Tips Hadapi Orang Tua yang Beda Pilihan Politik dalam Pilpres 2019

MOJOK.COBagaimana menghadapi orang tua yang berbeda pilihan dengan kita dalam Pilpres? Terutama jika mereka pendukung garis keras salah satu capres dan pernah viral?

Tahun 2019 sudah tiba, rasa deg-degan semakin kuat karena ini tahun Pemilihan Presiden (Pilpres). Ketika orang lain sibuk dengan resolusi imajiner yang nggak masuk akal, saya malah nggak pengen pulang ke rumah dalam beberapa waktu ke depan.

Apalagi ketika melihat jadwal debat Capres-Cawapres yang mulai keluar sebentar lagi. Tahun politik kali ini akan begitu berat, terutama bagi mereka yang berbeda pilihan politik dengan orang tercinta. Jan… politik ini nggak cuma memecah belah bangsa, tapi juga berpotensi merusak keharmonisan keluarga.

Terutama bagi keluarga saya. Kebetulan abi saya juga akrab di dunia politik dan sering mampir beritanya di beberapa media. Hal yang bikin hampir setiap hari dia akan selalu ngobrol politik dengan saya. Di sisi lain mama saya juga cukup konservatif soal begini-begini. Klop sudah.

Apalagi suaminya (it means abi gue) namanya jadi viral akhir-akhir ini gara-gara kontroversinya sendiri. Sampai kemudian beberapa kali Mas Ahmad Khadafi ngomentarin ayah saya dengan ketus di salah satu tulisannya di Mojok.

Hmm, namanya juga netizen yha kan? Ya iya dong ini kan era di mana orang bisa bebas berpendapat, menilai, sampai ngatain orang yang kita kenal pakai argumentasinya.

Berdasarkan pengalaman pahit beberapa tahun sebelumnya, saya ingin mengingatkan pada netijen sekalian, betapa pentingnya menjaga stabilitas keharmonisan keluarga pada periode Pilpres tahun 2019 ini.

Sudah sering saya mendengar cerita bagaimana banyak teman-teman harus bermasalah dengan keluarga—apalagi orang tua—hanya karena Pilpres. Mau diajak berdebat mereka itu orang tua, mau dibiarkan batin ini yang tersiksa. Karena ribut dengan orang tua itu deg-degannya jauh melebihi ribut sama pacar. YaQueen deh.

Mengeluarkan pendapat pada timing nggak tepat bisa berakibat hilangnya uang saku bulanan, jadi gelandangan, lalu berakhir jadi Malin Kundang. Hiks.

Jadi sebagai seorang anak yang bertahan dari 2014 hingga 2018 menghadapi orang tua yang beda pilihan politik, saya akan membagi sedikit tips untuk kelen semuwah yang senasib dengan saya. Semoga cuma saya aja sih yang nasibnya begini.

Sembunyikan semua postingan sosmedmu dari orang tua

Yhaaaa ini penting!

Dulu ketika penyerangan YLBHI oleh salah satu Ormas Agama, saya ikut share postingan kronologis versi YLBHI di Facebook. Karena kebetulan orang tua saya aktif di sosmed, mereka pun langsung naik Pitam begitu baca postingan di medsos saya.

Saya ditelepon untuk segera pulang ke rumah. “Pulang! Mama tahu kalau kamu di sana kamu bakal jadi PKI!” Oh, men. Ini bener-bener nyesek dan nggak masuk akal.

Namun karena nggak mau jadi gelandangan dan berakhir jadi Malin Kundang, saya pun pulang dan dinasihati dari pagi sampai malam. Kisah dongeng seorang pembaharu “Nabi” Soeharto versi Orba, yang sudah sering saya lihat di televisi tiap awal Oktober ketika saya kecil, kembali harus saya dengar lagi saat itu.

Sejak itu saya lalu putuskan hide semua sosial media dari orang tua. Saya pikir, ini merupakan salah satu cara terbaik. Hal yang sama juga saya pikir perlu dilakukan untuk kamu yang suka nyinyirin kelakuan bodoh para politisi. Lebih baik kalian hide postingan-postingan tersebut dari keluarga. Terutama dari anggota keluarga yang kamu tahu betul berseberangan pilihan politiknya denganmu.

Ya, ini demi keharmonisan keluarga kalian sendiri sih. Sebab, semakin lama situasinya semakin berat lho belakangan ini. Kamu posting foto dengan baju pelangi pun bisa-bisa dituduh pro sama LGBT lho. Kan gawaat?

Manfaatkan situasi politik jadi keuntungan

Selain hide segala postingan yang berseberangan dengan orang tuamu, kamu juga harus pintar mengambil kesempatan, dan mengubah ancaman menjadi peluang.

Sebagai contoh, sebulan yang lalu saya sedang bersama teman-teman Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim diserang oleh orang tak dikenal November 2018 silam. Pagi-pagi sekitar pukul 2 dini hari waktu Samarinda saya harus segera evakuasi ke Jakarta pagi itu juga.

