Jangan Suuzon Dulu, Ini Alasan Ilmiah Daging Kurbanmu Tidak ‘Seenak Itu’

daging kurban mojok.co

Ilustrasi olahan daging (Mojok.co)

MOJOK.CO – Kamu merasa daging kurbanmu alot dan tak sesuai ekspekatasi? ternyata ada beberapa penyebab lho yang membuat daging kurban yang kamu peroleh bisa seperti itu. 

Kalau kalian mendapatkan jatah daging kurban yang seperti itu, jangan buru-buru misuhi petugas jagal. Sebab, orang lain pun hampir pasti mendapatkan daging yang sama menjengkelkan seperti yang kalian pikirkan–potongan tidak jelas dan alot. Namun, bukan berarti semua orang dagingnya sudah ditilep petugas; itu tuduhan besar yang perlu usaha pembuktian yang besar pula.

Sebelum menuduh dan nguyak-nguyak barang bukti, ada baiknya kalian membaca artikel ini. Sebab, ada alasan ilmiah di balik daging kurban yang alot dan tidak sesuai “selera pasar”. Alasan-alasan itu bisa terbagi menjadi tiga tahap, yakni: pra-pemotongan, pemotongan, dan pasca-pemotongan.

Pra-pemotongan dan pemotongan

Muhammad Faiz Labib, seorang dokter hewan, menjawab netizen yang bertanya-tanya perkara bagian daging premium macam sirloin atau tomahawk dalam jatah kurban. Pasalnya, netizen tersebut merasa selalu dapat daging biasa dan jeroan atau kaki. Faiz menulis dalam utasnya, sekalipun jatah kurban menyertakan bagian daging-daging premium, rasanya tidak akan se-juicy seperti yang biasa tersaji di steak house.

Hewan kurban yang stres, itulah alasan utama yang Faiz lontarkan untuk menjawabnya. Faiz, mengutip Grandin (1980), menuliskan bahwa hewan yang stres sebelum dan saat pemotongan akan menghasilkan penumpukan asam laktat pada ototnya serta penurunan pH dan ikatan air pada dagingnya. Itu semua proses kimia yang membuat gigi kita menerjemahkannya sebagai “alot”.

Menurut artikel tersebut, stres ada dua macam, yakni fisik dan psikis. Ternyata, stres psikis lebih berpotensi menimbulkan proses kimia yang menjadikan dagingnya alot seperti di atas. Stres psikis ini penyebabnya antara lain karena melihat sesamanya disembelih, ditonton orang banyak, dan transportasi yang tidak nyaman.

Memang, proses pra-pemotongan sangat menentukan kualitas daging kurban nantinya. Artikel karangan Adzitey (2011) yang dikutip Faiz melampirkan tabel perlakuan hewan pra-pemotongan dan dampaknya pada kualitas daging. Misalnya, sapi dan kambing yang terlalu lama di perjalanan akan mengalami penurunan berat badan. Efek yang sama dengan yang ditimbulkan oleh menjejalkannya hingga melampaui kapasitas normal dalam kandang atau transportasi.

Selain itu, Faiz menuliskan, pengeluaran darah yang kerap tidak maksimal menjadi faktor rendahnya kualitas daging kurban. “Sisa darah tersebut membuat daging lebih cepat busuk,” lanjut pemilik akun Twitter @faizlabib ini. Meski begitu, Faiz tidak begitu sengit terhadap hal tersebut sebab pada kenyataannya pihak masjid memang dikejar waktu dan kuantitas hewan yang membludak.

Pasca-pemotongan

Bukan hanya penanganan hewan kurban dan proses penyembelihan, tindakan yang diambil pasca-pemotongan juga turut mempengaruhi kualitas daging kurban. Hal ini diungkapkan Rian, dokter hewan karantina, yang menyambung percakapan yang sama di Twitter tadi.

Dalam utasnya, dia menuliskan tentang proses yang dilakukan di rumah potong hewan (RPH) modern namun tidak dikerjakan oleh panitia kurban yakni pelayuan. Sederhananya, proses ini adalah ketika karkas sembelihan disimpan selama 18 jam di ruangan beku 0-4 derajat Celcius. Pelayuan secara ilmiah dilakukan untuk menyelesaikan proses kekakuan pada kematian atau yang disebut rigor mortis. “

Di utasnya tersebut, Rian yang menggunakan akun Twitter @RianHS menyertakan rekomendasi Fakultas Peternakan IPB agar prosesi kurban Idul Adha bisa mengadopsi proses pelayuan ini. Namun, saran itu akan berjumpa dengan keterbatasan infrastruktur dan tenaga ahli jagal saat kurban.

Sebenarnya, Pemerintah Indonesia sudah menerbitkan sertifikasi untuk Juru Sembelih Halal. Namun, sebagaimana yang disampaikan Faiz, agar perkara pangan, termasuk penyembelihan hewan kurban tidak hanya berhenti pada tataran halal. “Namun juga harus thoyyib,” tulisnya.

Penulis: Ardhias Nauvaly Azzuhry
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Culture Shock Mahasiswa Indonesia Merayakan Idul Adha di Mesir

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

 

Exit mobile version