Seorang mahasiswa terpaksa memberikan pinjaman atau utang Rp122 juta untuk panitia Festival Cakrawala Universitas Negeri Malang (Feskala). Acara ini mengundang band-band cukup terkenal di Indonesia. Bukan hanya seorang saja yang memberi pinjaman, ada sekitar 22 mahasiswa lain yang memberi pinjaman dengan nilai antara Rp10 juta hingga Rp28 juta. Harusnya utang itu lunas bulan November 2022, tapi sampai sekarang belum ada kejelasan.
Mojok mewawancarai MN (19), panitia konser sekaligus pihak yang memberi pinjaman paling banyak yaitu Rp122 juta. MN merupakan Staf Muda Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) saat kepanitiaan berlangsung dan memegang Divisi Humas Feskala bidang LO sebagai anggota biasa.
***
Feskala belakangan viral di media sosial. Berawal dari unggahan seorang mahasiswa sekaligus panitia yang memberikan utang panitia Rp122 juta dalam acara konser tersebut. Usut punya usut, bukan cuma dia saja yang diminta untuk memberi dana talangan. Panitia juga meminjam uang pada 22 mahasiswa lainnya.
Secara blak-blakan MN bercerita bagaimana, awalnya Ketua Pelaksana Feskala, MD menggadang-nggadang akan ada 5.000 orang yang hadir untuk menonton acara tersebut. Namun,akhirnya berakhir apes dan menyisakan utang ratusan juta rupiah.
Sebelumnya, MN tak menduga kalau tulisannya soal karut-marut Feskala bakal ramai hingga jadi buah bibir. Awalnya tulisan di blog yang kini sudah di-takedown itu adalah klarifikasi karena kiriman tweet di UM Menfess di Twitter yang salah paham dan menuduh dirinyalah yang pinjam uang.
Sebelum mengiyakan ajakan wawancara ini, MN sempat ragu. Namun, melihat ramainya jagat media sosial serta pihak-pihak yang belum juga menyelesaikan tanggung jawabnya, MN akhirnya bersedia. Kepada reporter Mojok, ia mengaku ini wawancara pertamanya terkait Feskala.
Ketua panitia menjanjikan sertifikat tanah
H-2 sebelum acara konser berlangsung pada pertengahan November 2022, panitia inti Feskala mendatangi MN atas nama ketua pelaksana guna meminjam uang. Secara bertahap, sehari dan dua hari sebelum acara, MN membantu alias memberikan pinjaman uang untuk membayar vendor yang terus mendesak dan mengancam.
“Vendor dan bintang tamu butuh pelunasan dan mereka ngancam kalau nggak segera lunas lampunya nggak mau dihidupin atau bintang tamu enggak datang,” katanya menjelaskan.
Kala itu, ketua pelaksana yang terdesak menjanjikan sertifikat tanah secara verbal. Selain ada pula janji audiensi dengan bagian Kemahasiswaan UM untuk menuntaskan masalah kelak. Belakangan ia baru mengetahui, semua itu hanyalah janji manis karena nyatanya Feskala tak pernah mendapat izin acara.
“Saya tidak tahu soal ini (tidak mendapat izin) tapi mereka menjanjikan audiensi dengan rektorat bidang kemahasiswaan. Jadi itu yang saya sesalkan,” kata MN yang kini hanya bisa menanti nasib uangnya.
Di sisi lain, ia juga mendengar teman-teman panitia lain sudah menggunakan uang pribadi untuk membantu menutupi dana. Bahkan sampai ada yang pakai Shopee Paylater. MN mengaku kasihan dan akhirnya luluh meminjamkan uang ratusan juta tanpa sepengetahuan orang tua.
MN dan panitia kemudian membuat surat perjanjian bermaterai yang menyatakan uang MN akan kembali pada 30 November 2022. Namun, hingga hari ini, uang yang MN terima hanya Rp3 juta.
Acara tak mengantongi izin karena RAB terlalu besar
Bukan hanya soal utang, Feskala rupanya tak mengantongi izin. Pihak kampus tidak pernah menandatangani proposal acara ini. Ketiadaan izin karena kampus menilai RAB konser musik terlalu besar dan kampus tidak ingin terlibat apabila kemudian hari Feskala bermasalah. Namun, program kerja di bawah Kementrian PSDM BEM UM ini tetap berjalan meski tanpa restu.
