rp10 (setiap mengklik iklan), maka Rp80 juta lah hasilnya.

Nah, dengan memakai metode perhitungan yang sama, saya menggunakan cara itu untuk menaksir penghasilan Pahe. Pertama-tama saya mengunjungi URL Rate, yakni situs pengecek data mengenai valuasi, pendapatan, hingga pengunjung suatu situs. Hasilnya ternyata cukup menarik. 

Situs Pahe, yang kini beralamat Pahe.me, mendapatkan kunjungan harian (Daily Unique Visitor) 61.800 orang per harinya. Sementara untuk pageviews, jumlahnya mencapai lebih dari 370 ribu kali. 

Dari kunjungan dan jumlah pageviews tersebut, Pahe menghasilkan keuntungan kira-kira 742 dolar AS setiap harinya. Nilai tersebut setara dengan sekitar Rp11 juta rupiah. Artinya, dalam sehari saja, pembajak film Pahe bisa meraup cuan 5 kali UMR di Jogja. Sementara dalam setahun, pemilik situs dapat memperoleh lebih dari Rp4 miliar.

Sayangnya, saya harus mengingatkan bahwa dari banyaknya cuan yang didapat Pahe, ada lapisan-lapisan pihak yang dirugikan. Sudah jelas orang-orang yang bekerja di balik layar setiap film tidak mendapatkan sepeserpun dari keuntungan itu. Sebab, Pahe mendapat film dan menyebarkannya secara ilegal. Artinya, mereka tidak peduli hak kekayaan intelektual atas film itu. Dzalim sekali!

Selain itu, bagi para pengaksesnya ada ancaman malware di balik film-film gratis itu. Tidak semua pop-up yang kalian klik adalah iklan sebenarnya. Bisa jadi ada malware yang siap meretas dan mencuri data pribadimu sembunyi di baliknya. Kan enggak lucu, dapat film gratisan tapi perangkat kena retas. Ih, ngeri!

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Pengakuan Penjual Akun Netflix Ilegal, Cuan di Antara Celah Kemalasan
Cek berita dan artikel lainnya di Google News

 

Exit mobile version