Waktu SD Merasa Tanda Tangan Keren, Sudah Besar Malah Pengin Ganti

ilustrasi Mempertanyakan Fungsi Tanda Tangan yang Belakangan Semakin Memudar mojok.co

MOJOK.CO Seiring bertambahnya usia, tanda tangan keren saya sejak zaman SD ini nggak ganti-ganti. Tapi masalahnya, kadang saya merasa tanda tangan saya ini “nggak banget”.

“Tanda tanganmu bentuk bintang juga?”

Kejadiannya absurd dan cepat sekali. Saya sedang pergi kondangan bersama seorang teman. Saat mengisi buku tamu, di kolom tanda tangan,  dia berhenti sejenak setelah melihat tanda tangan saya yang diawali dengan bentuk bintang.

Dia tertawa, “Bentuk tanda tanganku juga bintang. Sudah dibuat dari SD.”

Pikiran saya langsung melayang ke beberapa buku komik Doraemon koleksi saya. Di halamannya yang kosong, baik di depan maupun belakang, saya pernah mengisinya sampai penuh dengan beberapa coretan tanda tangan. Latihan. Menciptakan bentuk tanda tangan keren.

Bagi saya yang masih SD, punya tanda tangan itu keren. Setiap kali selesai mengerjakan PR, ayah atau ibu saya bakal meninggalkan tanda tangannya di bawa garis nilai PTK (Prestasi-Tulisan-Kerapian). Kalau menulis surat izin waktu saya sakit, mereka juga menandatangani kertasnya. Belum lagi kartu langganan koran, formulir warga, undangan arisan RT, hingga kartu ATM pertama saya waktu masih SD; semuanya ditandatangani ayah atau ibu.

Setidaknya saat masih SD, memiliki tanda tangan adalah sesuatu yang keren, jadi saya benar-benar menempuh langkah-langkah berikut.

Pertama, saya mengambil sebuah kata dari nama saya yang bagi saya paling “menonjol”.

Nama saya terdiri dari empat kata dan saya rasa bakal jadi terlalu panjang kalau saya menuliskannya untuk sebuah tanda tangan. Maksud saya, kalau ditulis semua, itu nanti jadi kolom nama di formulir pendaftaran, dong, alih-alih tanda tangan???

Bagi saya, memilih sepotong nama itu penting. Misalnya namamu adalah Gerhana Ariana Putri, kamu harus memutuskan satu kata dari namamu yang kamu rasa bersifat “kamu banget”. Pada kasus nama di atas, misalnya, kata “Ariana” sangat mungkin untuk dipilih, alih-alih “Gerhana” atau “Putri”.

Bukan apa-apa, tapi huruf A di bagian awal tanda tangan, bagi anak SD, adalah sesuatu yang seksi. Kenapa? Poin berikutnya adalah jawabannya.

Kedua—alias jawaban dari paragraf sebelumnya—pola tanda tangan keren yang populer selalu berpengaruh sangat besar pada hasil akhir tanda tangan kita.

Maksud saya, ayolah, kamu nggak ingat apa—hey anak-anak berawalan huruf A di tanda tangan!—kalau berlatih tanda tangan dengan goresan huruf “A” berbentuk bintang???

Atau, yah, minimal bentuk huruf A yang goresannya panjang agar kesan “tanda tangan keren”-nya lebih terasa.

Kalaupun bukan berawalan huruf A, hampir bisa dipastikan sebagian besar dari kita mengenal bentuk tanda tangan “JL” berikut ini—dan sering menggunakannya di awal “tanda tangan keren” ataupun di tengah.

Bukan apa-apa sih, tapi bentuk “JL” ini adalah bentuk paling natural dan nyaman saat kita sok-sokan membuat goresan bersambung. Iya, kan??? Ngaku aja, deh~

Lantas, apakah dengan dua langkah ini, masalah tanda tangan sudah selesai? Tentu saja sudah—kalau bicara hanya sampai masa-masa tanda tangan keren untuk ijazah SD. Nyatanya, kehidupan di luar sana itu keras, Jenderal.

Saya baru tahu bahwa, selain tanda tangan, ada pula yang namanya paraf. Kalau mengacu pada jawaban ayah saya, paraf adalah “versi pendek dari tanda tangan”. Masalahnya, saya merasa tanda tangan saya sudah cukup pendek. Masa iya saya mau bikin paraf yang isinya cuma goresan berbentuk bintang—diambil dari tanda tangan saya? Apa nanti nggak malah dikira anak SD lagi ngegambar bintang beneran???

Seiring bertambahnya usia, tanda tangan keren saya tadi nggak ganti-ganti. Waktu berusia 17 tahun, tanda tangan ini saya pakai di KTP dan SIM, bahkan hingga di usia 20-an, saat akhirnya membuka rekening bank dengan nama sendiri, tanpa menggunakan nama ayah lagi.

Tapi masalahnya, ada momen-momen tertentu di mana saya merasa…

…tanda tangan keren saya itu aslinya nggak keren.

Sungguh, pemikiran ini membawa saya ke penyesalan dan harapan yang besar. Menyesal, karena dulu waktu SD nggak benar-benar memikirkan matang-matang soal bentuk tanda tangan, misalnya dengan memperkirakan saya-versi-dewasa bakal suka goresan yang seperti apa dan bakal jadi seperti apa. Maksud saya, kebayang nggak sih kalau ada bos sebuah perusahaan yang tanda tangannya masih kebawa tanda tangan keren zaman SD, lengkap dengan hiasan bentuk hati atau tulisan latin sok imut gitu???

Untuk itulah, di sisi lain, saya merasa bahwa, selain pendidikan seks, generasi muda kita juga perlu pendidikan tanda tangan. Ini penting. Titik.

Bagaimana tidak? Pendidikan tanda tangan ini nyatanya memang diperlukan, kok, biar sebelum umur 17 tahun kelak, kita semua benar-benar mantap pada satu bentuk tanda tangan (dan paraf) dan nggak mengalami tanda-tangan-crisis di masa depan.

Tapi sebenarnya, bisa nggak, sih, kita benar-benar ganti tanda tangan aja???

Dilansir dari laman pengaduan Kemendagri, penggantian “tanda tangan keren” ini dapat dilakukan, asal diawali dengan pelaporan pada Instansi Pelaksana. Tapi bayangkan saja—kamu sudah menggunakan tanda tangan ini di banyak tempat, baik di KTP, SIM, rekening bank satu, rekening bank dua, surat kontrak kerja, dan dokumen-dokumen lainnya. Apa nanti nggak ribet mengubahnya satu per satu??? Lah wong ngubah perasaan ke dirinya yang sudah berpaling aja susah, kok!

Pada akhirnya, saya nggak mengubah tanda tangan keren zaman SD saya. Paling-paling, saya bereksperimen saat menandatangani buku saya akhir tahun lalu (monmaap sambil promosi, hehe), dan tetap menggunakan tanda tangan asli di dokumen penting.

Soalnya, yah gimana lagi, daripada ribet mikirin ganti tanda tangan, saya lebih pengin ganti status di KTP, kok.

Exit mobile version