Karena tak memungkinkan keluar dari rumah untuk reservasi tiket dan semacamnya, akhirnya saya menelepon Mama dan Abi.

Untuk meyakinkan mereka bahwa saya butuh tiket secepatnya saya pun mengungkapkan “Ma, tolong, Ma beliin tiket pagi ini, aku dikejar-kejar preman perusahaannya LBI,” ya saya memang sengaja menyebutkan nama pemilik perusahaannya juga. Akhirnya tiket pesawat pun saya dapatkan dengan mudah.

Nah tips ini juga berlaku untuk kalian semua. Cuma perlu modifikasi My Lov, kalian bisa saja ganti dengan minta tiket ke tempat lain… Syukur syukur kalau kalian bisa dapet tiket ke Raja Ampat atau bahkan tiket liburan ke Singapura. Ya tinggal bilang aja kalau salah klik kalau ditanya tujuannya kok nggak ke rumah?

Jangan frontal dengan sikap politik

Sebagai salah satu barisan Relawan Nurhadi-Aldo (Dildo) yang paling radikal, saya berusaha menyembunyikan pilihan politik saya pada orang tua. Karena sesungguhnya menjadi golput tidak kalah hina dengan menjadi pendukung paslon Pilpres yang berbeda dari mereka.

Kamu bisa dituduh tidak membela negara dan agama. Atau bahkan dituduh antek asing dan berusaha menghancurkan bangsa oleh sebagian pendukung. Jika orang tuamu ada di barisan pendukung tersebut, sebaiknya kalian menahan diri, karena sekali lagi ikatan darah tidak berarti di tahun Pilpres ini.

Contohnya dengan tidak menggunakan pakaian berwarna kuning cerah atau merah cerah, atau juga pakaian merah marun di depan orang tua kalian. Salah-salah nanti kalian dikira mau nyaleg di seberang. Atau bagi kalian yang memiliki ortu pendukung petahana, hindari pakaian yang agak ke arab-araban. Dari pada kalian dikatain cebong atau kampret sama orang tua sendiri kan sakit, Say.

Ingat ya, ini tahun politik. Sensitifitasnya nggak kalah sama pantat bayi.

Bersiap diri jika orang tua kalian mendadak viral

Ya ini memang harus dipersiapkan, khususnya bagi kalian yang memiliki orang tua yang aktif bersosial media—atau bahkan sangat dikenal di sosial media.

Kalian harus realistis, hari ini semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk viral. Jika suatu hari, statement orang tua kalian mendadak viral dan mengundang hujatan Netizen. Jangan keburu tutup akun, atau ingin bunuh diri My Lov.

Santai saja mungkin itu hanya akan berlangsung seminggu paling lama. Dan kalian nggak usah baper baca komenan netizen perihal orang tuamu itu. Percayalah mereka hanya butiran buzzer, tak akan mengganggu stabilitas hidupmu. Saya berani bilang begitu karena apa? Ya karena pengalaman sendiri lah.

Tetap tenang, ojok gupuh.. siapa tahu setelah itu orang tua kalian malah jadi selebtwit atau selebgram. Kan lumayan kalau kamu jadi anaknya mendadak dapat orderan endorse.

Sabar

Nah ini tips terakhir dari saya, dan menjadi tips yang paling berpeluang besar untuk menjaga stabilitas keluarga.

Bersabarlah dalam segala situasi dan kondisi. Jangan mudah terpancing dalam melihat berbagai postingan orang tuamu. Apalagi kalau lihat videonya di Youtube dan ditonton banyak orang.

Jangan mudah kesal jika orang tua mulai memberikan pernyataan-pernyataan nggak masuk akal demi membela jagoannya politiknya. Percayalah ini semua akan berakhir. Tak ada yang abadi di dunia termasuk pilihan politik.

Namun tidak seperti tahun politik, orang tua itu abadi, selamanya kita akan membutuhkan mereka. Terutama bagi kalian yang belum menikah, jangan sampai kalian sulit dapat restu hanya karena ribut urusan politik My Lov. Apalagi kalau sampai diusir dari rumah.

Ingat ya, baik itu Jokowi atau Prabowo sekalipun tak akan mengangkatmu sebagai anak jika kamu terusir dari rumah. Ingatlah yang nomer satu itu orang tua, bukan Jokowi bukan Prabowo. Karena sebakti apapun kamu pada orang tua, jika kamu berani menghujat beda pilihan politiknya secara langsung, maka kamu tidak lebih berharga dari anak tetangga. Camkan itu, kisanak.

Oh, iya soal siapa abi saya, kalian semua nggak perlu tahu ya? Biar itu jadi rahasia aja. Soalnya kalau kalian tahu, ya itu berarti saya melanggar tips pertama saya sendiri. Bakal jadi bunuh diri kalau saya sebutin namanya.

Exit mobile version