Seumur hidup saya tinggal di kota. Ini bukan sombong. Sedih sebenarnya.
Lebih sedih lagi, sang hidup bekerja sama dengan orang tua mem-fait accompli saya untuk tinggal seumur-umur di Yogyakarta.
Kota yang Lebaran besok bakal macet karena orang-orang mudik maupun pelesir.
Kota yang selalu nampang di buku pelajaran, brosur kampus, sampai aplikasi Traveloka.
Kota yang sista datangi kalau pengin foto-foto di Candi Borobudur, walaupun aslinya Borobudur adanya di Magelang, Jawa Tengah.
Lebih sedih lagi, saya lahir, besar, dan terancam menua di Kotagede. Salah satu kawasan paling hits sebagai tempat pelesirnya wisatawan #BrusselsDiBelgia sampai #PejatenDiAmerika.
Kesedihan ini bukan tanda tidak mensyukuri nikmat Allah. Hanya saja ini kegelisahan hati umat yang lahir di tanah yang justru jadi tujuan wisata. Apa yang di mata orang tampak wah dan menyegarkan hati, bagi saya cuma pemandangan sehari-hari. Masjid Gedhe Mataram tampak biasa, melihat Keraton Yogya tak ada gereget, ke pantai pasir putih Gunungkidul sudah sering, kena macet oleh sepeda lampu di Alun-Alun Selatan justru bikin sumpek, ke Malioboro apalagi.
Kalau begini caranya, hamba kalau galau butuh hiburan kudu pelesir ke mana, ya Tuhan?
Tuhan menjawab pertanyaan itu di sebuah perempatan berlampu merah di Jalan Laksda Adisutjipto.
Sembari menunggu lampu merah yang dua digit, mata saya menoleh ke sisi utara jalan. Dan itulah dia, hal yang menyegarkan mata, membuat hati ria, dan menghapus duka lara. Dari tempat saya tergugu di atas motor, ia tampak bersinar-sinar dengan warnanya yang paduan hitam dan emas, serta tulisan besar-besar di atapnya:
SEMAR Nusantara. Emas Gold 24 K.
***
Seperti Himawari di Crayon Sinchan, saya selalu suka kilau perhiasan. Karena keperempuanan saya atau efek kebanyakan konsumsi serial India yang tokohnya selalu tampil mevvah itu, saya tidak tahu. Satu yang saya tahu, kecintaan itu membuat saya merasa berada di taman paling indah selain taman kanak-kanak, yakni di antara etalase-etalase gemerlap berisi kalung, gelang, cincin, liontin, dan batang-batang emas.
Ini jenis hiburan sederhana yang menganut prinsip ekonomi paling dasar: kepuasan tertinggi dengan biaya terendah. Sangat cocok buat pekerja yang nyambi kuliah kayak saya. Cukup membayar parkir dua ribu (untuk motor tentu. Karena yang bermobil saya rasa pelesirnya ke Maldives, bukan toko emas), kita bebas memandangi keindahan dalam bentuknya yang paling kaya. Benar-benar harfiah.
Tapi prinsip itu tentu jadi tidak berlaku ketika setelah memandang-mandang, kemudian timbul keinginan paling manusiawi: pengin punya. Seketika pelesir ini jadi sangat mahal sekaligus menyakitkan.
Dari sekian banyak toko emas, Semar Nusantara direkomendasikan juga oleh teman-teman seumuran saya. Toko ini punya jaringan di berbagai kota dan punya cabang di sejumlah mal. Ada banyak model perhiasan emas dengan berbagai berat yang membius banyak orang untuk betah berdiri lama-lama. Kalau sedang ramai-ramainya, pembeli harus antre dilayani oleh pelayan yang akan menemani sampai proses akad jual beli terjadi (seandainya berniat beli, bukan cuma cuci mata).
Lain dengan beberapa teman seumuran, beberapa teman tidak seumuran merekomendasikan untuk membeli emas di Ketandan. Ketandan merupakan kampung Tionghoa di Yogya yang terletak di utara Pasar Bringharjo. Ada deretan toko emas di kawasan ini sehingga pemandangan jadi lebih variatif. Di kawasan toko-toko emas di Ketandan, banyak juga lapak-lapak kecil yang biasanya akan membeli emas-emas yang ingin kalian jual. Lewat dan jalan kaki saja di sekitar situ, akan banyak tawaran “Sade emas e, Mbak?” (Jual emas, Mbak?).
Kalau mau cuci mata ke sentra perhiasan yang agak miring harganya, bertandang saja ke Kotagede. Yap, kampung saya itu. Selain dikenal karena bangunan-bangunan bersejarahnya, Kotagede juga dikenal karena kerajinan peraknya. Cek saja Jalan Kemasan Kotagede yang membujur dari utara ke selatan, di sepanjang jalan akan sangat mudah ditemui toko-toko perak.
Standar perak yang dijual di Kotagede adalah 925 yang menurut banyak penjual merupakan perak dengan kadar bagus. Kalau merasa tidak sreg dengan model-model perhiasan di sini, kita bisa pesan perhiasan sesuai dengan desain yang diinginkan. Toko perak di Kotagede tak hanya menawarkan perhiasan berbahan dasar perak semata, beberapa toko perhiasan juga sedia perhiasan dari bahan paladium dan rodium. Paladium paling diminati karena harga per gramnya lebih tinggi dari perak, bahkan hampir menyamai emas.
