Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Komen Versus

Pak Jokowi, Kalau Jenengan Sedang Pakai Kata ‘Saya Ingin’, Itu Maksudnya Gimana tho?

Prima Sulistya oleh Prima Sulistya
9 Mei 2020
0
A A
pak jokowi aku ingin aku mau otoriter anak buah bos diksi mojok.co

pak jokowi aku ingin aku mau otoriter anak buah bos diksi mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Pak Jokowi kan komandan tertingginya eksekutif, notabene mandornya eksekutor, lha kok bilang ingin-ingin terus, lalu yang kerja siapa?

Nuwun sewu, Pak Jokowi, kalau unek-unek saya ini ternyata unek-unek orang yang tidak tahu. Saya mau mengungkapkan saja bahwa sebagai masyarakat saya merasa aneh dan kurang sreg dengan pilihan kata panjenengan.

Sepertinya sudah masuk tanggap darurat Covid-19 waktu saya ngeh untuk kali pertama kalau Pak Jokowi suka memakai diksi ingin. Saya telusuri di arsip internet, ketemulah bahwa pola ini sudah terjadi bertahun-tahun.

“Saya ingin bansos kepada yang kurang mampu betul-betul tepat sasaran,” kata Pak Jokowi di rapat terbatas dengan menteri dan Satgas Corona, 20 April 2020.

“Saya ingin ada evaluasi total dari apa yang kita kerjakan terkait penanganan Covid-19 ini, terutama evaluasi PSBB,” kata Pak Jokowi di rapat yang sama.

“Saya ingin pengelolaan di BUMN diperbaiki, baik perombakan total, maupun manajemen yang ada,” kata Pak Jokowi, 2 Desember tahun lalu.

“Saya senang dalam 4-5 tahun, sudah punya berapa ‘unicorn’ kita saat ini? Empat? Tapi saya ingin lebih dari itu,” kata Pak Jokowi, 26 Oktober dua tahun lalu.

“Menindaklanjuti dari ancaman-ancaman ini, saya ingin agar rancangan undang-undang anti-terorisme ini segera dikejar ke DPR […] agar bisa bisa segera diselesaikan secepat-cepatnya,” kata Pak Jokowi dalam sidang kabinet, 29 Mei tiga tahun lalu.

“Saya ingin ada langkah pemberantasan narkoba yang lebih gencar, lebih berani, lebih gila lagi […],” kata Pak Jokowi di rapat terbatas, 24 Februari empat tahun lalu.

Lha kok “ingin” terus. Ini Pak Jokowi atau Sapardi Djoko Damono?

Di kesempatan lain, Bapak kadang pakai kata lainnya, seperti mau, minta, harus. Tapi nggak saya cantumkan di sini, tulisannya nanti kepanjangan, yang baca jadi malas. Aku wis apal.

Ringkasnya, membaca ingin, ingin, dan ingin itu, Waduh, Pak, saya jadi pekewuh. Awkward pisan.

Ya gimana, Pak Jokowi mengucapkan kepada jajaran menteri, dengan (bisa) disimak dan dibaca masyarakat. Semangatnya memang mirip bio Twitter Pak Ganjar Pranowo, “Tuanku ya rakyat, gubernur cuma mandat,” tapi coba Pak Jokowi bayangkan situasi seperti ini….

Pak Jokowi pergi ke warung mau beli Yakult. Sampai di sana, ternyata Yakultnya nggak ada. Tapi juragan tokonya ada di situ. Terus, di depan Bapak sebagai pembeli, si juragan ngomong ke pelayannya, “Aku mau nanti sore Yakultnya sudah ada.”

Kalau Pak Jokowi pengin ngomong, “Haaa kowe ki yo bakuleee, Tho,” sebaiknya kita tos, Pak. Saya ya mau ngomong gitu.

Nggak tahu apa sensitivitas ini bawaan kultural kesukuan, tapi saya sendiri nggak nyaman melihat atasan nyuruh-nyuruh bawahan di depan orang yang nggak ada sangkut pautnya, apalagi dengan nada keras. Kesannya kayak pamer superioritas.

Selain nggak enak dilihat, kalau ditarik ke pengalaman saya sebagai anak buah, kalau cuma disuruh-suruh begitu ya nggak mesti efektif.

Misal saya pelayane toko buah, terus bos saya nyuruh besok stok pisang harus dtambah, padahal gudange kecil, ya ndasku koprol tho, Pak. Yang punya kuasa memperbesar gudang kan juragane, saya ngertinya cara ngangkut itu peti-peti pisang dari pikap suplaier masuk ke toko. Masak saya taruh pisangnya di teras? Kalau digondol orang, saya lagi yang salah.

Buat anak buah, seenak-enaknya bos adalah yang bisa ngatur dan jadi dirigen gimana antardivisi atau antarbagian bisa seiya sekata terus pembantunya tinggal melaksanakan teknis kerjaan. Melihat antarkementerian ataupun antara kementerian dan pemerintah daerah di kepemimpinan Pak Jokowi suka slek, sini maunya gini, situ ngelakuinnya gitu, saya jadi buruk sangka jika Pak Jokowi ngomong pengin ini pengin itu jatuhnya cuma pengan-pengin thok.

