Cerita Mahasiswa yang Lulus Tanpa Skripsi, Jalur OBE Jadi Lahan Para Joki

Ilustrasi Cerita Mahasiswa yang Lulus Tanpa Skripsi, Jalur OBE Jadi Lahan Para Joki. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Sistem Outcome Based Education (OBE) atau sistem luaran jadi pilihan banyak mahasiswa karena tak perlu mengerjakan skripsi. Mereka cukup membuat jurnal ilmiah yang terpublikasi atau diikutkan konferensi. Namun, banyak kemudian yang menggunakan jasa joki karena tak mau ribet. Apalagi sebagian dosen seperti tidak mempersoalkan. 

Mojok melakukan observasi dan wawancara dengan mahasiswa dan joki jurnal ilmiah. Sebagian narasumber meminta identitasnya disamarkan untuk melindungi privasi mereka.

***

Anisa (21) tampak marah ketika mengetahui ada mahasiswa lain seangkatannya yang memakai jasa joki untuk jurnal publikasinya. Sebagai mahasiswa semester akhir, mutlak baginya ia menyelesaikan tugas akhir dengan usahanya sendiri.

Wajah mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di Solo ini tampak sedikit letih ketika harus menceritakan bagaimana perjuangannya kemarin menyelesaikan tugas akhirnya. Proses berbulan-bulan itu sudah ia lalui. Dengan bantuan dosen pembimbing, sejak Agustus 2022 Anisa sudah mulai menyusun tugas akhirnya.

Lewat pengakuannya, Anisa sudah kenyang betul teror dosen pembimbing. Namun, Anisa bersyukur karena dosen pembimbing seperti itulah yang memang ia cari.

“Aku ikut seminar prosiding internasional, jurnalku dipublikasi. Tiap minggu ketemu dosen pembimbing, harus selalu ada progress. Mana bisa pake jasa joki kalo kayak gitu,” Anisa bercerita di tengah kesibukannya mengumpulkan berkas untuk wisuda pertengahan Maret 2023.

Mahasiswa mengerjakan skripsi atau tugas akhir. MOJOK.CO
Ilustrasi mahasiswa mengerjakan tugas akhir atau skripsi. (Mojok.co)

Nada bicaranya terdengar naik, menunjukkan kemarahannya atas ketidakadilan yang terjadi. Ternyata di luar sana, katanya, ada yang memanfaatkan inovasi jalur OBE ini untuk melakukan kecurangan. Memakai jasa joki agar tugas akhirnya bisa selesai tidak pernah masuk dalam agendanya.

“Toh cuma 6 SKS, kayak mata kuliah yang lain sebenarnya. Masa begitu aja harus joki, kan sudah jadi kewajiban buat mahasiswa,” nadanya semakin naik. Anisa geram dengan mahasiswa yang dengan mudahnya memakai jasa joki. Bagi Anisa, mahasiswa seperti itu sudah menciderai kejujuran akademik.

Mengenal jalur OBE, alternatif kelulusan skripsi

Dengan sistem luaran atau outcome based education (OBE), mahasiswa bisa lulus tanpa mengerjakan skripsi dan sidang akhir. Sebagai pengganti skripsi, praktis mahasiswa hanya mendapat beban pembuatan artikel ilmiah yang publikasinya di jurnal ilmiah dan prosiding seminar, baik skala nasional maupun internasional. Luaran tidak melulu soal artikel ilmiah, mahasiswa juga bisa mengganti beban tugas akhirnya dengan menghasilkan kekayaan intelektual.

Buku Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi di Era Industri 4.0 untuk Mendukung Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, di laman dikti.kemdikbud.go.id menyebutkan kurikulum pendidikan tinggi yang oleh Dikti kembangkan sebenarnya sudah menerapkan sistem OBE.

Di Indonesia, sudah banyak kampus yang menggunakan sistem ini. Mahasiswa maupun kampus dapat banyak keuntungan, seperti publikasi dan reputasi internasional, cepat, dan mahasiwa juga tepat waktu dalam mengerjakan tugas akhir. 

Dari pengamatan saya lewat teman-teman di kampus yang menggunakan jalur OBE, sistem  ini justru menghasilkan celah yang kemudian mereka manfaatkan untuk menggunakan jasa joki. Dengan kewajiban sidang saja jasa joki laris manis di pasaran mahasiswa, bayangkan jika tanpa sidang.

Berdasarkan pengakuannya kepada Mojok.co, Resti (22)* dan Aril (22)*, membagikan pengalamannya ketika memakai jasa joki untuk jurnal publikasinya. Keduanya adalah bukti jika sistem OBE dengan jurnal publikasi ini punya celah untuk melakukan kecurangan. Asal punya uang, kelulusan tugas akhir bisa mudah didapat dalam hitungan hari.

