Bekas Lokalisasi Kramat Tunggak, Sejarah Jakarta Islamic Center yang Terbakar

Sejarah Jakarta Islamic Center yang Terbakar Mojok.co

Ilustrasi

MOJOK.COKebakaran hebat melanda Masjid Jakarta Islamic Center, Rabu (19/10/2022) sore. Api merobohkan kubah masjid hingga ke lantai dua. Bahkan, puing-puingnya berjatuhan hingga lantai satu masjid.

Sumber kebakaran diduga berasal dari pekerja bangunan yang sedang merenovasi kubah masjid. Pekerja bangunan akan memasang tripleks dengan melelehkan membran menggunakan alat bakar. Percikan api muncul dari alat bakar. Angin yang cukup kencar memperbesar api hingga kubah masjid terbakar.

Besarnya api hingga merobohkan kubah utama itu menyita banyak perhatian. Apalagi Masjid Jakarta Islamic Center menyimpan cerita panjang.

Lokalisasi Kramat Tunggak

Sebelum dibangun menjadi Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta atau Jakarta Islamic Center, lokasi tersebut merupakan bekas lokalisasi Kramat Tunggak. Di sana terdapat sebuah Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Teratai Harapan Kramat Tunggak.

Lokalisasi Kramat Tunggak diinisiasi oleh Ali Sadikin yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ide itu muncul setelah kunjungannya ke Bangkok, Thailand yang terkenal dengan industri seks. Saat kunjungan, Ali melihat tempat-tempat pelacuran di Bangkok yang dilokalisasi.

Lokalisasi Kramat Tunggak dibangun untuk membina pekerja seks yang dulunya bekerja di Pasar Senen, Kramat, dan Pejompongan. Sebelum menjadi Kramat Tunggak, lokasi di sana hanyalah rawa.

Keputusan Ali Sadikin sempat ditentang oleh Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI). Mereka mengartikan langkah tersebut memperbolehkan eksploitasi manusia atas manusia, merendahkan wanita, dan justru menjauhkan kemungkinan rehabilitasi.

Menerima kritikan itu, Ali kemudian membentuk panitia kecil yang melibatkan perwakilan KAWI di dalamnya. Hasil temuan panitia kecil itu adalah lokalisasi dinilai sudah tepat. Lokalisasi bisa mempersempit ruang gerak dengan demikian akan terbina apa yang diharapkan.

Dalam pelaksanaannya, alih-alih menjadi tempat pembinaan, Kramat Tunggak justru menjadi lokasi berkumpulnya para pekerja seks. Sejumlah muncikari justru membujuk para pekerja seks untuk kembali bekerja sebagai penghibur.

Diusulkan Menjadi Pusat Islam

Melansir dari laman resmi Jakarta Islamic Center, penghuni lokalisasi Kramat Tunggak terus bertambah. Pada awal pembukaan di sekitar 1970-an, tercatat ada 300 pekerja seks dengan 76 mucikari. Saat penutupan di sekitar tahun 1999, jumlahnya mencapai 1.615 pekerja seks dengan 258 muncikari. Mereka tinggal di 277 unit bangunan yang memiliki 3.546 kamar. Kramat Tunggak menjadi lokasi prostitusi terbesar tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara.

Ulama dan masyarakat yang resah mendesak agar PKSW Teratai Harapan Kramat Tunggak ditutup. Banyaknya desakan itu ditanggapi dengan adanya penelitian oleh Dinas Sosial DKI Jakarta bersama Universitas Indonesia.

Hasil penelitian merekomendasikan agar lokalisasi itu ditutup. Setahun setelahnya, pada 1998, muncul SK Gubernur DKI Jakarta No. 495/1998 tentang penutupan panti sosial tersebut selambat-lambatnya akhir Desember 1999. Akhirnya pada 31 Desember 1999,  Kramat Tunggak secara resmi ditutup. Selanjutnya, Pemda Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan lokalisasi Kramat Tunggak.

Muncul berbagai gagasan terhadap bekas lokalisasi Kramat Tunggak seperti dibangun mal dan perkantoran. Akan tetapi, Gubernur H. Sutiyoso memiliki ide untuk membangunnya sebagai Islamic Center.

Setelah melalui konsultasi secara terus-menerus dengan masyarakat, ulama, dan praktisi, master plan pembangunan JIC terwujud. Pada Agustus 2022, dilakukan studi komparasi ke Islamic Center di Mesir, Iran, Inggris, dan Perancis untuk memperkuat ide dan gagasan pembangunan. Di tahun yang sama, juga dirumuskan organisasi dan manajemen JIC.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Klaim Masjid Sunnah dan Gerakan Tidak-tidak: Ndak Boleh Gini, Ndak Boleh Gitu

Exit mobile version