Siswi di Sumedang yang Mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan Boleh Kembali Sekolah

remaja ktd sumedang

Ilustrasi sekolah ramah anak di Sumedang (Mojok.co)

MOJOK- Pemerintah Kabupaten Sumedang memfasilitasi siswi SMA yang sebelumnya putus sekolah lantaran mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), untuk kembali bersekolah. Melalui sebuah program khusus, siswi-siswi ini boleh kembali sekolah setelah melahirkan, bahkan dengan membawa anak mereka sekalipun.

Inisiatif tersebut muncul setelah sejak akhir 2021 lalu, laporan mengenai pelajar yang meminta dispensasi nikah terus bermunculan.

Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB), sepanjang 2021 ditemukan 1.348 pernikahan anak di bawah umur yang didominasi oleh perempuan—dari total dari 9.905 pernikahan. Data ini mengalami penurunan sekitar 30 persen pada 2022.

Dari seribu lebih pelajar yang mengajukan dispensasi nikah itu, rata-rata disebabkan mengalami KTD. Alhasil, siswi ini pun memilih putus sekolah dan tidak melanjutkannya lagi setelah melahirkan.

Namun, pemerintah berupaya agar siswi-siswi tersebut tetap bisa bersekolah karena hak mereka mendapat pendidikan. Konsep sekolah ramah anak pun dibentuk untuk memfasilitasinya.

Jaminan hak pendidikan bagi anak

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DPPKB Kabupaten Sumedang, Eki Riswandiyah, menyebut bahwa konstitusi dengan sedemikian rupa telah mengatur mengenai hak-hak pendidikan bagi anak-anak.

“Merujuk Pasal 28 dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengenai hak asasi manusia, anak berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasarnya, pendidikan dan manfaat dari ilmu pengetahuan,” ujarnya, dalam gelar wicara Government Talk bertajuk “Melanjutkan Sekolah Bagi Anak Yang Menikah Dini Di Sumedang”, dikutip Rabu (1/2/2023).

Adapun, untuk mengantisipasi praktik nikah dini, DPPKB Sumedang akan melakukan beberapa langkah antisipasi. Salah satunya, seperti disebutkan Eki, DPPKB telah melakukan banyak komunikasi dan kolaborasi dengan beberapa elemen, seperti Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, dan lainnya.

DPPKB berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan terkait bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk pemenuhan hak anak tersebut dalam hal pendidikannya. Karena dalam UUD baik anak sebagai pelaku atau korban tetap harus mendapat perlindungan.

Upaya ini dibangun dengan program sekolah ramah anak. Dengan begitu, remaja yang menikah di bawah umur dan kondisinya sudah hamil dapat melanjutkan sekolah setelah melahirkan.

“Kalau kondisinya sudah hamil, Dinas Pendidikan atau sekolah seharusnya tidak mengeluarkan anak tersebut tapi diberi keterangan pindah, jadi bukan diberhentikan. Sehingga nanti setelah melahirkan boleh daftar kembali ke sekolah tersebut,” jelas Eki.

Dibuatkan sekolah khusus

Eki juga memaparkan, bahwa untuk menjamin hak-hak pendidikan bagi anak tersebut, Kabupaten Sumedang telah memiliki beberapa sekolah khusus, yang menampung anak kurang mampu atau anak yang mengajukan dispensasi nikah secara gratis.

Antara lain, yakni di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terkait dengan Sumber Daya Kemanusiaan dan Kesehatan (SDMK), serta di beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA).

“Jika siswi-siswi ini enggan [ke sekolah formal], maka kami akan mengupayakan mereka untuk mengikuti kejar paket, sehingga hak 12 tahun sekolahnya tetap terpenuhi,” kata Eki.

Selain adanya sekolah khusus ini, DPPKB Sumedang sebenarnya juga telah mendorong seluruh sekolah di Sumedang untuk mewujudlkan sekolah ramah anak.

Di sekolah ramah anak ini, kata Evi, tidak boleh lagi ada sekolah yang mengeluarkan murid yang bermasalah atau menikah dini. Ini didasarkan pada UU Perlindungan Anak.

“Tapi mungkin karena malu setelah punya anak, siswi-siswi ini tidak ingin kembali ke sekolahnya dan memilih sekolah khusus [yang disediakan DPPKB],” ujar Eki.

“Alhamdulillah, sebagain besar siswi yang mengajukan dispensasi nikah itu mau lanjut sekolah,” sambungnya.

Program Sekoper Cinta, upaya penanganan dari hulu

Lebih lanjut, Eki menjelaskan bahwa pihaknya juga telah menelurusi faktor tingginya angka pernikahan dini. Dari penelusuran itu, faktor ekonomi, pergaulan bebas, dan kurangnya pantauan dari keluarga khususnya ibu, jadi penyebab tingginya pernikahan dini di Sumedang.

Oleh karena itu, sebut Eki, DPPKB Sumedang pun melakukan gerakan pencegahan dari hulu. Melalui program ini, pihaknya akan mencari elemen yang harus dikuatkan, yakni yang pertama adalah sosok ibu dan yang kedua anak itu sendiri.

Untuk menguatkan dan meningkatkan kualitas ibu, DPPKB Sumedang mengadopsi program Provinsi Jawa Barat, melalui program bernama “Sekoper Cinta”.

“Kalau ibunya mengerti mengenai risiko-risiko menikahkan anaknya yang di bawah umur, pernikahan dini bisa dihindari,” jelasnya.

Dalam program Sekoper Cinta, para ibu akan diberikan beberapa modul dan menjadi peserta pelatihan di desa terkait cara meningkatkan kualitas komunikasi antara ibu dan anak. Dalam satu desa terdapat 3 fasilitator yang mendampingi sekitar 100 perempuan.

Menurut Eki, setelah program ini berjalan, pada 2022 jumlah pernikahan dini menurun sepertiga, menjadi 451 pernikahan. Meski grafiknya menurun, DPPKB Kabupaten Sumedang terus mengupayakan pencegahan dengan program Sekoper Cinta dan sekolah ramah anak.

“Pemda Sumedang menyadari bahwa ancaman dan gangguan terhadap perempuan bisa muncul dari keluarga. Maka, Pemda mendorong agar Sekoper Cinta ini diterapkan di semua desa dan kelurahan di Kabupaten Sumedang,” tukasnya.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda

BACA JUGA Plis, Ya! Pakai Alat Kontrasepsi Bukan Kewajiban Perempuan, Aja!

Exit mobile version