DIY Sudah Punya Perda Kesehatan Jiwa, tapi Banyak Kasus Bunuh Diri

DIY Sudah Punya Perda Kesehatan Jiwa tapi Banyak Kasus Bunuh Diri MOJOK.CO

Para psikolog menyampaikan tentang kesehatan mental dalam diskusi Kesehatan Mental di Yogyakarta, Sabtu (14/10/2023). (Yvesta Ayu/Mojok.co)

MOJOK.COLayananan kesehatan jiwa di Yogyakarta diharapkan tidak hanya ada di puskesmas, tapi juga ada komunitas, lembaga pendidikana dan lainnya. Ini karena kasus bunuh diri banyak terjadi di DIY.

Dalam waktu dua pekan terakhir, sudah empat warga mengkahiri hidup. Kasus terakhir terjadi pada warga Kulon Progo mengakhiri hidupnya akibat depresi karena masalah keluarga.

Psikolog dari Temanbaikk, Sarita Mesyaranda menyatakan, remaja menjadi kelompok umur yang paling rentan mengalami masalah kesehatan mental. Berdasarkan konseling yang dilakukan, sekitar 80 persen masalah kesehatan mental terjadi pada remaja.

“Sedangkan 20 persen sisanya terjadi pada orang dewasa usia 40-an,” ujarnya dalam diskusi Kesehatan Mental di Yogyakarta, Sabtu (14/10/2023).

Tak mau konseling

Menurut Sarita, permasalahan kesehatan mental yang berakhir dengan bunuh diri bukan tanpa sebab. Para pelaku sekaligus korban seringkali tidak memiliki kesempatan untuk konsultasi kepada para profesional di bidang psikologi.

Persoalan ini terjadi karena stigma di masyarakat untuk berbagi masalah pribadi dengan psikolog adalah hal tabu. Akibatnya banyak individu takut dalam mencari bantuan konseling dan memilih memendam masalahnya.

“Perlu menghilangkan stigma kalau cerita tentang masalah pribadi ke profesional adalah aib, karena jangan sampai kita menumpuk masalah yang pada akhirnya membuat depresi dan tindakan paling jauh adalah bunuh diri,” ungkapnya.

Segera realisasikan kebijakan kesehatan mental

Sarita menyebutkan, konseling terkait kesehatan mental sebenarnya cukup terjangkau di Yogyakarta. Di puskesmas misalnya, biaya konseling hanya sebesar Rp8.000-Rp20.000 untuk satu kali pertemuan. 

“Bahkan sejumlah lembaga swasta memberikan layanan konseling secara gratis yang dapat diakses siapapun. Namun, karena stigma negatif berbagi masalah adalah aib akhirnya layanan kesehatan mental di puskesmas dan lembaga lainnya tidak banyak yang memanfaatkan untuk konseling,” tandasnya.

Sementara psikolog sekaligus Ketua Lembaga Advokasi Keluarga Indonesia (LAKI) Rennta Chrisdiana mengungkapkan, Pemda DIY perlu segera merealisasikan Peraturan Daerah (perda) Kesehatan Jiwa yaitu Perda DIY Nomor 13 Tahun 2022. Apalagi regulasi tersebut  sudah disahkan pada akhir 2022 lalu.

“Mental health belum jadi prioritas untuk ditangani. (Kesehatan mental] masuk dalam nomenklatur negara, baru tahun ini. Peningkatan awarness pun terjadi setelah pandemi [covid-19],” paparnya.

Pandemi pengaruhi kesehatan jiwa

Rennta menambahkan, berdasarkan banyak penelitian, pandemi COVID-19 sedikit banyak meningkatkan angka masalah kesehatan mental dan gangguan jiwa masyarakat. Salah satunya akibat pembatasan mobilitas yang menyebabkan interaksi sosial pada saat pandemi tersendat,  bahkan terhenti.

“Jadi pandemi tidak hanya mempengaruhi ekonomi warga tapi juga kesehatan mental akibat interaksi sosial berhenti, padahal manusia merupakan makhluk sosial,” ungkapnya.

Rennata berharap, keberadaan payung hukum kesehatan mental dan gangguan jiwa yang sudah disahkan seharusnya jadi titik poin Pemda DIY untuk sesegera mungkin mengatasi masalah kesehatan mental. Layanan-layanan kesehatan mental sudah semestinya makin banyak, tidak hanya di tingkat puskesmas, tapi juga di banyak sektor seperti lembaga pendidikan, komunitas dan lainnya.

“Jadi, ada banyak hal yang perlu kita perbaiki bersama ketika membahas masalah bunuh diri. Kesadaran akan kesehatan mental sebagai hak universal penting dalam memastikan keselamatan dan kesejahteraan setiap individu,” paparnya.

Perlu kerja bersama atasi kesehatan jiwa

Sakti Mutiara, psikolog dari LAKI menambahkan, konseling profesional serta mendukung pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental perlu dilakukan secara bersama-sama. Sebab masalah kesehatan mental tidak bisa secara parsial penanganannya.

“Masyarakat sering abai dengan kesehatan mental mereka, menurut survey kami, di Jogja angkanya tinggi. Namun demikian bukan berarti di kota lain tidak. Itu karena di Jogja sudah banyak terdata, banyak relawan yang turun ke lapangan. Karenanya perlu kerjasama semua pihak dalam mengatasi masalah kesehatan mental,” imbuhnya.

Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Kasus Bunuh Diri Mahasiswa di Jogja, Pakar UGM Singgung Generasi Stroberi

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version