Buruh pabrik ini tetap diremehkan meski jadi tulang punggung keluarga
Tak mau lama-lama menganggur, sekitar Agustus 2019 Awan dapat pekerjaan sebagai buruh pabrik garmen di Sukoharjo. Semenetara kini adik tertuanya sudah semester 6 kuliah, sebentar lagi lulus; dan adiknya yang paling kecil rencananya juga akan kuliah tahun depan.
Selama hampir lima tahun kerja di pabrik, Awan sudah beberapa kali mengalami kenaikan upah dan sekali promosi jabatan. Finansialnya termasuk mapan, apalagi selama pandemi kemarin dia tetap masuk kerja sehingga tak mengganggu arus penghasilannya.
“Jujur kalau boleh sombong, gajiku sama orang tua masih besaran punyaku. Mereka ini nyaris setengah gajiku, lho,” kata Awan dengan sedikit geram. “Aku juga tak bela-belain laju 45 menit berangkat kerja karena merasa punya tanggung jawab ngurus rumah,” sambungnya.
Tapi apa mau dikata, kerja jadi buruh pabrik bikin Awan tetap merasa kurang dihargai. Tak jarang dia dijadikan contoh kepada adik-adiknya sebagai “gambaran buruk” orang yang enggak mau kuliah.
“Aku tahu sih itu bapak bercanda. Tapi tetap saja, bilang ‘belajar yang rajin biar enggak kayak Masmu’, itu nyakitin banget. Kayak mau bilang kalau aku produk gagal,” kata Awan.
“Padahal kalau mau fair, kebutuhan rumah aku semua yang gendong.”
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News