***
Toko emas bukan satu-satunya tempat pelesir yang indah dan (kadang) murah sekaligus. Toko baju adalah surga lain, terutama bagi perempuan. Jika laki-laki kebanyakan lebih suka satset dalam memilah pakaian, perempuan justru menemukan kebahagiaan tersendiri dalam kepungan katun, spandek, wol sintetis, sifon … whatever. Dan toko baju benar-benar surga karena ketika akhirnya kita terbius untuk membeli, ada opsi-opsi toko yang menyediakan pakaian cantik dengan harga terjangkau.
Kalau sista tipe orang yang rela berdesak-desakan demi satu dua baju murah, pergi saja ke toko Sakola dan Jolie. Keduanya berada di Jalan Kapten Pierre Tendean, Wirobrajan, dengan lokasi yang berdekatan. Dari jauh sista akan melihat betapa dahsyatnya parkiran di dua toko tersebut dan terlintas pikiran berapa rupiah yang bisa didapat oleh tukang parkir dalam sehari.
Eniwei, kedua toko tersebut digemari dedek emez sampai mamah muda bukan karena menjual baju saja, tapi juga karena pernak-pernik (ini juga surga!) seperti boks kado, jam, penjepit rambut, bros, tas, sandal, dan barang-barang lain yang amat sangat dicintai jiwa-jiwa feminin.
Apabila sista kere abis untuk pelesir di dua toko tersebut, toko baju second hand alias lawasan bisa jadi alternatif menarik. Ada toko baju Pujha, dulunya menjual baju-baju baru yang kemudian berubah haluan menjadi toko baju bekas. Meski baju bekas, harga baju di toko itu tak semuanya murah, terkadang ada beberapa item yang berharga tinggi.
Tempat pelesir lain yang tak kalah menarik adalah Matahari Departement Store yang nyaris bisa dijumpai di setiap mal. Padat memang, tapi tidak sampai desak-desakan. Di musim-musim menjelang Lebaran, barang-barang di sini banyak yang diskon.
Tak hanya toko baju yang menyenangkan sih, masih ada toko kain yang sama surgawinya bagi perempuan yang berjiwa desainer dan begitu terinspirasi dengan desainer-desainer kondang macam Sapto Djojokartiko, Didiet Maulana, atau Mel Ahyar.
Tak hanya mereka yang berjiwa desainer, perempuan dengan prinsip hemat berpakaian demi terkumpulnya modal nikah juga memandang wisata ke toko kain sebagai hal menggembirakan. Kenapa? Karena harga dasar kain dan harga baju bermerek selisihnya lumayan banget.
Titik-titik pelesir ini ada di toko-toko tesktil India di Jalan Urip Sumoharjo, kios-kios Pasar Beringharjo, dan Toko Niagara di Jalan Kusumanegara. Kalau kalian berjiwa petualang dan sanggup adu tawar-menawar dengan pedagang, cobalah ke Beringharjo. Insyaallah pas dapet pedagang yang enak dan nggak pelit-pelit amat, bakal tembus juga tawaran.
Kalau mencari tempat yang nyaman, kunjungi saja Niagara atau deretan toko kain di Jalan Urip Sumohardjo. Referensi brokat, tile, atau kain dengan nama-nama asing di toko-toko ini sangat tepat untuk dibanding-bandingkan. Gunakan indra peraba sista ketika berada di toko kain, karena bisa jadi dengan kualitas kain yang sama, masing-masing toko menawarkan harga berbeda.
***
Kalau di agama kita kenal surganya segala surga, alias surga tertinggi, hal sama juga berlaku untuk surga pelesir. Itulah mengapa kita mengenal satu jenis wisata khusus: wisata kuliner. Sebab, pada perut yang kenyang terdapat hati yang riang.
Dirundung sepi x galau x PMS sekaligus? Langsung bablas saja ke selatan Yogyakarta. Bakar kemarahanmu dengan sambal belut Pak Sabar di Jalan Imogiri Barat. Lunakkan nyeri perut dengan mangut Mbah Marto di Jalan Parangtritis. Larung galau-galaumu di gule dan sate klathak di Jalan Imogiri Timur. Demi Tuhan, bukan cuma rasa senang yang bertambah, kolesterolmu juga. Apa ini terasa mengancam? Baiklah, geser sedikit ke Jalan Prawirotaman. Ada resto enak penyedia menu vegetarian bernama Milas di sana.
Kalau kalian nggak suka jajan di luar karena pengin hemat, kalian bisa berwisata dan membeli bahan-bahan mentah di pasar-pasar tradisional di seluruh penjuru Yogya. Di pasar tradisonal harga-harga bahan makanan jauh lebih bersahabat dibandingkan Superindo, Giant, atau Carrefour. Memang sih agak kotor dan becek di beberapa bagian, tapi dengan Mama Lemon, sayur dan buah bisa dikonsumsi dengan higienis.
Demikianlah wahai sista-sista shopaholic, percayalah, selama masih ada Tupperware edisi Hello Kitty, supermarket Progo penyedia pecah belah termurah dan terlengkap di Yogyakarta, Informa, IKEA, Stroberi, dan Flaurent Salon and Spa, perkara pelesir menjadi jauh lebih mudah dan menyenangkan.
Selamat pelesir dan jangan lupa selfie! In discount we trust!