Rupanya RAB yang diajukan mencapai Rp400-500an juta. RAB sebesar ini bertumpu pada dana sponsorship yang hingga akhir acara tak terlalu banyak membantu, hingga kemudian muncul opsi utang sana sini.
“Setahu saya paling besar sponsor ngasih Rp15 juta, fresh money. Sedangkan RAB Rp400-500, jadi banyak minusnya,” kata MN.
Sejak awal pihak Kemahasiswaan UM telah lepas tangan tapi ketupel yang ngotot acara tetap berlangsung. MN membagikan fakta lain bahwa Feskala dengan konsep konser ini baru pertama kalinya mereka selenggarakan. Sebelumnya Feskala bernama Festival Nusantara yang acaranya parade budaya dari organisasi-organisasi daerah.
“Saya juga heran ketupel kok bisa seberani itu, ternyata dia blunder,” ujar MN kesal.
Belakangan pihak kampus ikut turun tangan dan memberikan dana bantuan Rp75 juta. Akan tetapi karena utangnya ternyata jauh lebih besar sehingga tidak bisa menutup.
Kepanitiaan Feskala yang mepet
Rangkaian acara yang berlangsung selama dua hari ini baru membuka pendaftaran panitia sukarela di pertengahan September 2022. MN mengatakan kalau rapat besar pertama baru terjadi H-1 bulan. Jadi, hitung-hitungannya, persiapan hanya berlangsung dua bulan.
Awalnya target pasar atau penonton Feskala adalah masyarakat UM sendiri. Namun, tanpa alasan yang MN tidak tahu, acara berubah menjadi untuk masyarakat umum. Panitia yang semula menjual tiket yang awalnya Rp50 ribu rupiah menjadi Rp50 ribu untuk early bird hingga Rp150 ribu.
Di hari pelaksanaan, tiket yang terjual hanya 1.500 hingga 2.000-an. Padahal menurut MN, target penjualan 5 ribu penonton.
“Bahkan saat bintang tamu utama udah di-upload, penjualan tiket baru 1.000-an,” ujarnya.
Ternyata pengumuman bintang tamu juga beda dengan yang panitia ketahui. Sebagai panitia humas di posisi LO, divisi MN sudah mengajukan nama-nama bintang tamu. Tetapi pada saat pengumuman, seluruh bintang tamu yang sudah mereka ajukan tidak ada di sana.
Untung tak bisa diraih, malang tak bisa ditolak. Mungkin begitulah yang bisa menggambarkan kepanitiaan Feskala. Apabila acara itu batal di tengah jalan, panitia memperkirakan kerugian justru dua kali lipat karena vendor dan bintang tamu sudah mendapatkan DP 50%.
Sinyal kekurangan dana ini kemudian ditanggapi panitia dengan memberi saran kepada ketua pelaksana untuk mengurangi atau mengganti bintang tamu yang jumlahnya lima. Alih-alih menerima saran tersebut. Ketupel justru mengancam dengan meminta pertanggungjawaban apabila acara tidak sesuai rencana dan mengalami kerugian.
“Saya ingat sekali Ketupel bilang ‘saya memilih bintang tamu ini karena saya tau dan saya mau tanggung jawab. Kalau kalian mau ganti silakan tapi mau tanggung jawab tidak?'”
MN dan teman-temannya yang hanya anggota biasa akhirnya hanya bisa ngikut.
Baca halaman selanjutnya…
Feskala selesai, terbitlah utang
Feskala selesai, terbitlah utang
Kepada saya MN bercerita bahwa utang panitia Feskala yang sebenarnya lebih besar dari yang ada di berita media. Ia memperkirakan jumlah mencapai Rp300-an juta. Total peminjaman saja sudah mencapai Rp239 juta itu belum bantuan dana dari kampus Rp75 juta. Total utang panitia mencapai Rp314 juta.
