Dalam seminggu terakhir, manuver gerakan #2019gantiPresiden yang digiatkan oleh para simpatisan dan pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga (atau orang-orang yang tak terlalu mendukung Prabowo-Sandiaga tapi mangkel banget kepada Jokowi) semakin tampak besar.
Tiga peristiwa beruntun, yakni pelarangan diskusi Ratna Sarumpaet di Bangka Belitung, kemudian berlanjut dengan pemulangan Neno Warisman dari Riau, dan dipungkasi dengan pembubaran acara deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya beberapa waktu yang lalu membuat pemberitaan seputar #2019GantiPresiden menjadi tajuk utama.
Para tokoh dan pejabat pun kemudian memberikan tanggapannya terkait gerakan tersebut.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, yang merupakan salah satu tokoh yang ikut mempopulerkan gerakan #2019GantiPresiden mengatakan bahwa gerakan #2019GantiPresiden merupakan gerakan yang sah.
“Gerakan #2019GantiPresiden adalah gerakan yang sah, legal & konstitusional,” kata Mardani Ali Sera.
Mardani menganggap gerakan tersebut sebagai bagian dari pendidikan politik.
“Dalam demokrasi, melakukan pendidikan politik kepada masyarakat merupakan hal yang wajar, gerakan #2019GantiPresiden adalah bagian dari pendidikan politik.”
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI, Mahyudin menilai bahwa #2019GantiPresiden adalah gerakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, sebab hal tersebut merupaan bagian dari kampanye negatif terhadap Presiden Joko Widodo.
Tenaga Ahli Deputi IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin bahkan berkomentar lebih ekstrem lagi. Ia menganggap gerakan #2019GantiPresiden sebagai aksi makar.
Banyaknya versi pendapat soal gerakan #2019GantiPresiden ini memaksa KPU dan Bawaslu sebagai lembaga yang paling otoritatif dalam perkara pemilu angkat bicara.
Bawaslu berpendapat bahwa gerakan #2019GantiPresiden bukan gerakan yang melanggar aturan. Hal tersebut disampaikan oleh anggota Bawaslu Rahmat Bagja. Sementara Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengataan bahwa aksi #2019GantiPresiden merupakan bagian dari kebebasan berbicara.
Senada dengan Bawaslu, KPU juga menganggap #2019GantiPresiden sebagai gerakan yang tidak melanggar aturan. Menurut KPU, #2019GantiPresiden bukan bagian dari kampanye.
“Kembali ke peraturan perundang-undangan, yang disebut kampanye itu apa, kegiatan peserta pemilu untuk mengingatkan pemilih dengan menawarkan visi misi, program dan citra diri lainnya. Kalau soal tagar kan nggak ada hubungannya sama visi dan misi,” kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi.
Nah, kalau sudah keluar pernyataan dari para ahli begini, apakah keributan masih akan tetap terjadi?
Wa yo tentu saja masih, orang Indonesia ini kalau nggak ribut sehari saja, badan rasanya pegal dan meriang. bagi orang Indonesia, ribut itu sudah menjadi bagian dari gaya hidup.
Indonesia je. (A/M)