ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Komen Status

Tentang Larangan PNS Menunjukkan Dukungan Politik di Internet

Teguh Arifiyadi oleh Teguh Arifiyadi
19 Januari 2018
0
A A
PNS-Dituntut-Netral-dalam-Pilkada-MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

[MOJOK.CO] “Desember tahun lalu menpan mengeluarkan edaran larangan PNS menunjukkan dukungan politik di internet.”

Semua sudah paham, netralitas hanyalah sebuah konsep dan gagasan ideal. Meski faktanya tidak ada manusia yang benar-benar netral, ide tentang asas netralitas harus digaungkan! tujuannya simpel saja, agar ada sugesti masif bahwa penganut netralitas adalah orang yang benar-benar netral. Masyarakat pun “merasa” tenang meski itu hanya soal “rasa merasa” saja.

Untuk menjaga netralitas PNS, Menpan mengeluarkan Surat Edaran nomor B/71/M.SM.00.00/2017 akhir Desember 2017. Salah satu isinya melarang PNS mengunggah, menanggapi (like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarkan foto/video calon kepala/wakil kepala daerah di media online maupun media sosial. PNS juga dilarang berfoto bareng calon kepala/wakil kepala daerah, terlebih dengan menggunakan simbol tangan/gerakan yang menunjukkan keberpihakan.

Meski hanya selevel surat edaran, PNS tentu akan merenung ulang bahkan deg-degan untuk sekadar memberikan like pada calon kepala daerah favoritnya. Bukan apa-apa, sanksinya tidak main-main, dari sanksi ringan berupa sanksi administratif sampai dengan sanksi berat berupa pemberhentian jadi abdi negara. Serem!

Meski sedikit berbeda dengan pilkada, di era pilpres lalu, saya sering sekali melihat kawan-kawan PNS yang memberikan like kepada calon presiden idamannya. Jangankan like, foto PNS bareng calon presiden dan berfoto dengan simbol tangan tertentu banyak berseliweran bebas di internet.

Pertanyaannya, apakah dengan mereka mengunggah foto atau menanggapi calon presiden pilihannya, membuat mereka tidak netral?

Entahlah, saya sih tidak melihat sejauh itu. Saya tidak melihat keberpihakan rekan-rekan saya ke salah satu calon presiden tersebut membuat mereka jadi diskriminatif dalam melayani masyarakat.

Mengunggah foto bersama calon presiden atau sekadar memberi like terhadap gagasan calon presiden mungkin bagi mereka hanyalah ejawantah dari “hak setiap warga negara untuk mengekspresikan pandangan politik”.

Kembali ke pilkadal atau pemilihan kepala daerah langsung dan PNS, saya belum paham betul bagaimana cara yang efektif untuk memantau sekian banyak aparatur sipil negara dalam bermedia sosial atau berinternet! Melototin satu per satu akun PNS jelas mustahil, selain memang dianggap kurang kerjaan. Hehehe.

Tapi, ya begitu…. Meski sulit untuk dipantau satu per satu, setidaknya surat edaran ini bisa jadi rambu agar PNS tidak offside dalam bermedsos atau berinternet! Think positive!

Karena kalau mau dirunut lebih jauh, ada trauma besar mengenai pengerahan PNS untuk kepentingan politik tertentu di masa lalu, jadi wajar saja jika saat ini dan era sebelumnya mulai diatur soal netralitas PNS dalam kaitannya dengan politik. Termasuk mengatur bagaimana pedoman perilaku PNS ketika mengunggah urusan politik di media sosial.

Semisal ada PNS garis keras yang ngotot mengekspresikan pandangan politiknya di media sosial atau internet, kira-kira apa ya yang akan mereka lakukan? Melawan surat edaran, jelas langkah mati. Prediksi saya, paling-paling mereka akan membuat akun-akun baru anonim untuk membebaskan diri dari anjuran-anjuran yang dirasa memenjarakan hak berekspresi mereka.

