MOJOK.CO – Berawal dari usaha rokok rumahan, Gudang Garam kini menjelma sebagai perusahaan dengan aset triliunan rupiah. Bahkan, perusahaan asal Kediri itu akan segera memiliki bandara yang pembiayaannya berasal dari kantong sendiri.Â
Kunjungan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Budi Karya Sumadi ke Bandara Internasional Dhoho di Kediri beberapa waktu lalu menyita perhatian publik. Bagaimana tidak, bandara yang sepenuhnya Gudang Garam danai itu rencananya mulai beroperasi di awal 2024. Bandara Dhoho akan menjadi bandara pertama di Indonesia yang pendanaannya dari swasta.Â
Gudang Garam memang salah satu perusahaan rokok besar di Indonesia. Asetnya mencapai puluhan triliun rupiah, tepatnya Rp88,56 triliun per akhir 2022. Apabila dilihat dari pangsa pasarnya, Gudang Garam menguasai hingga 27,5 persen pasar penjualan rokok nasional atau tertinggi kedua setelah Sampoerna.Â
Pencapaian Gudang Garam hingga menjadi seperti sekarang ini tentu tidak singkat. Perusahaan yang berdiri sejak 1958 alias 65 tahun silam itu dirintis dari industri rumahan oleh Tjoa Ing-Hwie yang kelak berganti nama menjadi Surya Wonowidjojo. Sebelum merintis usahanya sendiri, Tjoa Ing-Hwie sempat bekerja pada Tjoa Kok Jiang yang merupakan pamannya. Tjoa Kok Jiang adalah pemilik NV Tjap 93, salah satu pabrik rokok terbesar di Jawa Timur pada zaman itu.
Setelah keluar dari perusahaan pada 1956, Tjoa Ing-Hwie kemudian memproduksi rokok kretek sendiri yang waktu itu masih industri rumahan. Setelah bisnis kian berkembang, ia kemudian memberi nama usaha dan rokoknya dengan Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam.Â
Masa merintis Gudang Garam
Saat awal berdiri, perusahaan dengan nama dan logo yang jauh dari embel-embel rokok itu memproduksi dua varian yakni Sigaret Kretek Klobot (SKL) dan Sigaret Kretek Linting-Tangan (SKT). Melihat peningkatan permintaan pasar, pada 1960 didirkan cabang produksi SKL dan SKT di sisi tenggara Kota Kediri, berjarak kurang lebih 13 km. Pada waktu itu, setidaknya ada 200 karyawan yang melakukan perjalanan pulang-pergi Gurah-Kediri menggunakan gerbong kereta api khusus yang perusahaan biayai.Â
Delapan tahun berselang, Gudang Garam membuka dua unit lahan baru seiring perkembangan perusahaan. Unit produksi kemudian berpindah dari Gurah ke Kediri. Perpindahan ini diikuti dengan perubahan status Gudang Garam dari perusahaan perseorangan menjadi firma pada 1969. Setahun berselang, Gudang Garam mengubah statusnya dari Firma menjadi Perseroan Terbatas (PT). Usaha Gudang Garam semakin menggeliat seiring dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).Â
Setelah bertahun-tahun hanya memproduksi varian SKL dan SKT, Gudang Garam kemudian mengembangkan Sigaret Kretek Mesin (SKM) di 1979. Kehadiran mesin rokok ini meningkatkan produksi perusahaan menjadi dua kali lipat pada saat itu, yakni 17 miliar batang per tahun.Â
Bisnis diteruskan oleh anaknya
Surya Wonowidjojo menghembuskan napas terakhir pada 1985. Kedua anaknya, Rachman Halim dan Susilo Wonowidjojo kemudian meneruskan bisnis. Sejak 1970 kedua putra Surya memang sudah aktif membantu di perusahaan.Â
Di bawah kepengurusan anak-anaknya, Gudang Garam tidak kalah berkembang. Bahkan, pada 1990 Gudang Garam resmi menjadi perusahaan terbuka. Gudang Garam melantai di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dengan kode saham GGRM.
Gudang Garam juga terus mengembangkan produknya. Pada 2002 mereka memproduksi varian baru yakni kretek mild, setelah bertahun-tahun hanya memproduksi SKL, SKT, dan SKM.Â
Perusahaan yang semula seluas 1.000 meter persegi kini sudah mencapai 208 hektar yang berada di Kabupaten dan Kota Kediri serta di wilayah Pasuruan. Tidak hanya di Jawa Timur, Gudang Garam mengembangkan gedung baru di Jakarta untuk menunjang proses produksi yang semakin progresif.Â
Kini Gudang Garam tidak hanya memproduksi rokok. Perusahaan beraset triliunan rupiah itu juga memiliki lini bisnis lain melalui anak-anak perusahaan. Lini bisnis tersebut ada produsen kertas, distribusi, jasa transportasi, jasa hiburan, pengolahan tembakau, peralatan pelindung keselamatan, investasi hingga perusahaan konstruksi. Diversifikasi itu secara langsung maupun tidak langsung menopang bisnis utama Gudang Garam sebagai perusahaan rokok. Â
Penulis: Kenia Intan
Editor: Agung Purwandono