Pemilu sebagai permainan
Menurut Sujiwo Tejo, pemilu mestinya dimaknai sebagai sebuah permainan. Seperti yang tergambar dalam karya lukis bertema catur yang akan dipamerkannya, seserius apapun pemain bermain catur, mereka tetap meyakininya sebagai sebuah permainan.
“Nah problemnya dalam pemilu, kadang kita nggak sadar ini cuma permainan. Bedanya Pak Ganjar sama Prabowo atau Anies, itu hanya permainan saja,” tandasnya.
Berharap kebudayaan jadi panglima
Terkait kemungkinan maju dirinya bersama Nasirun yang selama ini menekuni kebudayaan untuk maju capres dan cawapres alternatif dalam pemilu mendatang, Sujiwo Tejo menganggapnya hal yang mustahil. Namun dia dan banyak pihak memang merindukan kebudayaan bisa menjadi panglima.
Sebab sejak kepemimpinan Presiden pertama Soekarno hingga saat ini Presiden Joko Widodo (jokowi), politik yang lebih dikedepankan menjadi panglima. Belum pernah ada pemimpin yang lebih meletakkan kebudayaan sebagai panglima karena mereka lebih fokus pada politik ataupun ekonomi.
“Sudah waktunya kebudayaan dikedepankan [oleh pemimpin]. Misalnya pembangunan sanggar seni dengan dana desa. Namun selama ini dana desa yang sekian miliar itu hanya untuk pembangunan infrastruktur, jembatan. Kenapa tidak membangun sanggar tari, itu tari bisa dihitung secara ekonomi, tapi katanya susah tidak bisa dihitung, dan yang bisa dihitung ya jembatan,” imbuhnya.
Penulis: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi