Alasan Kenapa Prabowo Adalah ‘Koentji’ dalam Pemerintahan Jokowi

Alasan Kenapa Prabowo Adalah ‘Koentji’ dalam Pemerintahan Jokowi

Alasan Kenapa Prabowo Adalah ‘Koentji’ dalam Pemerintahan Jokowi

MOJOK.COSebagai Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto ternyata “dipekerjakan” secara maksimal oleh Pemerintahan Pak Jokowi. Dwifungsi pertahanan nih ceritanya.

Mutiara takkan pernah tenggelam, bahkan ketika tertimbun lumpur sekalipun. Demikian pula “manusia besar” seperti Pak Prabowo, pesonanya belum pudar. Meski kini perannya hanya sekadar pembantu Presiden Jokowi.

Beberapa pekan terakhir, Prabowo hadir dalam dua peristiwa penting di Republik ini. Beliau mendampingi Pak Jokowi meninjau lokasi pembangunan food estate alias lumbung pangan di Kalimantan Tengah. Prabowo juga hadir menemani Pak Mahfud MD, menyerahkan RUU BPIP ke DPR.

Baiklah sodara-sodara, mari kita komentari satu per satu.

Ketika Jokowi meninjau persiapan pembangunan food estatePrabowo termasuk salah satu menteri yang mendampingi. Jangan salah, Pak Prabowo bukan sekadar jadi tim hore dalam kunjungan itu.

Sang Jenderal ditunjuk sebagai penanggung jawab pembangunan lumbung pangan yang luar biasa besar. Luasnya 178 ribu hektare di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

Kok bisa? Bukannya beliau Menteri Pertahanan?

Tenang, Pak Jokowi sudah tahu, bahwa orang kurang kerjaan seperti kamu dan saya, pasti rese bertanya soal itu. Makanya sebelum ditanya, buapaknya Gibran ini sudah menjelaskan duluan, bahwa pangan merupakan aspek penting dari pertahanan nasional, jadi Pak Menhan Prabowo yang harus mengurusinya!

Hmm… begitu… Tapi kok rasanya masih ada yang mengganjal ya? Trus, Menteri Pertanian kerjanya apa?

Wah kamu ini kuper amat. Pak Mentan lagi sibuk memikirkan cara agar 270 juta rakyat Indonesia bisa segera terbebas dari corona. Kerja keras beliau telah menghasilkan kalung anti-corona. Ini bukan kalung jimat ya, ini kalung hasil riset. Inovasi ini nggak kalah bersaing dengan kalung kesehatan impor dari Jepang lho, begitu kata Pak Mentan.

Oke, oke, tapi itu kan urusan Menteri Kesehatan?

Pak dokter Terawan ini orang tawadhu, beliau tidak suka berkelahi rebutan lahan garapan. Kalau ada yang mau bantu urus kesehatan, beliau dengan senang hati mempersilakan. Corona yang awalnya diurusi Menkes, diambil alih BNPB, meskipun atas nama Gugus Covid-19. Nyatanya, Dokter Terawan asyik-asyik aja kok.

Tapi, urusan berdoa, Menkes ini ahlinya. Saat corona masih jauh, Pak Terawan yakin, jika kita rajin berdoa, corona takkan menginjakkan kaki di bumi Nusantara. Bukalah youtube, dalam banyak pidato, ataupun saat rapat di DPR, Dokter Terawan sangat sering menyinggung pentingnya doa.

Lah kok kayaknya beliau malah lebih cocok jadi Menteri Agama?

Hadeh, sudah, sudah! Ngurus menteri itu berat, biar Pak Jokowi saja. Blio yang tahu para menteri di kabinetnya bisa saling berkolaborasi.

Kembali ke bahasan Pak Prabowo. Gini. Kemarin tuh, Prabowo mendampingi Pak Mahfud, Menkopolhukam, menyerahkan draf UU BPIP ke DPR. Pasti kamu mau bertanya lagi, apa hubungannya Menteri Pertahanan dengan UU BPIP?

Kali ini tidak ada penjelasan resmi, baik dari Mahfud, maupun Prabowo sendiri. Tapi jika meminjam alasan Pak Jokowi menunjuk Prabowo sebagai Ketua panitia lumbung pangan, saya menduga kehadiran Prabowo di DPR, karena urusan ideologi Pancasila, adalah ruh pertahanan. Makanya, Menhan wajib hadir.

Dugaan lainnya, karena saat menyerahkan draf UU BPIP, Gedung DPR sedang dikepung oleh kelompok-kelompok penentang RUU HIP yang sekarang bereinkarnasi menjadi RUU BPIP. Bisa jadi, awalnya Pak Mahfud tidak berniat mengajak Prabowo. Namun sebelum berangkat, ada laporan bahwa suasana sekitar DPR kurang kondusif akibat demo.

