Mie Ayam Takeshi di Bantul ini memang lain daripada yang lain. Ada ekstra mie, sawi, dan daging ayam yang saking banyaknya daging sampai menutupi mienya.
***
Benteng Takeshi, sebua game show dari Jepang, tentunya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Acara ini sempat tayang di Indonesia medio 2000-an awal dan langsung ngehits kala itu. Berbagai rintangan unik harus dilewati peserta untuk bisa menghadapi Yang Mulia Takeshi di babak akhir. Sejauh saya nonton, memang sulit sekali menembus benteng satu ini.
Tetapi di tulisan ini saya tak hendak membicarakan soal Benteng Takeshi. Ada Takeshi lain yang ada di dunia nyata dan disukai juga oleh banyak orang, wabil khusus warga Bantul. Mie Ayam Takeshi namanya. Lokasinya ada di Jalan Tentara Pelajar Bantul (disebut juga Ringroad Manding). Tepatnya di sebelah utara pintu gerbang Kompleks Pemerintahan Kantor Terpadu Kabupaten Bantul.
Selayaknya Benteng Takeshi, Mie Ayam Takeshi punya “kekuatan” yang tak mudah ditembus. Sebagaimana Benteng Takeshi pula yang memiliki beberapa babak rintangan, soal Mie Ayam Takeshi ini juga akan saya ulas menjadi 2 babak.
Babak 1: Kunjungan biasa
Disebut kunjungan biasa karena memang kunjungan saya ini tidak bermaksud untuk melakukan liputan untuk Mojok. Ya hanya jajan biasa lalu saya tulis ulasannya di Twitter (follow akun @nyaaarimie ya lur!).
Waktu itu saya datang sekitar jam setengah tiga sore. Sengaja waktu itu dipilih agar bisa lebih lengang. Benar saja, hanya 2 meja yang terisi dari 7 meja yang tersedia. Tuma’ninah, ambil jeda sejenak untuk menentukan menu apa yang hendak dibeli.
Mie lurus dan mie keriting
“Mie ayam ekstra mie nggih,” pinta saya.
“Lurus atau keriting mas?”.
“Lurus,” singkat saya jawab. Begitulah, tidak seperti warung mie ayam kebanyakan, Takeshi menyediakan 2 jenis mie.
Mie lurus adalah mie seperti yang kebanyakan warung mie ayam gunakan. Sedangkan mie keriting yang dimaksud adalah mie instan merk Ekomie yang mudah kamu temui di warung kelontong ataupun pasar. Kenapa warung ini menyediakan mie keriting yang tak lazim digunakan di mie ayam? Tunggu jawabannya di babak 2!
Sekejap berikutnya balik kanan untuk memesan minum. Terpampang ruah meriah terjejer rapi berbagai macam rasa Nutrisari dan beberapa merk kopi saset. Tapi kali ini pilihan saya jatuh kepada es teh tawar saja.
Saya masuk lalu duduk di kursi tengah. Meja dan kursi yang ada di sini adalah yang jenisnya panjang. Bisa diisi sekitar 6-8 orang. Jadi apabila datang sendiri akan kelihatan cukup mencolok.
Warung sederhana ini struktur bangunannya dari batako plus seng, beratapkan asbes. Bagaikan sebuah oven jumbo apabila cuaca sedang terik-teriknya plus tidak adanya ventilasi. Untungnya hal itu tidak terjadi. Cuaca saat itu lumayan adem dan ventilasi di warung ini sangat memadai. Apalagi di sampingnya ada sawah. Udara semilir pun mengalun lembut membelai tubuh.
Porsi ekstra mienya bikin puas
Tak sampai 10 menit pesananku datang. Saya memang sering ke sini, tapi jujur inilah pertama kalinya memesan menu ekstra mie. Sejenak saya menghela nafas. Lalu menghela lagi. Lalu istigfar dan berucap, “Ya Allah uwakehe!” Dua porsi mie tumplek blek jadi satu.
Sebelum mulai makan, ada “tradisi” yang tidak boleh saya tinggalkan ketika berada di Mie Ayam Takeshi. Yakni menambahkan klethikan, snack-snack renyah lah. Ada berbagai pilihan mulai dari kerupuk rambak, kacang atom, bakso goreng hingga snack kayak stick kentang yang bermicin dan berbubuk cabe.
Favoritku adalah kacang atom dan bakso goreng. Keduanya menambah sensasi gurih dan tekstur renyah yang pas, tidak keras sekaligus tidak mudah mleyot ketika kuah mie mengguyurnya.
Porsi ekstra memaksaku untuk menjadi penganut mie ayam tidak diaduk terlebih dahulu. Sedikit demi sedikit mie ku sruput. Mie dengan ukuran sedang lancar mengalir masuk ke mulut lalu ke tenggorokan.
Seolah sesuai namanya, lurus-lurus saja bebas halangan. Kematangannya yang paripurna membuat tekstur kenyalnya masih terasa sehingga sensasi khas ketika menguyah mie benar-benar mendatangkan rasa puas yang luar biasa.
