Apa itu Apokaliptik, Ajaran yang Dikaitkan dengan Kematian Keluarga di Kalideres?

apa itu ajaran apokaliptik yang dihubungkan kematian di Kalideres.

Apa itu Apokaliptik, Ajaran yang Dikaitkan dengan Keluarga di Kalideres?

MOJOK.COKematian misterius, yang dialami satu keluarga di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, masih menyisakan tanda tanya. Banyak asumsi bermunculan, mulai dari kelaparan hingga adanya dugaan pengamalan ajaran tertentu yang disebut apokaliptik.

Polda Metro Jaya sendiri menyebut, bahwa penyebab kematian satu keluarga ini adalah karena kelaparan. Berdasarkan hasil autopsi, empat sekeluarga ini tewas mengering, diduga karena “tidak makan dan minum cukup lama”.

Keempat mayat juga dalam kondisi rapi, yang di sampingnya terdapat lilin, kapur barus,  hingga bedak bayi dan bedak tabur. Polisi menduga, bedak bayi dan kapur barus dipakai untuk menghilangkan bau.

Kendati demikian, mereka juga masih mendalami motif dari kelaparan ini, yang diduga terjadi karena menahan tidak makan selama lebih dari tiga minggu. Banyak masyarakat pun akhirnya mengaitkannya dengan ajaran apokaliptik.

Mengenal paham Apokaliptik

Melansir Britannica Encyclopedia, paham apokaliptik diartikan sebagai pandangan yang berfokus pada wahyu-wahyu samar terkait akhir zaman. Apokaliptisisme, sebutan lain untuk paham ini,  juga disebut muncul dalam ajaran kuno Zoroastrianisme.

Ada pandangan berbeda antara keyakinan umum dengan ajaran dalam apokalitik. Menurut Britannica, pandangan terkait hari akhir atau kiamat yang juga diajarkan dalam keyakinan agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam), dijelaskan sebagai “diawali dengan tanda-tanda besar”. Misal, rentenan bencana alam, datangnya juru selamat, dan sebagainya.

“Sementara dalam paham apokaliptik, kiamat diyakini mutlak sebagai ramalan,” tulis Britannica.

Pendeknya, paham apokaliptik mengajarkan para pemeluknya mengenai “datangnya akhir dunia” (eskatologi) dan penghakiman Tuhan. Mereka, yang menganut paham ini, meyakini bahwa dunia yang jahat ini kelak akan digantikan dengan dunia baru. Dalam dunia baru itu, orang yang baik akan dianugerahi kebakaan (kebaikan), sedangkan yang jahat akan dihukum oleh Allah.

Dengan demikian, ini pula yang membuat para penganut paham apokaliptik sangat menantikan datangnya akhir zaman. Bahkan, beberapa di antaranya juga “menjemputnya” melalui tindakan-tindakan, misalnya, seperti bunuh diri.

Tindakan ini mereka lakukan karena dunia yang mereka anggap jahat ini akan segera digantikan oleh dunia baru yang lebih baik. Namun, mereka harus meninggalkan dunia ini terlebih dahulu sebelum mencapai dunia yang baru.

Lebih lanjut, Brittanica juga menulis, bahwa dalam diskursus sastra, apokaliptik dipahami sebagai salah satu genre penulisan. Ia meramalkan peristiwa bencana yang diilhami secara supernatural yang akan terjadi di akhir dunia.

“Dalam bentuknya yang naratif, sastra apokaliptik menggunakan bahasa esoteris, mengungkapkan pandangan pesimis tentang masa kini dan memperlakukan peristiwa akhir sebagai hal yang sudah dekat,” paparnya.

Salah satu karya sastra apokaliptik populer yang paling terkenal adalah novel berjudul Blindness (2008). Novel karya sastrawan Amerika Latin Jose Saramago ini mengisahkan kehidupan akhir dunia yang karena wabah kebutaan.

Sementara di dunia, kasus paham apokaliptik paling terkenal adalah sekte Heaven’s Gate, kelompok agama UFO Amerika Serikat yang berbasis di San Diego, California.

Melansir laman History, pada tahun 1997, pemimpin sekte bernama Marshall Applewhite menyuruh para anggotanya untuk melakukan bunuh diri massal, yang menewaskan 39 orang. Para korban, yang terdiri dari 21 perempuan dan 18 laki-laki, dijanjikan surga oleh Applewhite melalui tindakan bunuh diri.

Menurut ajarannya, tubuh manusia hanyalah “wadah”, yang bisa ditinggalkan oleh “jiwa” kapan saja. Jiwa manusia sendiri harus meninggalkan wadah tersebut untuk kemudian pergi ke tempat yang lebih tinggi bernama “kerajaan surga”. Untuk menuju ke kerajaan surga, jiwa-jiwa ini akan memasuki pesawat ruang angkasa alien terlebih dahulu, yang tersembunyi di balik komet Hale-Bopp.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Tidak Makan dan Minum, Berapa Lama Manusia Bisa Bertahan Hidup?

Exit mobile version