[CM] kasus yg lebih drama dari ini ada gk? Emng kek gini biasa kah di kepanitiaan atau volunteer? pic.twitter.com/FKzeBV64Oc
— COLLE (@collegemenfess) February 5, 2023
MN yang awalnya memberi pinjaman karena kasihan kini merasa muak dengan janji-janji ketua pelaksana saat itu. Hingga bulan Januari 2023, ia sempat menanyakan uangnya, tapi tidak ada kejelasan.
“Sebenarnya kami ada forum lagi (setelah audiensi dengan kemahasiswaan), mikir gimana caranya jangan sampai iuran. Tapi yang datang forum bisa dihitung jari, cuma 40-an orang dari 180,” terangnya.
MN mengungkapkan kekecewaannya berkali-kali kepada saya. Ia merasa posisinya saat ini bukan lagi sebagai panitia tapi sebagai korban. Kekecewaannya itu bertambah ketika ia mengetahui dua orang dari 23 orang yang memberi pinjaman sudah dilunasi. Padahal dirinyalah pemberi pinjaman paling besar. Lebih-lebih MN baru tahu kalau dua orang itu merupakan pihak eksternal yang punya kedekatan personal dengan stakeholder kepanitiaan.
“Saya diamkan tapi hak saya dikesampingkan. Saya sebenarnya nggak enakan, tapi ini masalah uang,” tegasnya.
Ia pun sampai menghubungi pihak keluarga ketupel untuk meminta kejelasan. MN menyayangkan forum penyelesaian Feskala hanya dihadiri setengah kepanitiaan. Belum lagi masih ada 50 orang yang belum iuran sama sekali. Bagi MN yang uangnya dipakai paling banyak, ia mengharapkan kesadaran dan pengertian semua pihak. Baginya uang Rp122 juta bukanlah jumlah kecil.
Ia dan puluhan orang pemberi pinjaman lainnya telah bersepakat untuk memberi batas waktu hingga 25 Februari 2023, apabila belum ada kejelasan mengenai pengembalian tersebut, ia berencana mengambil langkah hukum.
Bayar pakai UKT atau SKCK ternodai
Vendor sebagai salah satu pihak yang pembayarannya masih menunggak sampai dua bulan pasca-acara, sempat melaporkan Feskala ke pihak berwajib. Tersebar di media sosial screen shot besaran yang harus ditanggung 181 orang panitia dan volunteer sebelum tanggal 9 Februari 2023.
Volunter, panitia BEM, PI, Ketupel, Menteri PSDM, dan Ketua BEM wajib melunasi 50 persen dari uang yang dibebankan kepada mereka. Sedangkan 50 persen sisanya akan diikutkan pada pembayaran UKT di semester berikutnya. Jika tak membayar, mereka diancam akan dinodai SKCK nya dengan catatan buruk. Alhasil saat itu vendor berhasil dibayar dan laporan kepolisian pun dicabut.
Utang ke vendor memang lunas, tapi utang ke mahasiswa yang sampai saat ini justru belum ada kejelasan. Setiap volunter wajib bayar Rp750.000 ribu, pengurus BEM Rp1.250.000, Panitia Inti Rp1.500.000, Ketupel Rp15.000.000, Menteri PSDM Rp6.000.000, dan Ketua BEM Rp6.000.000.
MN dan 20 pemberi pinjaman lainnya hanya bisa harap-harap cemas bahwa uang yang awalnya mereka pinjamkan karena rasa kasihan dan solidaritas kepanitiaan bisa kembali dengan utuh.
Urusan dengan pihak eksternal sudah selesai tapi sengkarut Feskala belum menemui titik terang dan berkemungkinan untuk dibawa ke jalur hukum untuk kedua kalinya. Pada akhirnya, semua pihak harus menanggung beban moril dan materil akibat irasionalitas acara besar-besaran dengan dana kecil-kecilan itu.
*)Sampai berita ini turun, MN belum mengonfirmasi langkah selanjutnya mengingat batas tanggal 25 Februari 2023, uangnya belum juga kembali.
Reporter: Ussy Sara Salim
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Pengalaman Pahit Menjadi Panitia Acara Mahasiswa, Tombok hingga Konser Gagal dan reportase menarik lainnya di kanal Liputan.