Cerita Lulusan Agribisnis: Jurusan ‘Nanggung’ yang Bikin Dilema

jurusan agribisnis mojok.co

Ilustrasi petani (Mojok.co)

MOJOK.COJurusan agribisnis disebut-sebut sebagai jurusan yang nanggung. Jurusan yang mempelajari pertanian dan bisnisnya ini katanya kurang mendalam. Benarkah demikian?

Seseorang yang karirnya tak linear dengan jurusan yang ia ambil saat kuliah bukan hal baru. Tapi selalu menarik untuk kita simak ceritanya. Mojok ngobrol dengan dua lulusan agribisnis yang saat ini bekerja jauh dari dunia pertanian. Ada Kinda (25) seorang copywriter dan Iradat (28) seorang admin media sosial.

Terjun ke dunia copywriting setelah lulus kuliah bukanlah rencana awal Kinda. Sesungguhnya ia ingin melanjutkan sekolah ke program pascasarjana. Namun karena satu dan lain hal, Kinda harus bekerja terlebih dahulu.

Sayangnya, jurusan agribisnis yang serba “nanggung” membuatnya tertolak dari pekerjaan-pekerjaan yang linear dengan jurusannya. Hingga akhirnya ia banting stir berkarir sebagai copywriter yang notabene jauh dari ilmu pertanian. Walau jauh dari bidang pertanian, Kinda merasa masih ada ilmu-ilmu di bangku kuliah yang masih bisa ia manfaatkan seperti ilmu manajemen, pemasaran, dan komunikasi.

“Di agribisnis itu serba nanggung, ilmu yang dipelajari bermacam-macam tapi dikit-dikit (tidak mendalam-red),” cerita Kinda kepada Mojok. Ia membandingkan dengan jurusan lain di Fakultas Pertanian seperti agronomi dan ilmu tanah yang lebih spesifik ilmunya.

Jurusan agribisnis yang ‘nanggung’

Menurut Kinda jurusan agribisnis yang serba “nanggung” itu sebenarnya dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, lulusannya bakal punya banyak saingan dari jurusan lain ketika mendaftar pekerjaan yang linear dengan agribisnis. Kedua, ada banyak pekerjaan yang bisa ia masuki walau tidak ada kaitannya dengan pertanian sekalipun.

Sisi pertama muncul atas pengalamannya mendaftar suatu pekerjaan yang linear dengan jurusan agribisnis. Namun, posisi itu ternyata juga terbuka bagi lulusan ilmu komunikasi, manajemen, administrasi bisnis, dan akuntansi. Hanya pekerjaan sebagai penyuluh pertanian yang persaingannya dengan jurusan-jursan lain tidak terlalu ketat.

Sisi kedua berkaca dari apa yang ia alami saat ini. Keberagaman ilmu yang ia pelajari di agribisnis membuka peluang kerja yang lebih luas di luar bidang pertanian. Kondisi ini biasanya menjadi alternatif bagi mereka yang tersingkir dari pekerjaan-pekerjaan yang linear.

Sementara itu, jurusan yang “nanggung” ini dipandang berbeda oleh Iradat (28). Berkat jurusan agribisnis yang mempelajari banyak hal, ia bisa memperoleh mata kuliah desain komunikasi pertanian. Satu-satunya mata kuliah yang cukup berguna di pekerjaannya saat ini.

“Di mata kuliah itu kudu desain dan bersinggungan dengan ranah-ranah kreatif. Itu masih kepakai pas bikin konten,” kata Iradat yang saat ini bekerja di bidang media sosial.

Melihat kembali perjalanannya setelah lulus kuliah, pilihan Iradat menjadi admin media sosial bukan karena terpaksa. Ia memang senang dengan bidang-bidang kreatif. Kesenangan ini mulai ia rasakan ketika sudah duduk di bangku kuliah. Oleh karena itu, setelah lulus ia memutuskan tidak akan menggeluti karir di bidang pertanian.

Iradat tahu ia tidak sendiri. Ada beberapa temannya yang akhirnya bekerja tidak di bidang pertanian. Sejauh pengetahuannya, kebanyakan temannya yang melanjutkan pekerjaan di bidang yang linear dengan agribisnis adalah mereka yang sudah memiliki “modal”. Maksudnya, mereka memang memiliki tanah yang bisa diolah di kampung halaman ataupun orang-orang di lingkungan sekitar banyak yang bekerja di bidang pertanian.

Mempertimbangkan jurusan lain

Andai saja Iradat menyadari terlebih dulu bahwa minatnya berada pada dunia kreatif, ia tidak akan mengambil jurusan agribisnis. Ia mungkin akan masuk jurusan lain yang bersinggungan dengan dunia kreatif seperti periklanan.

Perenungan itu menggiringnya pada sebuah catatan, SMA atau sederajat perlu menggencarkan sosialisasi seputar pemilihan jurusan. Termasuk pengenalan terhadap minat dan bakat siswanya. Saat ia di tingkat akhir SMA hal semacam itu kurang menjadi perhatian, ujung-ujungnya memilih jurusan hanya berdasar common sense. Pilihan agribisnis misalnya, hanya berdasar pemikiran bahwa persoalan pangan tidak akan pernah ada habisnya dalam kehidupan sehingga lapangan kerjanya akan luas.

Seperti Iradat, Kinda sebenarnya tidak begitu memahami jurusan agribisnis. Ia memang tertarik pada dunia pertanian, tetapi lebih ke teknologi industri pertanian atau agroindustrinya. Sayangnya ia tidak lolos ke jurusan itu saat seleksi penerimaan mahasiswa baru, sehingga akhirnya masuk ke agribisnis.

Pertimbangan yang akhirnya membuat Kinda tetap mantap masuk jurusan itu karena agribisnis masih dalam Fakultas Pertanian. Di samping itu ia juga tertarik pada bidang ekonomi, termasuk bisnis. Berdasar pemahamannya pada saat itu, mempelajari pertanian dipadu dengan bidang sosial-ekonomi akan menjadi pengalaman kuliah yang menarik.

Hanya saja setelah menjalani perkuliahan, Kinda merasa apa yang ia pelajari di jurusan tersebut serba tanggung. Oleh karenanya, apabila bisa mengulang waktu, Kinda tidak akan mengambil jurusan agribisnis. Kalaupun masih di Fakultas Pertanian ia akan mengambil jurusan-jurusan yang lebih spesifik seperti agroteknologi atau teknologi industri pertanian. Kalau boleh memilih fakultas lain, dia akan mencoba Fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan jurusan manajemen.

Penulis: Kenia Intan
Editor Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Suara Hati Lulusan Jurnalistik: Kuliahnya sih Menyenangkan, tapi…

Exit mobile version