Tapi, jangan khawatir, tidak akan banyak model PNS seperti itu. PNS itu dituntut menjadi makhlus halus dalam arti sesungguhnya. Halus perilakunya dan halus bahasanya. Sepanjang saya menjadi PNS, (kebetulan) saya belum pernah melihat serikat PNS (baca: Korpri) melakukan demonstrasi untuk aksi bela PNS. Sungguh “mulia” bukan?

Buat PNS, jika pesan bisa disampaikan dengan cara yang elegan dan kongkret, demonstrasi itu tidak diperlukan sama sekali. Toh yang dibutuhkan solusi! Jangan sampai rekam jejak aksi demonstrasi menentang kebijakan internal menjadi aib panjang dalam karier seorang demonstran PNS.

Jadi, kalau Anda sebagai PNS mau protes surat edaran menpan tersebut, mungkin boleh disampaikan ke layanan email pengaduan instansi Anda. Jangan lupa ketik dengan rapi dan gaya bahasa sesuai aturan tata naskah dinas, lalu berdoa semoga pendapat Anda disetujui, diteruskan, dan surat edaran tersebut akhirnya dicabut. Atau minimal berdoa saja semoga email pengaduan Anda ada yang sempat baca dan tidak dianggap sebagai spam.

Terakhir diperbarui pada 20 Januari 2018 oleh

Tags: dukungan politikInternetkementerian pemberdayaan aparatur negaralaranganpilkadapilpresPNSsanksisensorsurat edaran
Iklan
Teguh Arifiyadi

Teguh Arifiyadi

Artikel Terkait

Kisah mahasiswa abada UNY dan jadi CPNS. MOJOK.CO
Kampus

Kisah “Mahasiswa Abadi” di UNY Nyaris Kena DO hingga Beasiswa Dicabut, Kini Buktikan Bisa Lolos CPNS usai Wisuda

27 Mei 2025
Penyebab 1.976 CPNS Mengundurkan Diri setelah Lulus Seleksi MOJOK.CO
Esai

Menelisik Lebih Tuntas Alasan 1.967 CPNS Mengundurkan Diri: Antara Harapan, Realita, dan Pilihan Hidup

30 April 2025
SOBSI dan Kisah Perjuangan Buruh Mendapatan THR
Movi

SOBSI dan Kisah Perjuangan Buruh Mendapatan THR

5 April 2025
Nelangsa pegawai honorer Bekasi di tengah penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK 2024 MOJOK.CO
Ragam

Hidup Sulit Para Honorer Menanti Kejelasan PPPK: Gaji Nunggak, Dirumahkan, Terpaksa Pinjol demi Bisa Makan

17 Maret 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Setelah 6 Tahun Merantau ke Luar Jawa, Saya Jadi Takut untuk Kembali Kerja di Jakarta MOJOK.CO

Setelah 6 Tahun Merantau ke Luar Jawa, Saya Jadi Takut untuk Kembali Kerja di Jakarta

11 Juni 2025
Orang desa kuliah di kampus Jogja, merasa terintimidasi kalau ngopi di coffee shop karena nggak punya outfit skena MOJOK.CO

Derita Orang Kampung Kuliah di Jogja Utara: Kaget Ngopi di Coffee Shop, “Terhina” karena Tak Paham Menu dan Tak Punya Outfit Skena

10 Juni 2025
Pengalaman pertama beli es krim di Tempo Gelato, Kaliurang Jogja. MOJOK.CO

Pertama Kali Anak Desa Nongki di Tempo Gelato Malah bikin Canggung karena Pilih Varian Aneh dan Bertindak Konyol

15 Juni 2025
Tukang parkir (jukir) liar di Surabaya bikin repot, tak seperti di Jogja MOJOK.CO

Jukir di Surabaya Bisa Ngajak Ribut dan Bikin Repot karena Uang Rp2 Ribu, Tukang Parkir Jogja Lain Cerita

15 Juni 2025
Bukan Janji, Tapi Jalan : 100 Hari Pertama Masa Kepemimpinaan Wali Kota Solo

Bukan Janji, Tapi Jalan : 100 Hari Pertama Masa Kepemimpinaan Wali Kota Solo

13 Juni 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.