Wakil Rakyat Jogja Studi Banding ke Italia demi Pengembangan Pariwisata

Ilustrasi Gedung DPRD DIY. (Arif Hernawan/Mojok.co)

MOJOK.CO – Puluhan anggota DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan studi banding ke Italia selama sepekan pada medio Mei lalu. Akuntabilitas kunjungan itu dipertanyakan.

Sekretaris DPRD DIY Suharwanto menjelaskan 20 anggota DPRD DIY mengunjungi setidaknya tiga kota di Italia, yakni Roma, Napoli, dan Florence, sepanjang 16 – 22 Mei 2022.

“Agendanya ada yang ke Napoli karena di sana ada universitas yang memberikan mata kuliah atau jurusan Bahasa Indonesia. Kita ingin merekatkan supaya nanti ada penguatan budaya maupun bahasa Indonesia,” kata dia.

Studi banding itu juga disebut demi pengembangan pariwisata dan UMKM. “Ada juga yang (terkait) UMKM di Florence. Di Florence itu, pengembangan UMKM kulit sekaligus pariwisata,” kata Suharwanto.

DPRD juga mengunjungi ibu kota Italia, Roma, untuk belajar soal dua bidang. “Ini tentang digitalisasi pemerintahan atau e-government yang Komisi A kemudian pengembangan energi terbarukan di Komisi C,”katanya.

Menurutnya kunjungan tersebut amat penting dan sesuai urgensi DPRD DIY. “Tidak semua perguruan tinggi di luar negeri membuka jurusan bahasa Indonesia sehingga Italia dipilih,” katanya.

Agenda kunjungan itu pun disebut telah direncanalan jauh-jauh hari. Sebanyak 20 anggota DPRD itu berasal dari empat komisi yakni Komisi A, B, C, dan D yang masing-masing komisi terdiri lima orang.

“Memang peraturan dari pemerintah Indonesia itu kunjungan DPRD ke luar negeri itu maksimal satu grup itu lima orang,” ujarnya.

Para wakil rakyat itu berangkat dalam empat rombongan dalam satu waktu. Agenda studi banding ini pun telah mendapat izin pemerintah pusat, kendati saat ini masih dalam situasi pandemi.

“Sesuai mekanisme kita minta izin ke Kemendagri, Kemensesneg, Kemenlu termasuk Kedutaan Besar dari sana. Ternyata diizinkan karena (pandemi) sudah mereda,” katanya.

Menurutnya, para anggota DPRD juga tak lagi diwajibkan menjalani tes PCR untuk mengantisipasi Covid-19 saat pulang dan masuk ke Indonesia.

“Tidak ada isolasi juga. Sesuai kebijakan pemerintah kan tidak ada isolasi asal sudah disuntik vaksin booster,” ujarnya.

Namun Suharwanto menyatakan tak tahu menahu soal alokasi dana perjalanan tersebut. “Saya kurang paham secara detail terkait anggarannya,” ujarnya.

Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yuris Rezha Kurniawan menilai, ada masalah keterbukaan dalam agenda studi banding anggota DPRD DIY.

“Problem pada isu-isu kunjungan kerja anggota dewan seperti ini biasanya karena mereka kurang menekankan prinsip akuntabilitas,” ujar Yuris saat dihubungi Mojok.co, Kamis (2/6/2022).

yuris pukat ugm mojok.co
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yuris Rezha Kurniawan. (Arif Hernawan/Mojok.co)

Memang, kata dia, kunjungan kerja merupakan salah satu program yang menjadi ranah anggota dewan. “Namun, sebagaimana program yang dijalankan oleh pejabat publik dan menggunakan uang negara selayaknya mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporannya dilakukan dengan akuntabel,” ujarnya.

Jika kemudian program kunjungan kerja itu menuai banyak kritik atau kemudian banyak dipertanyakan oleh masyarakat, menurut Yuris, hampir dipastikan ada problem akuntabilitas dalam perencanaan dan pelaporan kegiatan tersebut.

“Dalam hal perencanaan, anggota dewan seharusnya bisa memastikan urgensi dari setiap proses kunjungan kerja. Sampaikan itu kepada publik sehingga masyarakat bisa menerima kebutuhan-kebutuhan dari proses kunjungan kerja. Dengan begini, publik bisa lebih aware untuk memantau prosesnya,” tuturnya.

Begitu pula seusai kunjungan kerja selesai dilakukan. Mestinya, kata Yuris, anggota dewan memberikan hasilnya kepada publik secara komperhensif.

“Tidak hanya sekadar foto dan narasi singkat bahwa mereka sudah sampai ke suatu tempat dan menemui pejabat publik tertentu. Masyarakat sebetulnya ingin tahu, perubahan kebijakan apa yang dihasilkan pasca proses kunjungan kerja atau inovasi pelayanan publik apa yang dikembangkan,” ujarnya.

Masalahnya, menurut Yuris, selama ini kebanyakan anggota dewan di level pemerintahan manapun sangat jarang menerapkan hal tersebut. “Maka, sangat wajar jika publik pada akhirnya kehilangan kepercayaan terhadap program kunjungan kerja anggota dewan,” katanya.

Reporter: Arif Hernawan
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Dilema PTM 100 Persen, Klaster Penularan COVID-19 di Sekolah Kembali Muncul di DIY dan kabar terbaru lainnya di KILAS.

Exit mobile version