Nyi Ageng Serang, Perempuan Sakti Pembela Perang Jawa

Nyi Ageng Serang, Perempuan Sakti di Perang Jawa

Sebagaimana kisah-kisah dari belahan dunia lain, kisah peperangan di Jawa juga sering melibatkan tokoh perempuan hebat yang begitu disegani musuh sekaligus dihormati pendukungnya. Pada masa Jawa kuno, ada nama Ratu Kalinyamat. Sementara pada masa Perang Jawa, dari sekian nama perempuan di barisan Diponegoro ada satu nama fenomenal yang kini sosoknya diabadikan dalam sebuah patung di Wates, Kulonprogo, yaitu Nyi Ageng Serang.

***

Dalam konteks Perang Jawa, daerah Kulonprogo dan sebagian Magelang menjadi saksi cukup penting dalam jalannya palagan, terutama di masa-masa akhir. Di Dekso, misalnya, terdapat makam prajurit Diponegoro. Sementara di Sengir, tersimpan rapat kisah Joyokusumo yang kehilangan kepala di babak akhir perang.

Hari itu, sore mulai datang dan muazin sudah mengumandangkan ikamah asar. Saya menuju ke barat dan menyeberangi Sungai Progo via jembatan gantung Duwet. Dari sana, saya terus menuju ke barat dan menyusuri pegunungan di sisi utara kabupaten ini. Gapura Dusun Beku, Banjarharjo, Kalibawang, Kulonprogo menyambut. Di bagian tengah dusun, terdapat sebuah komplek makam pahlawan nasional sekaligus salah satu pendukung Diponegoro dalam Java Oorlog.

Memasuki area makam, dua kelompok makam mengapit jalanan di kanan dan kiri. Sementara di depan sana ada dua bangunan joglo besar bercat hijau menyambut. Nuansa bangunannya tampak modern dengan jendela kaca berwarna gelap.

Nama aslinya R.A. Kustiah Wulaningsih. Beberapa sumber menuliskannya sebagai R.A. Kustiyah Wulaningsih Retno Edhi. Ia punya nama tenar Nyi Ageng Serang. Nama “Serang” agaknya merujuk ke nama suami keduanya, Pangeran Serang I. Peter Carey dalam Kuasa Ramalan menyebut dugaan bahwa sebelum pernikahan dengan Serang I lalu pindah ke daerah Serang yang berada di dekat Demak, Perempuan ini sempat menjadi pejabat di Kraton Yogyakarta.

Pintu masuk menuju makam. Bangunan tempat makam Nyi Ageng Serang adalah bagian sisi kanan
Pintu masuk menuju makam. Bangunan tempat makam Nyi Ageng Serang adalah bagian sisi kanan. (Syaeful Cahyadi/Mojok.co)

Putri panglima perang Sultan Hamengku Buwono I

Terkait kedekatannya dengan Kraton Yogyakarta, laman Kundha Kabudayan DIY menyebut bahwa sosok ini pernah menjadi istri Sultan Hamengkubuwono II. Ditarik jauh lebih ke belakang, Nyi Ageng Serang disebut-sebut sebagai anak dari Pangeran Natapraja, salah satu panglima perang di masa Sultan Hamengkubuwono I.

Kuasa Ramalan juga menuliskan bagaimana Keluarga Pangeran Serang mewarisi darah Sunan Kalijaga. Mungkin, karena ini pula, keluarga ini mendapatkan hak-hak atas penguasaan tanah secara turun temurun dari keraton. Buku tersebut juga menuliskan keluarga satu ini sebagai pendukung gigih Perang Jawa.

Di selasar makam, seorang pria paruh baya tampak duduk bersama anak balita. Samar-samar dari luar tampak beberapa orang yang sedang berziarah. Saya menghaturkan salam. Pria itu rupanya juru kunci makam. Suwaldi namanya, usianya 55 tahun. Sementara bocah tadi adalah cucunya. Keluarganya secara turun temurun menjadi juru kunci makam ini sekaligus menjadi pemilik tanah di area makam ini.

Dekat selasar tempat kami berbincang, terdapat beberapa nisan berbahan marmer.  Suwaldi menyebut makam ini milik anak-anak dan abdi Nyi Ageng Serang. Satu nama yang ia sebutkan adalah Raden Boedi Utomo, sosok keturunan Nyi Ageng Serang yang pernah menjadi guru spiritual salah satu presiden Indonesia.

Di bagian samping, satu joglo lain berisi makam anggota keluarga Nyi Ageng Serang lainnya. Di sini ada makam suami, anak, serta cucu. Suwaldi menyebut, makam ini dipindahkan dari daerah Sragen pada tahun 2016 silam.

“Saya dulu ikut menggali makamnya,” kenang pria itu.

