Kebelet Beli Ponsel 5G? Jangan Nafsuan. Pikirin Soal Jaringan, Operatornya, dan Ponsel yang Kamu Pakai

Jangan Gegabah Pindah ke 5G, Pikirkan Dulu Soal Jaringan, Kebutuhan, dan Ponsel yang Kamu Gunakan MOJOK.CO

Jangan Gegabah Pindah ke 5G, Pikirkan Dulu Soal Jaringan, Kebutuhan, dan Ponsel yang Kamu Gunakan MOJOK.CO

MOJOK.COIntinya, soal 5G, bakal lebih bagus lagi kalau ponselnya all-rounder, flagship killer, dan murah meriah (lebih murah dari POCO F3, maksudnya). Jangan gegabah buang duit. 

Setelah Telkomsel sudah memulai layanan komersial untuk jaringan 5G di beberapa tempat pada akhir Mei lalu, Indosat Ooredoo dan Smartfren akan segera mengadakan uji operasinya. Di saat yang bersamaan, ponsel 5G dari berbagai brand juga telah dijual dengan harga mulai dari Rp3 jutaan hingga kelas flagship. Apakah sudah saatnya kita upgrade ke ponsel 5G?

Saya jadi ingat pengalaman ketika datangnya jaringan 4G LTE ke Indonesia. Saat itu, saya masih menggunakan Samsung Galaxy S4 resmi Indonesia dengan jaringan 3G dan paket internet dari Indosat Ooredoo dengan biaya Rp50 ribu per tiga bulan untuk kuota sebesar 3 GB.

Mengapa tidak segera beralih demi 4G yang lebih cepat dan bisa menikmati kuota bonus 4G?

Saya belum membutuhkan kuota sebesar itu dan belum mau mengeluarkan uang lebih banyak untuk sesuatu yang tidak saya butuhkan. Mengunduh PowerPoint, PDF, dan Word untuk materi belajar SMA, chatting di WhatsApp dan LINE, serta bermain LINE Get Rich sudah sangat cukup dengan kecepatan 3G.

Saya beralih ke ponsel 4G, ketika Samsung Galaxy S4 saya mengalami kehilangan foto secara terus-menerus, baterainya tak lagi bisa diandalkan, dan malah bootloop setelah update software. Atas perpindahan tersebut, Indosat Ooredoo memberikan hadiah berupa tambahan kuota 4G sebesar 4GB untuk tiga bulan tanpa biaya tambahan.

Penggunaan kuota bulanan naik ke 8GB sejak jarang keluar rumah di pertengahan 2019, naik lagi ke 15GB sejak kuliah dari rumah di awal 2020, sampai akhirnya menembus 200GB sejak bekerja dari rumah di akhir kuartal pertama 2021.

Kenali kebutuhan atas kecepatan internet sebelum mikirin 5G

Hal yang saya pelajari untuk pertama kalinya adalah, kenali kebutuhan kalian atas kecepatan internet. Jika rumah kalian sudah berlangganan internet kabel berkecepatan tinggi seperti IndiHome atau BizNet, jaringannya stabil (termasuk saat hujan turun), dan jarang mati listrik, ponsel 4G bahkan 3G sekalipun masih mumpuni. Belum terlalu butuh 5G.

Tethering ke laptop untuk blogging dengan editor Gutenberg terbaru dari WordPress masih sangat nyaman dilakukan di jaringan 3G (dengan perangkat Samsung Galaxy V), misalnya. Bahkan, Redmi 4X saya di jaringan 4G sanggup melakukan tethering ke satu laptop untuk live streaming tayangan balap dari luar negeri dengan resolusi Full HD, satu laptop untuk remote desktop connection, dan satu ponsel untuk menonton YouTube di resolusi 360p ketika ponsel tersebut juga memutar video di IGTV.

Lain halnya jika kamu banyak berada di luar rumah atau tempat tinggalmu tidak terjangkau internet berlangganan dengan kualitas baik nan stabil, lalu sering mengunduh dan mengunggah file berukuran besar serta memainkan game online yang kompleks. Selama tidak masalah membayar biaya kuotanya, internet 5G tentu menjanjikan pengalaman yang lebih memuaskan.

Satu fakta menarik, Redmi 4X yang saya gunakan mendukung jaringan 3G HSDPA dengan kecepatan maksimum 42 Mbps dan 4G LTE Cat 4 dengan kecepatan maksimum 150 Mbps. Namun, kecepatan tipikal pengunduhan di kedua jaringan sama saja yaitu sekitar 800 KBps (setara 6.4 Mbps). Ketika disiksa oleh Speedtest dari Ookla, barulah si 3G mentok di 1 MBps (setara 8 MBps) dan 4G melesat ke 2.5 MBps (setara 20 MBps, kalah dari kecepatan IndiHome di rumah sepupu-sepupu saya malah).