Dosbing tak mempersoalkan

Resti memakai jasa joki berkat rekomendasi yang ia dapat dari temannya. Menurutnya dosen pembimbingnya tidak mempermasalahkan jika ia memakai jasa joki untuk penyelesaian jurnal publikasi yang akan diikutkan dalam prosiding seminar internasional. Faktor itu yang membuat Resti berani.

“Aman atau nggaknya itu nggak tahu. Tapi udah saya coba di prosiding seminar internasional, nggak masalah. Kalo buat dosbing yang ribet saya nggak tahu ya,” ujarnya sambil tertawa.

Resti memercayai tenaga joki untuk menyelesaikan bab 3 dan 4 di jurnal publikasinya. Dari ceritanya, Resti hanya perlu membayar Rp400 ribu. Tiga hari berselang, bab 3 dan bab 4 milik Resti selesai.

“Karena saya nggak paham. Dosbing saya juga nggak pernah minta revisi,” ungkap Resti menjelaskan motifnya memakai jasa joki.

Ia sendiri tidak begitu mengetahui apakah hasil pekerjaan penjoki ini benar atau salah. Memuaskan atau tidak juga tidak ia perhatikan. Apa pun hasilnya yang ia terima, itulah yang ia pakai. Yang paling penting baginya adalah, penjoki sudah membantu jurnal publikasinya bisa selesai.

Cerita yang tak jauh berbeda datang dari narasumber yang lain. Lewat teman satu kelasnya, Aril berkenalan dengan joki jurnal publikasi. Lewat panggilan telepon, Aril bercerita jika jurnalnya selesai karena bantuan asisten laboratorium jurusannya.

“Dapet rekomendasi dari teman, terus saya minta tolong ke teman buat hubungi joki itu. Setelah negosiasi, bayar 400 ribu rupiah buat ngerjain bab 3 dan 4, nggak lama jurnal saya jadi,” jelasnya sambil meyakinkan saya jika yang dia lakukan ini aman alias tidak memiliki risiko.

Berkat bantuan penjoki, mata kuliah skripsi/tugas akhir sebesar 6 SKS sukses mereka rampungkan. Kini keduanya sedang menunggu waktu kelulusan, sebelum bertambahnya gelar sarjana di ujung nama mereka.

Jurnal publikasi OBE: Ladang baru untuk joki

Di lain kesempatan, Mojok.co mendapati cerita dari beberapa penjoki skripsi ataupun jurnal publikasi. Sistem OBE membuat mereka tidak hanya sekadar memberikan jasa joki skripsi, tapi juga jurnal imiah terpublikasi. 

Anggi (30)* menolak jika orang menyebutnya sebagai joki. “Bukan joki, tapi bantu. Kalo joki kan tugas utamanya joki. Beda sama saya yang cuma bantu,” katanya coba menegaskan.

Untuk urusan akademik, Anggi bukan orang sembarangan. Ia sudah kenyang betul rasanya bangku perkuliahan. Bahkan Anggi saat ini sedang menempuh studi S3. Latar belakang itu yang membuat Anggi kerap mendapatkan kepercayaan untuk “membantu” mahasiswa lain yang mengerjakan skripsi atau artikel ilmiah. Keamanan mahasiswa sebagai kliennya berani ia pastikan.

“Saya bisa bantu dua-duanya, skripsi atau jurnal publikasi. Tapi untuk skripsi bisanya jurusan manajemen aja,” katanya.

Di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa S3, sebagai “pembantu mahasiswa”, Anggi menunjukkan loyalitas yang tidak setengah-setengah. Semua dia lakukan untuk kelulusan kliennya. “Bantu dari awal nyusun judul sampai terpublikasi, bisa. Saya bantu buat langsung sekali jadi. Biasanya saya bantu mahasiswa Undip,” ujarnya.

Mahasiswa akan sulit menggunakan jasa joki karya ilmiah atau jurnal jika dosennya melakukan pengawasan ketat. (Ilustrasi Mojok.co).

Kepada Mojok.co, Anggi membagikan daftar harga atas jasa yang ia tawarkan. Baginya, besaran biaya tergantung di tingkat mana jurnal itu terpublikasi. Semakin tinggi tingkatnya, maka semakin melambung juga harganya. “Sinta 2 sekitar 3,5 juta rupiah. Untuk Sinta 3 itu 2 juta rupiah, dan Sinta 4 biayanya 1,5 juta rupiah,” sebutnya.

