5 Negara Klaim Kebaya, UNESCO Minta Tak Saling Berkompetisi

klaim kebaya mojok.co

Ratusan perempuan buruh gendong menari di Malioboro sebagai dukungan untuk kebaya sebagai warisan budaya (Yvesta Ayu/Mojok.co)

MOJOK.CO – Saling klaim warisan budaya kembali terjadi antara Indonesia dengan Malaysia. Namun kali ini Malaysia tak sendirian. Bersama Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand akan mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO. 

Dewan Warisan Nasional (NHB) Singapura bahkan menyebutkan, keempat negara tersebut bersama-sama mengajukan ke UNESCO dan dikoordinasikan oleh Malaysia. Menurut rencana, mereka akan mendaftarkan kebaya ke UNESCO pada Maret 2023.

Namun, empat negara tersebut disinyalir sudah melakukan upaya multinasional untuk mendapatkan tujuan mereka. Padahal di saat yang sama, Indonesia tengah memperjuangkan kebaya sebagai warisan budaya tak-benda ke UNESCO.

Program Specialist and Head of Culture Unit UNESCO, Moe Chiba di sela diskusi “Membangun Masyarakat Tangguh Melalui Keuangan Berkelanjutan”, Jumat (25/11/2022) mengungkapkan UNESCO hingga saat ini belum menerima proposal dari keempat negara di Asia Tenggara tersebut.

“UNESCO belum menerima proposal itu. Ini masih rumor, belum ada kepastian,” paparnya dalam bahasa Inggris.

Namun Moe mengetahui ada pertemuan bersama antara pemerintah Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Thailand yang mengkonsultasikan pendaftaran kebaya tersebut ke UNESCO. Indonesia sendiri diketahui tidak ikut bersama empat negara tersebut dalam pengajuan kebaya sebagai warisan budaya.

Alih-alih saling bersaing, Moe berharap lima negara tersebut bisa berkolaborasi bersama dalam mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya. Sebab program pelestarian budaya yang selama ini dilakukan UNESCO bukanlah persaingan antarnegara.

“UNESCO mempromosikan kolaborasi karena budaya bukan masalah persaingan. Program warisan budaya adalah bagian dari menghormati budaya, kami tak ingin program ini menjadikan [negara] saling berperang dan bersaing,” ungkapnya.

Moe memastikan, UNESCO menetapkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda bukan hanya didasarkan pada klaim semata. Namun organisasi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut melihat sejuah mana peran negara, termasuk pemerintah dan masyarakatnya dalam melestarikan keberadaan kebaya di negaranya.

Penetapan tersebut juga bukan hanya didasarkan kebaya sebagai busana yang dikenakan masyarakat luas. Namun lebih dari itu bagaimana upaya semua pihak dalam melestarian pembuatan kebaya sebagai prasasti agar tidak punah dan ada secara berkelanjutan dari generasi ke generasi.

“Jadi penilaiannya UNESCO bukan kebaya mana yang paling indah atau yang lebih baik namun bagaimana kebaya menjadi prasasti sebuah negara. Jadi [penetapan warisan budaya] bukanlah kompetisi bisnis,” paparnya.

Pemerintah Indonesia sendiri diketahui sejak 2019 ingin mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya ke UNESCO. Sejumlah kegiatan bertemakan “Kebaya Goes to UNESCO” pun digelar, baik di dalam negeri maupun di mancanegara.

Sementara Puni Anjungsari, Director Country Head of Corporate Affair Citi Indonesia, mengungkapkan situs warisan di Indonesia memainkan peran vital dalam upaya pelestarian nilai warisan budaya. Selain itu meningkatkan ketertarikan wisatawan domestik dan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia.

“Meski destinasi wisata pariwisata indonesia namanya bersinar di kancah global, dampaknya tidak serta merta dirasakan masyarakat yang berada di sekitar. Karenanya UNESCO dan CITI Foundation konsisten menggerakkan produktivitas dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar situs warisan budaya,” imbuhnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Kampanyekan Kebaya Goes to UNESCO, Ratusan Perempuna Buruh Gendong Menari di Malioboro

Exit mobile version