Maka, Pak Mahfud segera menjemput Pak Prabowo. Kebetulan kantor mereka bertetangga di Jalan Medan Merdeka Barat, jalan kaki pun bisa. Nah, karena Pak Mahfud tahu kalau yang demo rata-rata pendukung Pak Prabowo saat Pilpres 2019 kemarin, jadi mungkin kalau yang demo pada lihat sosok Pak Prabowo, tensi galak mereka jadi sedikit berkurang. Gitu.

Wah, berat ya tugas Pak Prabowo. Saya khawatir, nanti setiap urusan kementerian yang ada demo-demonya bakal jadi urusan Pak Prabowo juga.

Urusan pendidikan pendidikan misalnya. Bukankah dalam dunia pendidikan, penting ditanamkan rasa cinta tanah air dan kesadaran bela negara?

Jika semangat itu tidak tertanam, dikhawatirkan peserta didik mudah disusupi khilafah-isme dan komunisme. Wah ancaman besar bagi masa depan NKRI. Ingat NKRI harga mati, makanya Pak Prabowo harus dilibatkan!

Soal ekonomi, juga sama. Oke lah Ibu Sri Mulyani paham teknis pengelolaan ekonomi. Dia paham soal kebijakan fiskal, ekonomi makro, inflasi dan istilah-istilah lain, yang bisa membuat orang awam seperti saya berkerut dahi. Tapi saya tidak yakin, Ibu Sri mengambil kebijakan dengan mempertimbangkan dimensi pertahanan nasional.

Contoh sederhana, Pak Prabowo bisa memberi saran, agar kita jangan ngutang ke negara-negara yang secara militer lebih kuat dari kita. Carilah negara-negara kaya, tapi militernya nggak kuat-kuat amat. Setidaknya, kalau mereka menagih hutang, kita bisa gertak balik, “Hei kamu jangan banyak bacot ya! Anggap saja ini upeti, agar kami tidak bikin invasi militer ke negara kalian!”

Kita perlu belajar dari negeri dongeng, di mana seorang istri pejabat yang berhutang, lebih galak dari sang pemberi utang. Ketika ditagih, sang penagih dijebloskan ke dalam penjara.

Selain melakukan supervisi ke kementerian lain, Pak Prabowo juga seharusnya dilibatkan dalam dua isu krusial, seperti menepis fitnah soal tenaga kerja dari Cina, dan menggolkan RUU Cilaka Cipta Kerja.

Isu soal dua juta tenaga kerja Cina yang masuk ke Indonesia adalah salah satu amunisi tim kampanye Prabowo dalam Pilpres 2019. Tentu setelah bergabung di kabinet Jokowi, Prabowo telah mendapat informasi yang berimbang.

Nah, biarkan Pak Prabowo yang jadi Jubir Pemerintah menjelaskan soal isu ini. Kalau Pak Luhut yang jelaskan, orang takkan percaya. Soalnya beliau kan Menko urusan investasi, pasti dianggap hanya berpikir soal potensi pendapatan negara. Lain soal kalo Menhan yang klarifikasi, pasti tinjauannya dari aspek pertahanan.

Apalagi orang-orang yang selalu curiga dengan TKA Cina, rata-rata alumnus pendukung yang pernah dipimpin Pak Prabowo. Percayalah, isu ini akan sirna dari muka bumi, jika Prabowo Subianto diberi kesempatan menjelaskannya seterang mungkin.

Demikian pula draf Undang-undang ‘sapu jagat’ Omnibus Law. Serahkan saja ke Pak Prabowo menjadi juru lobi. Bukankah Sebagian besar yang menolak RUU ini adalah kaum buruh?

Ingat, Prabowo adalah  Capres kaum buruh yang dideklarasikan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), pada hari buruh sedunia, 1 Mei 2018, di Istora Senayan Jakarta. Hidup Buruh! Hidup Prabowo!

Sekali lagi, ini soal trust. Banyak kebijakan Jokowi yang tak mulus, karena memilih komunikator yang kurang tepat. Sekarang Pak Jokowi sudah berada di jalan yang benar. Prabowo adalah kartu As yang perlu diperankan maksimal.

Malah menurut saya (ini pendapat pribadi lho ya, tidak mewakili nenek moyang saya), lebih baik Prabowo yang lebih sering mewakili Pemerintah daripada Luhut Binsar Panjaitan. Pak Luhut tetap penting, tetapi biarlah beliau menjadi arsitek di belakang layar.

Apalagi belakangan saya melihat, Pak Prabowo lebih adem, irit komentar, dan lebih banyak senyum. Terbalik dengan Pak Jokowi, yang belakangan lebih sering marah-marah—meski belum sampai gebrak-gebrak meja. Bukan begitu, Pak?

BACA JUGA Prabowo Adalah Bintang Teater Politik Hari Ini atau tulisan ESAI lainnya.

Exit mobile version