Jadi, saran saya, kita tunggu saja dulu berapa kecepatan 5G setiap operator setelah digunakan secara luas jika memang belum kamu butuhkan saat ini. Apalagi kabarnya, lebar pita yang operator kita miliki masih kurang ideal kan untuk mengekstrak kecepatan maksimal dari 5G? Hmmm….

Ingin memanfaatkan kuota bonus 5G atau paket yang lebih murah?

Di awal kedatangan 4G, saya ingat bahwa kita mendapatkan kuota bonus baik sesaat setelah migrasi kartu maupun setiap perpanjangan paket internet. Kuota bonusnya jauh melebihi kuota utama yang bisa dipakai di semua jaringan, misalnya bonus 10GB khusus 4G dan kuota utamanya hanya 2GB.

Tentu kerugian besar jika kita tidak bisa menggunakan kuota 4G tersebut dan kita memang membutuhkannya. Sebaliknya, jika kuota utama dari paket termurah pun tidak pernah habis, kuota bonus hangus tidak masalah kan?

Melihat kondisi hari ini, pantauan saya menunjukkan bahwa tinggal Tri yang masih menerapkan kuota khusus 4G dan itu pun hanya berlaku untuk beberapa paket yang sedang dalam masa promosi. Jika benar harga dan kuota yang dicantumkan sesuai dengan yang saya lihat, itu pun masih lebih mahal dari paket yang saya gunakan saat ini.

Operator telekomunikasi akan mencoba menarik minat pelanggan di awal implementasi dengan harapan penggunaan di jaringan generasi sebelumnya berkurang dan kelak frekuensi bisa ditata ulang untuk upgrade berikutnya. Pelanggan juga belum diberikan layanan yang benar-benar matang, kan?

Setelah kematangan tersebut tercapai dan jumlah pelanggan yang masih ada di jaringan generasi sebelumnya dipandang tidak terlalu signifikan, tentu operator ingin kembali ke kalkulasi harga ekonomis yang menguntungkan bagi mereka.

Pahami dana, kebutuhan, dan kondisi ponsel yang lagi kamu pakai

Kalau punya duit Rp7 juta ke atas dan kebetulan menggunakan jaringan Telkomsel, membeli Oppo Reno 5 5G atau keluarga Vivo X60 tidaklah berat. Performa, kamera, dan layar yang ditawarkan juga sudah memiliki kualitas yang sangat mumpuni. Gimana kalau nggak punya dana sebesar itu?

Misalnya saja, kita berbicara mengenai Oppo A74 5G melawan saudara senamanya yang masih mentok di 4G. Meskipun prosesornya masih berkepala 4 alias Snapdragon 480, pengujian Jagat Review menunjukkan bahwa dia bisa bersaing dengan Snapdragon 678 yang jelas kelasnya berada di atas Snapdragon 662 milik Oppo A74 4G.

Refresh rate layar lebih tinggi di varian 5G, NFC hanya ada di varian 5G, terlihat unggul telak. Akan tetapi, jika kebutuhanmu adalah daya charging di atas 30 W dan layar AMOLED (karena sering berada di luar ruangan yang terik dan full brightness dari layar IPS LCD tetap tidak cukup), tetap varian 5G bukan pilihan yang tepat. Atau misalkan kebutuhannya adalah performa tinggi untuk gaming kelas berat dan Snapdragon 480 nggak cukup. Mungkin Poco X3 Pro dengan Snapdragon 860 masih lebih memenuhi kebutuhan.

Saya juga ingin bertanya kapan kamu membeli ponsel yang sekarang dimiliki dan kapan ponsel tersebut diluncurkan?

Jika bukan seri lama, datang dari brand yang cukup royal dalam memberikan software update, dan masih beroperasi, misalkan iPhone SE 2020, saya belum merekomendasikan pembelian ponsel baru. Terlebih lagi jika kebutuhan terhadap pembaruan sistem operasi (misalnya demi memenuhi persyaratan Microsoft Intune di tempat kerja) lebih tinggi dibandingkan terhadap jaringan 5G, mungkin lebih baik menunggu ponsel yang lebih baru biar nggak perlu membeli lagi dalam waktu yang lebih cepat (misalnya menunggu iPhone 13 daripada membeli iPhone 12 saat ini).

Bagaimana dengan arsitektur prosesor baru dari ARM? Ya, ARMv9 kabarnya baru akan hadir di Cortex X2, A710, dan A510. Jika ingin merasakan sensasinya seperti apa, ya tunggu aja.

Apakah area dan operator sudah terjangkau 5G?

Pertanyaan ini menjadi pertimbangan utama membeli ponsel 5G. Sampai ketika tulisan ini dipersiapkan, baru Telkomsel yang menggelar komersialisasi jaringan 5G. Cakupan wilayahnya juga masih sangat terbatas.

