Gedung Bakorwil Pekalongan, Saksi Sejarah Kota ini Sejak Dulu Punya Peran Penting di Jawa

Gedung Bakorwil Pekalongan, Saksi Sejarah Kota ini Sejak Dulu Punya Peranan Penting di Pulau Jawa MOJOK.CO

Gedung Bakorwil Pekalongan (Kotomono.co)

MOJOK.COGedung Bakorwil Pekalongan merupakan bangunan bersejarah yang masih berdiri gagah di jantung kota “batik”. Bangunan tua ini menjadi saksi di masa lalu kota ini menjadi wilayah penting di Pulau Jawa.

Gedung Bakorwil terletak di seberang Kantor Pos Pekalongan. Tepatnya di Jalan Diponegoro No.1 berhadap-hadapan dengan Lapangan Jetayu. Dahulu, menjelang saya mentas dari SMA, saya dan teman-teman kelas menjadikan tempat ini sebagai latar foto buku kelulusan.

Fasad bangunan dan arsitektur kolonial menjadi daya tarik tersendiri bagi kami. Kendati demikian, kami hanya berfoto di halaman depan dan samping. Tak bisa masuk lantaran tak ada izin. Sampai sekarang saya tak tahu bagaimana bentuk bangunan dan suasana di dalam.

Gedung Bakorwil Pekalongan dalam catatan sejarah

Ada yang menyebut gedung ini sebagai Rumah Jabatan Bakorwil, ada pula yang bilang eks Rumah Dinas Residen. Dua-duanya betul. Gedung ini dibangun kala Residen Belanda J. van der Eb (1849-1852) menjabat. Pembangunannya bermula sekitar tahun 1850 dan memakan waktu tiga tahun.

Residen George Johan Peter van de Poel menjadi pejabat pertama yang menempati gedung ini. Bangunan ini memiliki arsitektur bergaya khas Eropa. Terlihat dari corak bangunan bertembok tebal dan mempunyai langit-langit yang tinggi. Di depan terdapat pilar-pilar menjulang, beranda yang luas dengan atap bangunan datar, dan bercat putih kusam dominan.

Gedung Bakorwil ini berdiri di atas lahan seluas lebih dari 5000 m2. Di sekelilingnya terdapat halaman yang luas dan hijau, dari luar bangunan ini nampak amat asri.

Asal-usul munculnya istilah Bakorwil

Pada zaman dahulu, Pekalongan merupakan daerah Karesidenan. Penamaan karesidenan berhubungan dengan situasi pada tahun 1811 di mana Hindia Belanda jatuh ke tangan Britania Raya.

Kala itu, Letjen Thomas Stamford Raffles membagi Pulau Jawa menjadi beberapa karesidenan. Tiap Karesidenan memiliki pemimpin atau kepala pemerintahan yang bernama jabatan Residen. Tugasnya mengatur bidang administrasi, pemerintahan, fiskal, peradilan, dan kepolisian.

Jabatan residen diisi oleh orang dari bangsa Eropa. Residen ini juga membawahi para bupati dari bangsa pribumi yang mengepalai wilayah kabupaten. Saat Belanda kembali bercokol di Hindia Belanda (Indonesia), mereka mempertahankan sistem ini.

Karesidenan Pekalongan sendiri terdiri dari sejumlah wilayah, yakni Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Brebes, Tegal, Kota Tegal, Pemalang, dan Batang. Namun, sejak krisis pada 1950-an, karesidenan ditiadakan. Faktor kekuasaan yang muncul ialah kabupaten.

Kemudian karesidenan populer dengan istilah “Pembantu Gubernur”. Seiring berjalannya waktu, istilah ini tak lagi digunakan, kendati demikian sebutan “eks karesidenan” masih tetap terpakai secara informal.

Selanjutnya muncul nomenklatur baru yakni Badan Kordinasi Wilayah (Bakorwil) yang berada di bawah pemerintahan provinsi. Kepala Bakorwil tak memiliki kewenangan otonom dan administratif. Tugasnya hanya mengoordinasikan hal-hal terntentu kepada wali kota atau bupati.

Meski tak lagi berlaku, pengaruh pemberlakuan sistem keresidenan di Indonesia tampak pada pembagian pelat nomor hingga sekarang. Pekalongan, Tegal, Pemalang, Brebes, dan Batang berplat sama yakni “G”.

Riwayat Gedung Bakorwil dari masa ke masa

Hingga awal 2000-an atau sebelum pelaksanaan otonomi daerah, gedung ini masih terpakai sebagai Rumah Dinas Residen Pekalongan. Bangunan ini kemudian beralih fungsi menjadi Gedung Badan Koordinator Wilayah (Bakorwil) III Jawa Tengah hingga tahun 2017.

Selanjutnya gedung tersebut pernah menjadi kantor Badan Penyelenggara Pendidikan Menengah Jawa Tengah hingga tempat karantina pasien Covid-19. Sejumlah kegiatan publik sering menggunakan tempat ini, seperti pameran buku, festival kuliner, dan fashion show. Kendati demikian intensitasnya tak terlalu sering.

Jika ingin berkunjung, kamu bisa langsung datang setiap saat. Tak ada jam buka-tutup, tak ada tiket masuk. Semua gratis. Satu hal yang penting, bangunan ini mesti kita jaga bersama. Jangan mengotori, mencoret-coret, apalagi merusak. Bangunan ini bersejarah, bukti Kota Pekalongan punya peran penting di Pulau Jawa sejak era Hindia Belanda.

Penulis: Iradat Ungkai
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Kantor Pos Pekalongan: Bangunan Penting dan Bersejarah, namun Terabaikan Warga Kotanya Sendiri
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version