MOJOK.CO – Polri sempat terkesan menunggu “setoran” bukti baru kasus pemerkosaan anak di Luwu Timur karena berulang kali tegaskan penyelidikan sebelumnya sudah sesuai prosedur.
Komitmen Polri mengusut tuntas dugaan pemerkosaan tiga anak oleh ayah kandung di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, dinyatakan Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Ahmad Ramadhan. Komitmen ini terkait peluang kasus dibuka kembali usai liputan viral Project Multatuli berjudul “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan”.
“Tentu Polri tidak menunggu (bukti baru datang sendiri). Kepolisian Resor Luwu Timur dibantu oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan terus menggali. Ketika sudah ada bukti baru yang memenuhi unsur tindak pidana, akan kami proses lebih lanjut,” kata Ahmad kemarin (11/10), dikutip Tempo.co.
Klarifikasi ini terkait pernyataan Polri sebelumnya bahwa kasus yang sudah ditutup tersebut bisa dibuka kembali. “Tapi (SP-3 kasus) itu tidak final, apabila memang ditemukan bukti-bukti baru maka penyidikan bisa dilakukan kembali,” ujar Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono pada pekan lalu (8/10), dikutip Republika.
Pernyataan Rusdi tersebut tidak disambut gembira oleh netizen. Soalnya, Polri juga menyatakan bahwa penutupan kasus sudah sesuai prosedur. Polri meyakini, penyelidik sebelumnya telah bekerja dengan baik dan independen.
Penekanan “sudah sesuai prosedur” ini bahkan tak sekadar jadi keterangan kepada pers. Di Twitter, tagar viral #PercumaLaporPolisi yang merupakan judul serial laporan Project Multatuli, turut ditandingi oleh tagar #PolisiSesuaiProsedur, digaungkan termasuk oleh akun-akun humas kepolisian di daerah. Tagar kedua ini masuk pemuncak trending topic Twitter pada 11 Oktober, berselang 4 hari setelah dominasi tagar #PercumaLaporPolisi.
“Perang narasi” ini turut diramaikan oleh Kepala Analis Cyber Crime Investigation Center (CCIC) Bareskrim Polri M. Yunus Saputra. Meski kasus ini bukan kriminalitas siber yang merupakan ranah kerjanya, Yunus aktif menekankan bahwa laporan Project Multatuli tidak benar. Dalam thread yang ia buat, Yunus menyiratkan polisi mustahil memihak pelaku. Lho, buktinya?
Menurut Yunus, karena ia sendiri sebagai polisi selalu memihak korban yang lemah. Prinsip pribadi itu jadi titik tolaknya untuk menyimpulkan bahwa semua polisi di Indonesia pasti akan seperti dirinya: berpihak pada hati nurani. Sungguh proses penarikan kesimpulan yang mengharukan. Jika membacanya, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis pasti menangis di sel mereka.
Yang sayang dilewatkan dari thread Yunus, ia juga mendakwa Project Multatuli sebagai website pribadi milik wartawan Tirto.id, Fahri Salam. Kontan, tudingan ini langsung ditertawakan dibantah banyak netizen yang menjelaskan bahwa Project Multatuli adalah pers, bukan blog pribadi, serta Fahri Salam, pemimpin redaksinya, sudah lama bukan pegawai Tirto.id lagi. Hiks.
1. Fahri Salam pemimpin redaksi Project Multatuli.
2. Project Multatuli media, isinya karya jurnalistik, bukan “website pribadi”.
3. Kalo cara merespon karya jurnalistik adalah melakukan insinuasi thd wartawan/pemimpin redaksinya, ini ancaman thd kebebasan pers. https://t.co/h65IxagoO6— Wisnu Prasetya (@wisnu_prasetya) October 11, 2021
Sangkalan demi sangkalan pada laporan Project Multatuli itu membuat publik bertanya-tanya: jika kasus pemerkosaan anak di Luwu Timur ini bisa dibuka lagi manakala ada bukti baru, lalu siapa yang harus mencarinya? Pertanyaan ini muncul mengingat, reaksi awal Polres Luwu Timur pada liputan ini justru luar biasa salah: menyangkal, sambil mempublikasikan nama asli ibu korban di Instagram.
Beruntung, pertanyaan itu kini telah terjawab. Polri, setidaknya menurut keterangan resmi, akan aktif mencari bukti baru.
Di Sulawesi Selatan, Kapolres Luwu Timur langsung mendatangi rumah korban untuk meminta bukti baru yang belum diserahkan kepada kepolisian. Sebelumnya, dalam wawancara dengan jurnalis Eko Rusdianto dari Project Multatuli, Lydia, nama samaran ibu korban, mengaku pernah mencoba menyerahkan bukti kekerasan seksual yang dialami anaknya, tetapi ditolak polisi Luwu Timur.
“Kenapa polisi menolak waktu saya mau kasih foto dan video ini? Mereka bilang simpan saja, tidak perlu itu,” ujar Lydia kepada Eko.
Sial tak dapat ditolak, kedatangan ke rumah korban itu malah memicu protes baru dari LBH Makassar, lembaga yang mendampingi korban. Alasannya, ibu korban diminta bicara kepada polisi tanpa dampingan kuasa hukum.
Kini, polisi memang tidak punya pilihan selain mencari bukti baru dan membuka kembali kasus ini (kecuali memang betah menjadi tidak populis). Bagaimanapun, kasus pemerkosaan ini sudah menjadi urusan nasional. Selain Kantor Staf Presiden sudah buka suara meminta kasus ini dibuka, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak turut menggelar investigasi. Dari DPR RI, Komisi III mengaku turut mengawasi perkembangan kasusnya.
Betul-betul luar biasa memang postingan Fahri Salam di web pribadinya ini.
BACA JUGA Project Multatuli Alami Serangan Siber Bertubi-tubi karena Tayangkan Liputan Pemerkosaan dan kabar terbaru lainnya di KILAS.