Baca halaman selanjutnya…

Joki punya daftar hitam dosen yang nggak bisa dikerjain

Joki punya daftar hitam dosen yang nggak bisa dikerjain

Cerita lain saya dapat dari lulusan mahasiswa yang kini menyambi sebagai joki skripsi dan jurnal publikasi. Menurut Roy (26)* ia hanya bisa mengerjakan bidang sesuai jurusannya ketika kuliah dulu. Kebanyakan Roy membantu mahasiswa di kampusnya dulu. Berbeda dengan Anggi, Roy tidak keberatan orang menyebutnya sebagai penjoki.

Dedikasi Roy sebagai joki—dalam makna yang negatif—juga luar biasa. Sebagai aktor di balik langgengnya tindak kecurangan di lingkungan akademis, Roy rela mengeluarkan tenaga, pikiran, juga waktunya. Tak lain dan tak bukan adalah demi menghasilkan uang.

Kata Roy, hanya dengan memberi dia sekian juta rupiah, jurnal publikasi bisa ia buat hanya dalam satu minggu. “Tapi tergantung dosen pembimbingnya juga. Kalo nggak dibuat langsung jadi, 1-2 hari bisa selesai,” tambahnya lewat aplikasi chatting.

Dalam satu minggu itu, dari judul awal hingga artikel ilmiah sukses terpublikasi di berbagai tingkatan penerbit bisa Roy jabani. “Di luar biaya publikasi jurnal, untuk biaya dari awal sampe selesai itu 3 juta rupiah,” sebutnya yang mulai menghitung estimasi harga.

Di luar kemampuannya menyelesaikan jurnal publikasi tidak lebih dari tujuh hari, Roy cukup selektif dalam memilih kliennya. “Saya perlu tahu juga karakteristik dosen pembimbingnya. Jadi bisa nyesuaiin penulisannya lebih cepat. Saya condong ke jurusan saya dulu, kalo jurusan lain riweh nanti dosennya gimana.”

Di skena adik tingkatnya, nama Roy cukup terkenal sebagai joki skripsi dan jurnal publikasi. Dari beberapa teman saya yang mengaku pernah memakai jasa joki, kontak Roy jadi salah satu yang banyak merekomendasikan.

Ada beberapa dosen yang memang masuk dalam daftar hitam dia. Biasanya, kata Roy, kalau ada klien mahasiswa yang dosen pembimbingnya masuk daftar hitamnya, Roy menolak. “Susah, dosennya bikin males. Ada juga dosen yang nggak bisa dikerjain asal-asalan.”

Monitoring dan pengawasan jadi keharusan

Untuk menyelesaikan tugas akhirnya, mahasiswa dibantu oleh dosen pembimbing. Mojok.co mewawancarai salah satu dosen pembimbing di salah satu kampus Jawa Tengah. Suharti (39)*

Sudah belasan tahun Suharti dipercaya oleh pihak prodi untuk menjadi dosen pembimbing. Baginya, menjadi dosen pembimbing punya tanggung jawab yang besar. Bagaimana nantinya mahasiswa itu betul-betul mampu ia arahkan dan motivasi, agar tugas akhir mahasiswa bisa selesai dengan hasil yang sesuai kemampuan mahasiswanya.

Dari beberapa cerita mahasiswa yang pernah bimbingan dengannya, Suharti terkenal disiplin. Selama belasan tahun menjadi dosen pembimbing, Suharti belum menemukan mahasiswa bimbingannya yang memakai jasa joki.

Menurut Suharti, adanya permintaan jasa joki bisa sebabnya karena beberapa faktor, seperti kurangnya pengawasan dan bimbingan dari dosen pembimbing. Bisa juga karena adanya niat dari mahasiswa itu sendiri, dan mahasiswa yang memiliki akses informasi perihal jasa joki.

“Saya kalau sidang saja meminta bukti yang valid atas data yang digunakan. Kalau dia menulis ini, terus bukti rekaman wawancaranya tidak ada, itu sudah saya silang,” tegasnya. Suharti melakukan itu untuk memastikan kalau mahasiswa tidak berbohong atas penelitiannya.

Soal jasa joki di sistem luaran OBE, Suharti menyadari betul jika praktik seperti itu memang ada di dunia akademik. Meski ada kasusnya, Suharti menolak jika harus menghilangkan sistem luaran OBE. Solusi yang Suharti tawarkan adalah dengan terus melakukan monitoring serta evaluasi ke depannya.

*) Nama narasumber di artikel ini, kami samarkan untuk menjaga privasi mereka.

Reporter: Novali Panji Nugroho
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Cerita Mahasiswa yang Nggak Ikut Wisuda karena Merasa Nggak Sakral-sakral Amat dan reportase menarik lainnya di kanal Liputan.

 

 

Exit mobile version