Waktu dan Tempat Kami Persilakan: Ketidaklogisan Bahasa yang Jadi Kebiasaan

Waktu-dan-Tempat-MOJOK.CO

MOJOK.CODalam banyak momen sambutan, MC sering kali berujar, “Waktu dan tempat kami persilakan,” yang mengundang tanya bagi banyak orang. Benarkah ungkapan ini merupakan kesalahan berbahasa karena dinilai tidak logis?

Di banyak acara-acara formal, bagian paling membosankan bagi saya adalah sambutan-sambutan. Di sebuah sambutan pada acara wisuda saya, misalnya, saya benar-benar merasa ngantuk dan bertanya-tanya: apakah ini hadiah dari kampus saya setelah saya kuliah bertahun-tahun, ngulang-ngulang mata kuliah, dan revisi dua puluh lima kali setelah dibantai 4 dosen penguji dalam sidang skripsi yang bahkan tidak dihadiri oleh dosen pembimbing saya sendiri karena beliau ada urusan mendadak di luar negeri???

Tapi, yang paling mengganjal telinga saya sebelum rasa ngantuk itu menyerang mata adalah kalimat familiar dari MC pada pejabat kampus yang dapat giliran memberikan sambutan, yaitu,

“Acara selanjutnya adalah sambutan dari Bapak Rektor. Waktu dan tempat kami persilakan.”

(((“Waktu dan tempat kami persilakan.”)))

Ya, bukannya Bapak Rektor yang dipersilakan, si MC malah mempersilakan waktu dan tempat.

Ungkapan yang Tidak Logis

Kata persilakan adalah kata kerja yang dilakukan oleh kami. Nah, yang aneh dari kalimat di atas adalah sasaran yang dipersilakan oleh MC: bukan Bapak Rektor, melainkan waktu dan tempat.

Jelaslah sudah, bentuk kalimat “Waktu dan tempat kami persilakan” ini tidak logis.

Yha gimana lagi: sebenarnya, waktu dan tempat ini dipersilakan untuk apa, sih? Dipersilakan bicara? Bagaimana caranya waktu dan tempat berbicara?

Lagi pula, dengan pola kalimat ini, apa bedanya jika kita mengganti kata waktu dan tempat dengan kata lain yang sama-sama tak “bernyawa”? Udara dan air kami persilakan, misalnya? Atau, meja dan kursi kami persilakan?

Sama-sama nggak logis, kan?

Maka, dalam menanggapi ketidaklogisan kalimat di atas, mari kita mengurai semuanya satu per satu~

Kenapa Harus “Waktu dan Tempat”?

Pertama-tama, maksud kalimat MC tadi sesungguhnya adalah mempersilakan Bapak Rektor untuk memberi sambutan di tempat yang telah disediakan, dengan waktu yang telah disediakan pula. Penekanan kata waktu dan tempat sangat mungkin muncul sebagai upaya penerjemahan yang kurang tepat dari ungkapan “The floor is yours” dalam bahasa Inggris. Ungkapan “The floor is yours” sendiri dipakai untuk mempersilakan seseorang berbicara (memberi sambutan).

Nyatanya, proses penerjemahan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia memang tak selamanya mulus kayak kulit muka pakai foundation yang full coverage. Selain ungkapan “The floor is yours”, ada juga kasus-kasus penerjemahan yang “kurang” sempurna, misalnya pada kata makan malam, yang dipakai untuk menggantikan dinner. Istilah makan malam ini ibarat anak tiri yang menjadi hasil pilih kasih antara kata breakfast dan dinner.

Gimana, nggak: wong breakfast aja punya padanannya sendiri dalam bahasa Indonesia (sarapan, alih-alih makan pagi), kok dinner nggak? Hal yang sama juga berlaku pada kata lunch: nggak punya padanan khusus dalam bahasa Indonesia, selain makan siang.

Bagaimana Sebuah Ungkapan Dinilai Logis?

Dari semua hal yang dipaparkan di atas, seperti apakah kelogisan bahasa sebenarnya?

Sebuah kalimat, secara sederhana, harus mudah dipahami sekaligus dimengerti pendengar dan pembacanya. Jadi, daripada “Waktu dan tempat kami persilakan”, kenapa nggak pakai kalimat-kalimat lain, sih, Beb? Contohnya, nih:

  1. “Kami persilakan Bapak/Ibu untuk memberi sambutan”,
  2. “Bapak Rektor kami persilakan untuk memberi sambutan”, atau
  3. kalimat lain yang serupa~

Naaaah, sekarang paham, kan, betapa pentingnya kita untuk memastikan kelogisan bahasa? Ya iyalah, melenceng sedikit aja, maknanya juga bakal berbeda, Saudara-Saudarakuuuh. Yang disasar siapa, yang kena siapa. Yang dipanggil siapa, yang nengok siapa.

Sama kayak: yang disindir siapa, yang ngerasa siapa~

Hehe~

Exit mobile version