Bagian dalam bangunan sisi kiri ini berisi 6 nisan berwarna gelap, sementara di selasarnya terdapat 4 makam. Komplek ini berisi makam orang tua, suami, anak, dan cucu Nyi Ageng Serang. Sementara di komplek makam utama, Nisan Nyi Ageng Serang berada di bagian dalam bangunan, bersandingan dengan satu makam penderek atau abdinya semasa hidup.

Bagian depan makam Nyi Ageng Serang. (Syaeful Cahyadi untuk Mojok.co)

Makam sosok ini berada di sebuah ruangan kecil dengan dinding kaca gelap. Di samping ruangan, terdapat selasar lain yang biasa dimanfaatkan peziarah untuk duduk dan berdoa. Sebagai makam utama, pusara Nyi Ageng Serang mendapatkan sebuah cungkup kecil berbahan kayu di sekelilingnya.  

Baca halaman selanjutnya

Nyi Ageng Serang dikenal sebagai orang sakti setelah…

Perempuan sakti

Dalam alam sejarah, mungkin, Nyi Ageng Serang adalah sosok paling terkenal dari keluarga Pangeran Serang. Namanya melintang jauh melebihi suaminya, Pangeran Serang I dan anaknya, Pangeran Serang II. Dua nama ini sejatinya juga berada di barisan Diponegoro dalam Perang Jawa.

Carey, dalam Kuasa Ramalan, menuliskan bahwa Pangeran Serang II telah memimpin pasukan berisi 500 orang di Kawasan Serang-Demak dalam masa-masa awal Perang Jawa. Sosok pangeran ini juga pernah diangkat Diponegoro sebagai salah satu panglima perang.

Kembali ke Nyi Ageng Serang, sosok ini disebut dalam berbagai literatur memimpin perang dengan cara bertandu. Hal ini mengingat usianya yang sudah renta tatkala Perang Jawa dimulai. Laman Kundha Kabudayan DIY menuliskan bahwa Nyi Ageng Serang telah berusia 73 tahun pada 1825. Ia disebut meninggal pada tahun 1838.

Sementara di Kuasa Ramalan, Carey menyebut masa hidup perempuan hebat ini merentang dari sekitar tahun 1769 hingga 1855. Jika merujuk ke pendapat ini, maka pada tahun 1825 tatkala perang dimulai, Nyi Ageng Serang telah berusia 56 tahun dan meninggal di usia 89 tahun. Ia juga disebut-sebut memiliki masa hidup lebih lama dibanding putra dan suaminya.

Carey juga memberikan penjelasan menarik soal kenapa perempuan ini begitu disegani dalam palagan Perang Jawa. Perempuan pertapa, demikian sebut Carey. Ia terkenal dengan kasekten luar biasa yang didapatkannya lewat laku semadi dalam waktu yang panjang di gua-gua pantai selatan Jawa.

Carey juga menuliskan bagaimana ia sering membagi-bagikan jimat berupa, lempeng tipis tembaga, timah, dan perak tempaan sepanjang tiga inci dan lebar satu inci yang dibalut dengan ayat-ayat suci.

Makam Nyi Ageng Serang dan salah satu abdinya. (Syaeful Cahyadi/Mojok.co)

Dalam percakapan kami, Suwaldi mengatakan bahwa mulanya ada wacana untuk memakamkan Nyi Ageng Serang di Astana Girigondo. Namun, pernyataan ini tentu aneh jika mengingat bahwa Nyi Ageng Serang meninggal sebelum dibangunnya Astana Girigondo pada tahun 1900.

Satu hal yang pasti, perempuan sakti yang namanya kini diabadikan menjadi nama rumah sakit ini tidak meninggal karena pertempuran perang. Ia meninggal karena usia tua. Tempat yang disebut Bukit Traju Mas ini, sebut Suwaldi, dipilih sebagai makam karena di tempat inilah dulunya Nyi Ageng Serang pernah mendirikan markas semasa berjuang dalam Perang Jawa.

*** 

Dua rombongan telah keluar dari area makam utama. Kini saatnya saya masuk dan berziarah. Saya sengaja masuk ke ruangan utama tempat makam Nyi Ageng Serang berada. Setelah rangkaian doa saya ucapkan, saya beranjak keluar dan berniat berbincang lebih lama dengan Suwaldi.

Patung Nyi Ageng Serang di tengah pusat kota Wates, Kulon Progo.

Tanpa diduga, suasana selasar yang tadinya cukup ramai telah sepi. Rombongan peziarah sebelumnya telah pergi, begitupun dengan Suwaldi dan cucunya. Saya berputar-putar di area makam untuk menemukan sosok sang juru kunci tadi dan hasilnya nihil.

Sore itu, saya meninggalkan area makam dengan kawalan tatapan tajam lukisan Nyi Ageng Serang yang tergantung di dinding luar. Tatapan tajam dari sosok perempuan pertapa yang kelak memiliki keturunan hebat bernama Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau Ki Hadjar Dewantara.

Reporter: Syaeful Cahyadi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Panembahan Seloning, Adu Mancing, dan Pelarian Majapahit yang Memilih Bertapa

 

Exit mobile version