Mereka menggunakan teknologi 5G NSA dengan frekuensi 2300MHz (band N40) sebagai anchor plane dan didukung oleh jaringan 4G 1800MHz (band B3) sebagai control plane. Masalahnya, ponsel di pasaran yang di atas kertas sudah mendukungnya belum tentu bisa mendeteksi jaringan 5G Telkomsel. Indosat belum punya jatah di frekuensi 2300MHz, tentunya akan memiliki konfigurasi yang pasti berbeda dengan Telkomsel. XL? Smartfren? Tri? Belum diketahui dengan jelas.

Jika operator belum akan segera melakukan ULO 5G dan kamu tinggal di luar kota besar yang ketika 4G datang pun termasuk antrian belakang, kemungkinan besar kamu akan menunggu 5G lebih lama lagi. Mungkin ke depannya, operator juga akan membuka layanan 5G di frekuensi lain yang sebelumnya belum pernah digunakan oleh ponsel jika pemerintah memberikan lampu hijau untuk itu, misalnya 700MHz, 3500MHz, atau yang lain, kita lihat saja.

5G stand alone akan diterapkan di Indonesia? Mungkin saja, saat ini sudah digunakan operator Salt dari Swiss, kok.

Udah kebelet beli ponsel 5G yang baru?

Jika butuh ponsel baru sekarang juga, mungkin bisa jadi ada ponsel 5G yang sesuai kebutuhan. Berikut beberapa jenama ponsel rekomendasi saya.

Untuk harga Rp4 juta, Samsung Galaxy A32 5G menurut saya bisa dipertimbangkan daripada Realme 8 Pro. Samsung berjanji menggulirkan software update selama tiga tahun untuk ponsel seri Galaxy A (penting untuk pengguna ponsel jangka panjang dengan kebutuhan Microsoft Intune), ketika Realme sepertinya memiliki yang lebih terbatas seperti pada saudara BBK-nya yaitu Oppo dan Vivo.

Dimensity 720 milik si Samsung juga masih bersaing dengan Snapdragon 720G milik Realme 8 Pro, meskipun memang ada kekalahan untuk PUBG. Minus si Samsung memang banyak, mulai dari daya pengecasan yang berbeda jauh (15W vs 50W), resolusi kamera utama (48MP vs 108MP), dan teknologi layar (TFT HD+ 60Hz vs Super AMOLED FHD+).

Semoga soal layar TFT sih catatan GSMArena dan situs resmi Samsung kurang tepat ya, karena ulasan PhoneArena menyebutkan IPS LCD dan tingkat kecerahannya sudah termasuk memuaskan. Ya kali pakai layar TFT seperti ponsel Rp1 jutaan di hari begini.

Jaringan 5G memang belum teruji untuk bisa digunakan, tetapi Samsung dikabarkan masih berkoordinasi dengan operator untuk mengoptimalkannya. Jika tidak bermasalah dengan software update, ingin daya pengecasan yang sedikit lebih cepat, refresh rate layar 90Hz, dan prosesor Snapdragon, Oppo A74 5G layak dilirik dan sudah teruji di jaringan 5G Telkomsel.

Untuk harga hampir Rp6 juta, Vivo V21 5G bisa dipertimbangkan. Catatannya adalah prosesor MediaTek yang kemungkinan oprekannya lebih terbatas, kapasitas baterai 20% lebih kecil (alias Vivo masih datang dengan 4000mAh), tidak ada lensa telephoto, dan software update juga mungkin tidak sepanjang Samsung (karena mereka menjamin software update selama tiga tahun termasuk untuk ponsel seri Galaxy A, ketika saat ini Vivo baru sebatas untuk seri X keluaran terbaru). Performa MediaTek Dimensity 800U bersaing kok, bersaingnya dengan Snapdragon 765 menurut skor AnTuTu dan hasil pengujian di beberapa game oleh NanoReview.

Untuk harga hampir Rp8 juta, Vivo X60 jauh lebih direkomendasikan dari Samsung Galaxy S20 FE versi resmi Indonesia. Snapdragon 870 lebih baik dari Exynos 990, kamera tidak usah ditanya, kapasitas baterai lebih sedikit 4% tetapi daya pengecasan lebih tinggi 32%, dan keluaran lebih baru pula.

Masa depan software update Vivo X60 memang kurang terjamin dibandingkan Samsung Galaxy S20 FE. Namun setidaknya, ia sudah datang dengan Android 11 dan tidak bermasalah bagi yang berganti ponsel dalam waktu satu sampai dua tahun.

Intinya, soal 5G, bakal lebih bagus lagi kalau ponselnya all-rounderflagship killer, dan murah meriah (lebih murah dari POCO F3, maksudnya). Jangan gegabah buang duit kalau belum butuh banget. Pikirkan baik-baik, biar nggak menyesal.

BACA JUGA 4 Pertanyaan buat Masa Aktif Telkomsel, IndiHome Wifi, dan Segala Keruwetannya dan ulasan soal teknologi lainnya di rubrik KONTER.

Exit mobile version