KNPK: Sri Mulyani Memang Ingin Membunuh Industri Strategis Bangsa Ini

sri mulyani mojok.co

Ilustrasi petani tembakau (Mojok.co)

MOJOK.COBeberapa tahun lalu, ada meme yang beredar di media sosial tentang harga sebungkus rokok yang seharga 50.000 rupiah. Tentu itu hanya hoaks. Tapi perlahan, di bawah Menteri Sri Mulyani harga sebungkus rokok tahun depan mulai mendekati angka tersebut.

Menurut Moddie Alvianto M.A, penggiat lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), hal itu memang tampaknya sudah menjadi agenda di kepala Sri Mulyani, yang rekam jejaknya memang menunjukkan ketidakberpihakan pada Industri Hasil Tembakau (IHT).

“IHT itu ditekan dari tiga penjuru. Pertama, industri ini belum pulih dari pukulan corona. Kedua, daya beli masyarakat kita juga terpukul. Itu artinya konsumsi masyarakat kita akan kena pada industri ini juga. Ketiga, rokok ilegal merejalela tanpa pernah bisa dibasmi oleh pemerintah.”

“Industri ini memang sengaja mau ‘dimatikan’ oleh Sri Mulyani. Mungkin hanya gara-gara dia tidak suka perokok. Dia mencampur-adukkan antara penilaian pribadi dengan jabatan publiknya. Pernah enggak dia datang ke sentra-sentra pertanian tembakau atau kebun-kebun cengkeh? Pernah enggak dia mendengarkan keluh kesah mereka? Pernah enggak dia bertanya kepada gabungan pengusaha rokok, betapa beratnya situasi saat ini?”

Hal senada juga diungkapkan oleh Fathonah, salah satu anggota Komunitas Kretek. “Ibu Sri Mulyani ini perempuan. Katanya, termasuk pembela hak-hak perempuan. Buruh linting tembakau itu mayoritas perempuan. Pekerja kebun cengkeh dan tembakau juga dikerjakan secara kolektif keluarga. Kalau perekonomian petani terkena imbasnya, perempuan sebagai garda penting dalam keluarga, pasti juga pontang-panting dan menderita.”

“Dia sih enak, dapurnya ngebul karena pintar dan jadi menteri? Tapi bagaimana dengan nasib para buruh linting pabrik? Para perempuan di sektor pertanian tembakau dan cengkeh apakah juga terlintas di pikirannya? Rasanya kok tidak.”

Di tempat yang berbeda, salah satu aktivis pro-kretek yang mantan ketua Komunitas kretek, Aditia Purnomo, dia mengeluarkan pendapatnya “Orang sering salah sangka tentang apa itu industri dan apa itu pabrikan. Industri Hasil Tembakau itu ya ekosistem ekonomi. Dari hulu ke hilir. Kalau pabrikan itu pengusaha yang memproses dan menjual.”

“Bagi pengusaha, sederhana saja, kalau sudah tidak ekonomis lagi industri ini ya bakal ditinggal. Kalau mereka meninggalkan industri ini, lalu bagaimana nasib petani dan buruh? Sementara belum ada komoditas yang bisa mereka andalkan untuk mengganti keekonomian harga tembakau dan cengkeh. Saya tidak tahu, apakah hal seperti ini nyampai di otak Sri Mulyani atau tidak? Jangan-jangan dia hanya tahu angka-angka tanpa tahu soal kehidupan manusia, terutama para petani dan buruh.”

Moddie menambahkan pernyatannya, “Coba sekarang lihat saja, mana industri besar di Indonesia yang dari hulu ke hilir seperti IHT ini? Bahan bakunya, 95% lebih dari negeri ini. Sebagian besar pengusahanya juga dari negeri ini. Memang ada yang sudah dimiliki asing. Tapi tetap dari persentasenya tetap paling besar pengusaha kita, baik sekala besar maupun menengah. Mata rantai ekonominya juga panjang sekali.” Begitu papar Moddie yang juga staf pengajar di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta ini.

Moddie dan Aditia sama-sama sepakat, kebijakan negeri ini, terutama Menteri Sri Mulyani, memang tidak berpihak pada industri nasional. “Andalannya hanya industri ekstraktif yang kalau mau diperbandingkan, anggap saja merokok itu merusak kesehatan, dampak buruk industri ekstraktrif ini lebih mengerikan lagi.” Ungkap Aditia.

“Sri Mulyani itu orangnya pintar, tapi keberpihakannya pada masyarakat terutama kelas bawah, nol besar!” Pungkas Moddie.

Penulis: Puthut EA
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Komunitas Kretek Menyatakan Berduka atas Matinya Hati Nurani Sri Mulyani

Exit mobile version