Jujur, saya juga paranoid, Pak. Kalau Pak Jokowi model pemimpin yang “aku pengin ini, titik!” ke menteri, terus menterinya “aku pengin ini, titik!” ke dirjen, teruuus, sampai ke bawah, akhirnya si pejabat paling bawah yang “aku pengin ini, titik!” ke masyarakat. Lha kok enak, digaji buat nyuruh-nyuruh aja.

Saya jadi ingat satu pengalaman ketika menghadapi pejabat kecil berkelakuan bak raja. Kepada pembaca yang terhormat, maksud saya menceritakan semua ini di rubrik yang harusnya membahas persoalan kebahasaan ialah agar kita hati-hati dengan diksi, terutama bagi seorang pemimpin.

Sekitar sebulan lalu, ada satu artikel di Terminal Mojok yang menyinggung hati seorang dosen. Karena si penulis adalah mahasiswanya, ia menyuruh si mahasiswa mengontak Mojok untuk minta artikel itu diturunkan.

“Kalau artikelnya sudah diturunkan, baru kamu boleh kontak saya,” ultimatum si dosen kepada mahasiswanya.

Menerima permintaan itu dari si penulis, saya baca bolak-balik tulisan yang dipermasalahkan itu seakan-akan saya lagi baca surat cinta dari yang-e saya yang pertama dulu. Kok nggak ketemu salahnya di mana, iki aku goblok banget po ya ngasi ora weruh? batin saya, mulai insecure.

Saya lalu menelepon si dosen, menanyakan di mana letak persis poin keberatannya. Wis, dia bersilat lidah was wes wos, tapi rasa-rasanya saya, semua bisa saya bantah bahwa yang dia anggap masalah, sejatinya bukan masalah kok. Hanya dia saja yang pikirannya melampaui ruang dan waktu.

Mungkin karena malas berdebat lebih panjang, dikeluarkanlah kalimat pamungkas itu, kurang lebih berbunyi, “Pokoknya saya nggak suka! Saya mau tulisan itu harus diturunkan.”

Telepon saya tutup. Orang kalau sudah pakai pokok-pokoknya, aku mau ini aku mau itu, sebaiknya nggak usah dilawan. Jarke wae, biarkan saja, nanti juga capek sendiri. Dan bener, sejak itu masalah tersebut selesai dengan sendirinya.

Lhadalah, jangan-jangan anak buah Pak Jokowi mikirnya sama kayak saya?

BACA JUGA Penggunaan Huruf Kapital: Panduan, Contoh, dan Catatan Perkecualian dan esai Prima Sulistya lainnya di VERSUS.

Terakhir diperbarui pada 9 Mei 2020 oleh

Tags: jokowi
Iklan
Prima Sulistya

Prima Sulistya

Penulis dan penyunting, tinggal di Yogyakarta

Artikel Terkait

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini MOJOK.CO
Esai

3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini

26 Februari 2025
Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG
Movi

Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG

18 Februari 2025
Herlambang P. Wiratraman: Sebab Akibat Kekuasaan yang Antisains dan Dunia Akademik yang Memburuk di Era Jokowi
Movi

Herlambang P. Wiratraman: Sebab Akibat Kekuasaan yang Antisains dan Dunia Akademik yang Memburuk di Era Jokowi

28 Januari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Ironi mahasiswa dan sarjana hukum saat magang kantor advokat MOJOK.CO

Ironi Sarjana Hukum saat Magang Advokat: Perjuangkan Hak Orang Lain tapi Tak Berdaya Atas Hak Sendiri, Dipekerjakan Penuh Waktu Gratisan

14 Juli 2025
4 Dosa Warmindo yang Bikin Tempat Ini Nggak (Perlu) Lagi Jadi Top of Mind Tempat Makan Mahasiswa, Mending Penyetan!

4 Dosa Warmindo yang Bikin Tempat Ini Nggak (Perlu) Lagi Jadi Top of Mind Tempat Makan Mahasiswa, Mending Penyetan!

14 Juli 2025
Jogja Tanpa Klakson Itu Omong Kosong, Nggak Usah Berlebihan Bikin Narasi Puji-pujiannya

Jogja Tanpa Klakson Itu Omong Kosong, Nggak Usah Berlebihan Bikin Narasi Puji-pujiannya

10 Juli 2025
Cangkringan, Kecamatan Paling Cantik di Sleman (Foto oleh Mohammad Sadam Husaen)

Ketika Klub Sepeda Bahagia Cycling Comedy Membelah Cangkringan Sleman, Kecamatan Paling Cantik yang Membuat Kecamatan Lain Minder

10 Juli 2025
Iseng jadi pengamen liar di Jogja: sehari bisa Rp300 ribu-Rp500 ribu, bantu bertahan hidup saat puluhan lamaran kerja tidak ada yang tembus MOJOK.CO

Iseng Jadi Pengamen Liar di Jogja: Sehari Dapat Cuan Menggiurkan, Tolong Saya saat Luntang-lantung karena Puluhan Kali Gagal Kerja

11 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.