Setelah mie masuk mulut, berikutnya adalah guyuran kuahnya yang gurih. Kuah kaldu di Takeshi bukan jenis yang kuat ataupun ringan. Sedang-sedang saja dengan level asin yang pas. Hal ini mungkin memang sengaja agar tidak menjadi “lawan” bagi sang bintang utama.
Potongan ayamnya guedhe!
Mie dan kaldu sudah masuk, saatnya topping ayam menunjukkan tajinya. Ayam di Mie Ayam Takeshi memang layak sebagai sang bintang utama. Bagaimana tidak, potongannya sungguh sangat tidak mashook!
Potongan ayamnya benar-benar guedhe. Panjangnya sekitar 5-7 cm atau seukuran jari tengah manusia dewasa dengan ketebalan 1 cm. Kalau mie ayam lain potongan dadu kecil atau suwir tipis, ini mah potongan mini steak!
Kalau penjual lain mungkin memotong ayam dengan rapi dan kecil-kecil, owner Takeshi mungkin motongnya sambil mikir “Hess sek gedhe-gedhe wae ben cepet! (Hess yang besar-besar aja biar cepet).
Meski pun potongan dagingnya besar-besar, bumbu semur pada daging ayam mampu meresap dalam. Rasa semur yang manisnya malu-malu akan memanjakan lidahmu dalam setiap gigitannya.
Manis yang nggak bikin kapok bagi mereka yang anti makanan manis ala Jogja. Benar-benar “gigit” mengingat besarnya potongan ayam. Sensasi makan mie ayam yang jelas belum tentu ada di sembarang warung. Dan inilah, “kekuatan” atau saya menyebutnya “benteng terkuat” milik Mie Ayam Takeshi!
Mie ayam sudah berkurang setengahnya. Barulah saya tambahkan kecap, sambal, dan saos. Saya menambah snack stik kentang pedas, agar mie ayam ini berganti “wujud” menjadi lebih bermicin. Keringat pun bercucur makin deras dalam setiap suapan. Sebuah kepuasan yang luar biasa. Menikmati mie ayam jumbo dengan dua cita rasa. Mie ayam tandas. Butuh sejam agar perutku mulai bisa dikondisikan untuk bergerak pulang.
Babak 2: Kunjungan menghadap “Yang Mulia”
Pada kunjungan kedua kali ini ada beberapa misi yang saya usung. Pertama, membuktikan kata salah satu followerku bahwa si penjual pasti nyeker (tidak memakai alas kaki) ketika mengolah mie. Kedua, mencoba mie keriting yang konon jadi primadona. Ketiga, melengkapi foto penjual yang belum saya ambil supaya sah untuk ditayangkan Mojok sekaligus wawancara sebentar.
“Emoh mas, isin! Rasah wae, motret mie ne wae!” (Nggak mau mas, malu! Motret mie-nya saja). Begitulah jawaban Bu Maryati, atau pelanggan lebih suka memanggil beliau dengan sebutan “mamak” atau “mak e”. Sebutan orang Jawa untuk “ibu”.
Eksis sejak 30 tahun lalu
Ya sudah, karena tidak suka memaksa saya lantas mengambil foto tanpa terlihat muka beliau. Meski malu difoto, perempuan yang sudah menjadi lord di Mie Ayam Takeshi selama 30 tahun lebih ini gesit dan ramah dalam melayani pelanggan. Candaan frontal dengan nada yang cukup lantang sering beliau lontarkan kepada pelanggan setianya.
“Kenapa namanya “Takeshi” bu?” tanyaku pada beliau. “Ya ga ada alasan. Bawa hoki saja.” Beliau masih malu. “Kalau mie keriting, kenapa pake itu bu?” lanjut pertanyaan saya selanjutnya.
“Ya karena banyak anak muda yang suka.” Singkat, sedikit, seperlunya. Begitulah beliau setiap kali menjawab pertanyaan. Berbanding terbalik dengan mie ayam di warung ini yang panjang, banyak dan kimplah-kimplah.
Langsung saya memotret seperlunya dan melihat kaki beliau. Beneran nyeker! Mungkin beliau ini bak pengendali bumi yang mendapatkan transfer energi dengan menapak langsung pada tanah ya! Mungkinkah ini rahasia beliau bisa bertahan selama 3 dekade berjualan mie ayam?!
Kali ini tanpa berlama saya langsung memesan mie keriting dengan ekstra ayam. Karena sedang ingin manis-manis, saya pesan pula Nutrisari dingin rasa sirsak. Kondisi warung saat itu ramai. Maklum, jam makan siang.
Kebanyakan yang datang ke sini memang laki-laki dan seringnya rombongan. Porsi jumbo mie ayam jelas ada di meja-meja yang mereka tempati. Sambil bercengkarama, sambil bertukar “data”.
Baca halaman selanjutnya