Diskonan Shopee dan ShopeeFood yang Merepotkan Ojol dan Merchant

Melihat peristiwa antrian tak manusiawi yang dialami driver ojol beberapa waktu yang lalu, saya jadi ingin curhat.

Diskonan Shopee dan ShopeeFood yang Merepotkan Ojol dan Mercant MOJOK.CO

Diskonan Shopee dan ShopeeFood yang Merepotkan Ojol dan Mercant MOJOK.CO

MOJOK.COKetika Shopee, dalam hal ini ShopeeFood bikin event diskonan, merchant, dan driver ojol akan selalu jadi “korban”.

Saya bekerja di sebuah restoran yang bekerja sama dengan ShopeeFood menggunakan ShopeePartner. Melihat peristiwa antrian tak manusiawi yang dialami driver ojol beberapa waktu yang lalu, saya jadi ingin curhat.

Saya tidak ingin membela atau menyalahkan. Saya berharap tulisan ini bisa menjadi masukan bagi penyedia platform seperti Shopee, merchant, dan driver ojol itu sendiri. Ketiga entitas ini sebetulnya saling berkaitan, saling membutuhkan. Jadi, ada baiknya sebuah sistem yang lebih bersahabat segera dibuat.

Jadi, sudah agak lama saya bekerja di suatu restoran yang bekerja sama dengan ShopeeFood. Selama itu, saya menemukan beberapa masalah. Misalnya, pertama, saya melihat banyak driver ShopeeFood mengalihkan pesanan ke driver lain. Alasannya adalah alamat konsumen yang dirasa terlalu jauh.

Kedua, banyak driver yang minta didahulukan. Selain untuk mengejar waktu antar karena jauhnya alamat konsumen, mereka juga khawatir ketika melihat antrian panjang. Selalu ada kemungkinan konsumen membatalkan pesanan secara sepihak. Driver jadi dirugikan. Oleh sebab itu, mereka ingin didahulukan.

Hal ini menimbulkan masalah turunan. Misalnya, driver tidak sabar menunggu. Imbasnya, banyak pesanan yang dibatalkan secara sepihak oleh driver. Merchant jadi rugi dan mendapat banyak komplain dan ulasan negatif dari konsumen juga.

UU ITE nomor 11/2008, Pasal 15 ayat 1 menyatakan: “Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.”

Berkaca dari UU tersebut, seharusnya, Shopee sebagai penyelenggara Sistem Elektronik, harus memastikan platform yang dibuatnya aman dan bertanggung jawab atas operasional. Kalau tidak, di sini akan terjadi kebingungan. Siapa yang akan bertanggung jawab jika masalah-masalah di atas terjadi. Driver, merchant, atau Shopee sendiri?

Saya rasa yang di lapangan sama-sama tahu bahwa kebijakan Shopee memang ketat. Banyak restoran bisa kena banned dengan mudah karena alasan tertentu. Izinkan saya menceritakan pengalaman saya di restoran tempat saya bekerja.

Sekali waktu, Shopee mengadakan diskon besar-besaran di akhir bulan. Siapa yang tidak suka dengan event diskonan di Shopee yang memang terkenal sering dilakukan. Pesanan membludak. Semua jadi super sibuk. Ya driver sampai pekerja di restoran.

Ketika itu, di restoran, hanya ada dua orang yang menerima pesanan. Jelas, jumlah penerima pesanan kala itu tidak cukup. Ketika antrian membludak, masalah mulai terjadi. Misalnya begini:

Pesanan driver dengan nomor 837 ternyata selesai duluan. Sementara itu, pesanan driver 835 belum juga selesai padahal sudah lebih dari satu jam menunggu. Hasilnya, driver 835 terlihat sangat marah. Hingga puncaknya, dia membentak kami.

Kami, sebagai penerima dan yang melayani pesanan, sebetulnya maklum dengan kemarahan driver 835 itu. Masalahnya adalah kebetulan dia menerima pesanan yang jumlahnya cukup banyak. Kami jadi ikut emosi karena kondisi yang crowded dan rasa letih menghadapi event diskonan itu.

Di sini, pekerja dan driver ojol menjadi korbannya. Belakangan kami tahu kalau driver bisa kena banned jika terlalu lama menunggu, misalnya sudah lebih dari satu jam belum jalan ke alamat konsumen.

Nah, ini yang saya maksud dengan penerapan UU ITE di atas. Jika memang sedang ada event diskonan, pesanan meledak, dan driver harus mengantre selama berjam-jam, apakah mereka akan kena banned juga? Bukankah itu kurang adil?

Saya rasa akan ideal jika Shopee juga membuat sistem stok. Maksudnya begini, kalau pesanan sudah terlalu banyak, otomatis sistem akan tertutup. Jadi, mereka bisa mengantre dan menyelesaikan pesanan. Tentu semua restoran juga harus menerapkan hal ini kalau pesanan membludak dan pekerja sudah tidak bisa menanganinya.

Hal ini untuk mencegah driver dan konsumen nggak kebagian “menu spesial”. Biasanya, ketika event diskon, menu-menu tertentu akan menjadi incaran konsumen. Nota pesanan jelas akan menumpuk.

Driver yang mendapatkan nomor terakhir bisa saja tidak kebagian menu tersebut dan merasa dirugikan. Padahal, dia sudah kadung menulis pesanan di nota. Sudah begitu, mereka tidak bisa membatalkan pesanan. Kondisi ini juga membuat merchant tak enak hati. Apakah kami juga harus mengganti kerugian yang dirasakan oleh driver? Rating rendah sangat berbahaya untuk mereka.

Pada akhirnya, saya ingin menyampaikan dua hal. Pertama, kami, yang bekerja di restoran, meminta maaf jika pelayanan kami belum maksimal. Keterbatasan SDM jadi penghambat kami bekerja secara maksimal.

Kedua, semoga ada kebijakan dari penyedia aplikasi, tidak cuma Shopee saja, yang seimbang untuk semua. Pada akhirnya, tujuan driver, merchant, dan penyedia plaform, kan, sama. Ketiganya bekerja mencari rezeki dan memuaskan konsumen.

BACA JUGA Brutalnya Antre di Mie Gacoan dan Apesnya Ojol yang Kena Orderan ke Sana dan artikel menarik lainnya di rubrik KONTER.

Exit mobile version