Kerja dunia jasa itu sederhana: ada yang butuh, akan ada yang jual. Hal sederhana tersebut juga berlaku di dunia jasa joki tugas. Selama ada mahasiswa (malas/stres) yang butuh, akan ada mahasiswa lain yang jual jasa tersebut. Itulah yang dilakukan Didit (bukan nama sebenarnya, 22), mahasiswa salah satu kampus di Surabaya selama hampir 3 tahun.
Didit adalah salah satu joki tugas yang bisa dibilang “ternama”, sebab kliennya tidak hanya mahasiswa yang ada di kampusnya saja. Bahkan beberapa mahasiswa di luar Surabaya pun memakai jasanya, yang menunjukkan bahwa pelanggan jasanya puas dengan jasa Didit.
Mari kita mulai pembahasan jasa joki tugas kuliah ini, dimulai dari bagaimana jasa ini dimulai. Dan bisa ditebak, motif segala hal yang bertabrakan dengan moral adalah uang.
Awal jadi joki tugas kuliah
Uang saku bulanan yang hampir rata dengan tanah bikin Didit pusing menjalani masa kuliah. Kuliah, sebagaimana kita tahu, tak murah. Ada buku yang harus dibayar, tugas yang harus dicetak, dan fotokopi yang harus ditebus. Belum bicara hal seperti makan, bayar kos, kopi, rokok, atau kuota, atau apa pun itu. Didit sama seperti mahasiswa pada umumnya, ditekan oleh hal yang sama. Hanya saja, dompetnya terlalu tipis untuk menahan itu semua. Dan dia memutar otaknya, apa hal yang bisa dia lakukan agar bisa punya uang?
Didit menyadari bahwa dia punya kelebihan dalam hal menulis dan analisis, dan kemampuan tersebut ternyata diketahui banyak orang. Hingga pada suatu hari di semester 3, ada kakak tingkat yang menghubungi Didit untuk meminta dia buat jurnal penelitian. Didit diminta untuk membuat jurnal, deadline seminggu. Dari itulah, nama dia menguar. Makin banyak orang menghubunginya untuk memakai jasanya sebagai joki tugas kuliah hingga kini semester 8.
Pelanggannya bertambah, dari kakak tingkat, ke kawan seangkatan. Lalu, ketika dia sudah jadi senior, kliennya bertambah jadi adik tingkat. Kini bisnisnya berkembang, bahkan ada akun Instagram dan menerima pembayaran dengan metode QRIS. Kini dia juga punya partner joki, alias dia punya tim.
Dan seperti yang bisa ditebak, pertambahan pelanggan, bikin dompetnya menebal.
Harga jasa joki tugas kuliah
Pemasukan Didit sebagai joki tugas kuliah memang menggiurkan. Untuk satu tugas kuliah UAS atau UTS, dia patok 50 ribu. Tapi itu harga kakak tingkat atau kawan seangkatan. Untuk adik tingkat, harganya beda lagi, dia mematok 75 ribu per tugas.
Bayangkan jika ada 10 orang yang minta dijoki oleh Didit dalam seminggu, dia bis adapat 500 ribu dengan mudah (plus tipes).
Awal-awal Didit menjalani bisnis joki tugas kuliah ini, pendapatnya sekitar 400-500 ribu per bulan. Pendapatannya tidak pasti, naik turun. Tapi di masa UTS dan UAS, cuannya meningkat drastis. Banyak orang yang menghubunginya, terlebih jika mepet deadline. Saat-saat itulah, Didit rame orderan. Bahkan kliennya pun tak hanya dari Surabaya, ada mahasiswa UNS dan UNJ yang pernah memakai jasanya.
“UAS semester kemarin itu aku seminggu dapet 700 ribu, Mas, dari ngejoki.”
Tapi dia punya satu klien spesial yang dia pegang. Klien tersebut adalah anak S2, yang memakai jasa Didit untuk garap tugas, presentasi, jurnal, bahkan tesis. Dari klien ini, Didit meraup banyak uang.
Tarif tugas untuk klien ini berbeda. Pokoknya dia bilang, per minggu dia mendapat 300 ribu. Jadi kira-kira ya per bulan 1.2 cuma dari 1 klien. Itu baru tugas-tugas biasa. Belum ditambah tugas-tugas lain.
Klien S2
Ketika tahu kalau Didit punya klien S2, jujur saja saya kaget, sebab Didit sendiri masih jadi mahasiswa S1 salah satu universitas di Surabaya. Lalu Didit bercerita awal pertemuannya bagaimana. Jadi, Didit bertemu dengan kliennya itu dari salah satu kliennya yang lain. Kliennya punya kakak tingkat, yang kebetulan memang sedang cari jasa serupa.
Mahasiswa S2 tersebut kuliah S2 bukan cari ilmu, tapi hanya cari gelar. Oleh karena itu, dia memilih untuk tak ambil pusing dan meminta tugas-tugasnya dikerjakan oleh Didit.
“Bahkan aku tuh pernah presentasi online atas atas nama dia. Padahal harusnya dosennya tahu kalau suaranya beda. Keliatan banget, kan.”
Didit juga mengerjakan proposal tesis mahasiswa S2 tersebut, dan bahannya disediakan oleh si mahasiswa S2 tersebut. Benar-benar ngeri, joki tugas kuliah, merambah jadi joki tesis S2, padahal anak S1.
Baca halaman selanjutnya
Pertempuran hati
Saya bertanya pada Didit, sampai kapan dia akan menjadi joki tugas kuliah, dan apakah hatinya tenang-tenang saja menjalani profesi ini?
Didit mengaku, dia tahu betul yang dia lakukan itu salah. Dia berdosa pada kampus, pada mahasiswa yang menyewa jasanya, juga pada dirinya sendiri. Tapi keadaannya memang tidak berpihak pada dirinya. Keterbatasan ekonominya tak bisa diatasi dengan mudah.
“Dulu aku sempat stop jadi joki tugas kuliah, Mas, waktu semester 6. Tapi masuk semester 7, aku skripsian, aku kan perlu uang untuk print, penelitian kan juga butuh uang, Mas, jadi aku terima lagi.”
Tapi Didit mengaku kini sudah tak lagi mengerjakan tugas-tugas sebagai joki. Semenjak Lebaran hingga kini, dia fokus mengerjakan skripsi dan tak membiarkan dirinya terkena distraksi yang bisa menghambatnya skripsian.
Hanya saja, masih banyak yang order ke Didit, meski oleh Didit dilempar ke timnya. Jadi dia hanya menerima order, tapi tidak mengerjakan.
“Bisa dibilang aku udah berhenti dua bulan sih, Mas.”
Tapi ada satu hal yang mengganjal di pikiran saya, yaitu perkara S2 tadi. Saya menanyakannya lagi sebagai penutup. Kok bisa ya Didit berani jadi joki tugas kuliah S2?
“Kenapa berani ngerjain tugas S2, karena pada dasarnya tugas-tugasnya hampir sama kayak S1. Seperti buat PPT, studi kasusnya dalam kehidupan nyata, gitu-gitu. Tugas kayak UAS, PPT, makalah, masih sama kayak tugasku S1, Mas. Kalau masih FISIP, masih mirip-mirip, lah.”
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA Kok Bisa Ada Mahasiswa yang Bangga Pakai Jasa Joki Tugas, Sehat, Bos?
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.